tirto.id - PT Krakatau Steel (KRAS) telah merampungkan restrukturisasi utang terbesar di Indonesia dengan total senilai 2,2 miliar dolar AS atu setara Rp31 triliun per 12 Januari 2020.
Perusahaan baja pelat merah itu kini memiliki waktu untuk membereskan utang tersebut hingga tahun 2027.
“12 Januari 2020 kita tanda tangan dengan bank yang ikut program restrukurisasi. 100 persen sudah terstruktur,” ucap Direktur Utama PT KRAS Silmy Karim dalam konferensi pers di Kementerian BUMN, Selasa (28/1/2020).
KRAS membagi restrukturisasi ini dalam beberapa skema bagi ke-10 bank kreditur, di mana sekitar 60 persen porsi utangnya dikuasai oleh Himpunan Bank Negara (Himbara) alias bank plat merah.
Dari restrukturisasi ini, KRAS telah memperoleh kesepakatan perubahan tenor pelunasan utang menjadi 9 tahun, yang berakhir pada tahun 2027.
Rinciannya adalah tahap atau Tranche A 220 juta dolar AS dengan tenor 9 tahun, Tranche B senilai 735 juta dolar AS dengan tenor 3 tahun, Tranche C senilai 789 juta dolar AS dengan tenor 9 tahun, serta Tranche C2 senilai 262 juta dolar AS dengan tenor 9 tahun.
Silmy menjelaskan, proses restrukturisasi Krakatau Steel juga turut mempengaruhi perubahan bunga dan tenor pinjalam. Namun, ia sendiri enggan membuka detailnya dengan alasan kerahasiaan.
Yang terpenting, menurut Silmy, Kras mampu mengubah kewajiban hutang jatuh tempo tahun 2019 senilai 926 juta dolar AS menjadi pinjaman jangka panjang.
“Negosiasi ini ada tenor dan bunga, Ini hasil yang cukup baik tapi detail turun bunganya ada hal yang mesti kita jaga,” ucap Silmy.
Kendati demikian, Silmy menyebut bahwa restrukturisasi tersebut menguntungkan sebab beban bunga yang harus ditanggun perusahaannya menyusut dari semula 847 juta dolar AS menjadi 466 juta dolar AS.
Lalu ada juga penghematan biaya selama perpanjangan tenor 9 tahun sebanyak 685 juta dolar AS, terdiri dari 522 juta dolar AS dari penghematan beban keuangan dan 163 juta dolar AS dari optimalisasi operasional perusahaan.
Di samping itu, lanjut dia, ada pula penghematan operasional dari 33 juta dolar AS per bulan menjadi 19 juta dolar AS per Januari 2020. Beberapa biaya operasional yang dikurangi antara lain terkait dengan penggunaan energi seperti listrik dan gas.
Silmy menyebutkan perusahaan telah menghentikan operasional pabrik blast furnace lantaran biaya gas saat ini sedang mahal padahal ada pabrik KRAS lain yang bisa berproduksi lebih murah karena tidak mengandalkan gas. Lalu ada juga penghematan dari sisi pengelolaan air.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Hendra Friana