Menuju konten utama

KPU Jadi Target Isu Negatif di Twitter Soal Kecurangan dan C1

KPU menjadi target isu negatif yang paling banyak di Twitter setelah Pemilu 2019.

KPU Jadi Target Isu Negatif di Twitter Soal Kecurangan dan C1
Warga melakukan pencoblosan surat suara Pemilu 2019 saat pemungutan suara ulang (PSU) di TPS 05 Kelurahan Kejambon, Tegal, Jawa Tengah, Sabtu (27/4/2019). ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah.

tirto.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadi target isu negatif yang beredar di media sosial Twitter setelah Pemilu 2019. Berdasarkan analisis Departemen Politik dan Pemerintahan (DPP) FISIPOL UGM, ada 8.498 twit (54,9 persen) soal isu negatif yang ditujukan untuk KPU.

"Yang menjadi target [isu negatif] pasca-pemilu yaitu KPU, dengan twit soal mencurangi, kecurangan, tersandera, input tidak sesuai C1, manipulasi hasil suara, dan komisioner," ujar tim peneliti Wegik Prasetyo di UGM, Senin (29/4/2019).

Sebelum pemilu, kedua paslon menjadi sasaran utama isu negatif. Dibandingkan terhadap kedua paslon, isu negatif terhadap KPU adalah yang paling rendah dalam masa pra-pemilu.

Frekuensi negatif terhadap kedua paslon cenderung menurun pada hari H pemilu. Pasca-pemilu, menurut hasil analisis FISIPOL UGM, terjadi peningkatan frekuensi sekitar 70 kali lipat terhadap KPU dan sekitar 3 kali lipat terhadap kedua paslon.

"Kesimpulannya KPU dan kedua kandidat jadi sasaran isu negatif baik pra, hari pemilihan, atau pasca-pemilu," ujar Wegik.

Pemetaan isu negatif Pemilu 2019 ini dilakukan selama periode 12-22 April 2019. Terdapat 15.486 twit yang terkait isu negatif Paslon 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Paslon 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, dan KPU.

Sebaran isu negatif paling banyak ditemukan pasca-pemilu (13.030 twit), dibandingkan sebelum pemilu (1.743 twit). Pada hari pemungutan suara (17 April 2019), terdapat 709 twit terkait isu negatif.

Menurut Peneliti DPP UGM Abdul Gaffar Karim, isu negatif pemilu itu berupa berita bohong (hoaks) dalam ranah online dan offline. Ranah offline, menurut Gaffar lebih sulit dideteksi dan dikendalikan karena penyebarannya tidak mudah diketahui.

"Hoaks kebanyakan mempengaruhi atau membawa efek bagi orang-orang di atas 40 tahun. Kerentanan terhadap hoaks, karena tidak seperti yang anak muda yang punya refleks yang lebih bagus untuk menyaring hoaks," ujar Gaffar.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2019 atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Politik
Reporter: Dipna Videlia Putsanra
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Maya Saputri