tirto.id - Sampai hari ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerima 2.975 laporan gratifikasi dengan jumlah 3.463 objek gratifikasi. Data tersebut merupakan total laporan selama 2024.
"Data per hari ini, Rabu (18/9/2024), sepanjang 2024 KPK telah menerima 2.975 laporan gratifikasi dengan jumlah 3.463 objek gratifikasi. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.273 objek gratifikasi ditetapkan statusnya sebagai milik negara, dengan rincian 576 dalam bentuk barang dan 697 dalam bentuk uang," kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangan tertulis, Rabu (18/9/2024).
Budi mengatakan, barang yang ditetapkan sebagai miik negara tersebut senilai Rp6.026.809.284, yaitu dalam bentuk barang senilai Rp624.043.850, dan dalam bentuk uang senilai Rp5.402.765.434.
"Setiap objek gratifikasi yang dilaporkan akan dilakukan analisis oleh tim dengan jangka waktu sampai dengan 30 hari kerja, untuk selanjutnya ditetapkan status gratifikasinya, apakah menjadi milik negara atau milik pelapor. Tim juga melakukan analisis untuk menentukan nilai rupiah barang tersebut," ujarnya.
Budi menambahkan, barang yang statusnya menjadi milik negara, akan disampaikan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan untuk dilakukan lelang. Hasil lelang tersebut kemudian disetorkan ke kas negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
"Di sisi lain, bagi pelapor yang ingin tetap memiliki barang atau fasilitas yang statusnya telah ditetapkan sebagai milik negara, dapat melakukan penggantian sejumlah nilai rupiah yang ditetapkan oleh KPK tersebut," tuturnya.
Menurut Budi, hal ini merupakan upaya KPK dalam mengembangkan sistem pelaporan gratifikasi sebagai salah satu tugas pokok dan fungsi yang dilaksanakan oleh Direktorat Gratifikasi dan Pelayanan Publik, Kedeputian Bidang Pencegahan dan Monitoring.
"Hal ini sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 Pasal 7, bahwa dalam melaksanakan tugas pencegahan, KPK berwenang menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi," tuturnya.
Budi mengatakan, KPK mengimbau kepada aparatur sipil negara (ASN), penyelenggara negara (PN), ataupun pihak terkait, agar menolak pemberian gratifikasi pada kesempatan pertama, terutama jika pemberian tersebut diduga terkait dengan jabatan yang diemban atau dapat menimbulkan konflik kepentingan.
"Namun, apabila dalam situasi tertentu gratifikasi tidak dapat ditolak, KPK mengimbau untuk proaktif melaporkan penerimaan gratifikasi tersebut. Proses pelaporan gratifikasi pun sangat mudah dan dapat dilakukan melalui berbagai saluran yang disediakan oleh KPK," pungkasnya.
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Irfan Teguh Pribadi