tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menghadirkan delapan orang saksi pada sidang kedua e-KTP yang akan dijadwalkan pada Kamis (16/03/2017). Kepala Biro Humas dan Informasi KPK, Febri Diansyah mengatakan delapan saksi tersebut adalah bagian dari 133 saksi yang akan dihadirkan dalam agenda sidang pembacaan saksi-saksi.
"Kami menyiapkan ada delapan saksi yang akan kami agendakan dalan sidang kedua setelah pembacaan dakwaan Kamis pekan lalu," kata Febri Diansyah di Gedung Dwi Warna KPK, Senin, (13/03).
Meski demikian, mantan anggota Indonesia Corruption Watch (ICW) itu enggan menjelaskan mengenai asal usul atau profesi kedelapan saksi tersebut. "Kami belum bisa memberitahukan delapan saksi tersebut. Mengingat KPK menghargai Pengadilan. Akan lebih baik jika kami tidak menyebutkannya," ucap Febri Diansyah.
Kedelapan saksi ini, kata Febri adalah bentuk komitmen KPK untuk membuktikan bahwa skandal kasus e-KTP tidak hanya berhenti di dua orang terdakwa, yaitu Irman dan Sugiharto.
"Kami berharap agar publik bisa mengikuti perkembangan penanganan perkara ini. Jadi kita bisa sama-sama melihat kasus ini bisa dituntaskan bersama dengan porsinya masing-masing," jelas Febri Diansyah.
Meskipun kasus yang diduga merugikan negara sebesar Rp2,3 Triliun itu sudah menemui titik temu. Namun banyak sebagian kalangan menganggap bahwa KPK seolah mati langkah dalam menuntaskan kasus tersebut. Salah satunya pakar Hukum Materi Pidana sekaligus dosen Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Dr. Mudzakir.
"Saya rasa dari kedelapan saksi tersebut mungkin saja tidak menguatkan posisi KPK. Jadi ada kemungkinan KPK akan mati langkah. Karena dari keterangan salah seorangnya, dulu pernah menyatakan bahwa posisi Pak Ganjar bersih. Nyatanya sekarang malah dipersangkakan," kata Mudzakir saat dikonfirmasi Tirto, Senin, (13/03).
Kasus lainnya menurut Mudzakir adalah terseretnya nama mantan Ketua DPR periode 2009-2014 Marzuki Alie yang merasa tidak pernah diperiksa. Namun, kata dia, nama Marzuki Alie dicantumkan ke dalam dakwaan dua terdakwa Sugiharto dan Irman.
Pasalnya, menurut Mudzakir, mengacu dalam aturan KUHAP. Bila seseorang tersebut akan menjadi tersangka berikutnya. Pihak penyidik harus mengagendakan jadwal pemanggilan sebagai saksi perkara. Untuk seterusnya, kata dia, penyidik bisa menetapkan dia sebagai tersangka bila ditemukan dua alat bukti memberatkan.
"Idealnya untuk mempertersangkakan seseorang kan tentu ada pemanggilan sebagai saksi perkara. Baru bisa naik ke status lainnya. Sementara yang bersangkutan tidak dipanggil sebagai saksi. Dan tau-tau namanya dimasukan ke dalam berkas dakwaan. Itu yang masih dipertanyakan," kata Mudzakir.
Menanggapi kritikan dari pakar hukum tersebut, Febri meyakinkan bahwa semua fakta persidangan sudah melalui proses penyidikan yang layak dipertanggungjawabkan. Oleh sebab itu, kesaksian para terdakwa dipersidangan pun memiliki keabsahan yang tinggi.
"Yang jelas terimakasih untuk masukkannya. Tapi penyidik kami tidak mungkin gegabah menerima keterangan pihak yang terbukti terlibat di kasus tersebut," kata Febri Diansyah.
Penulis: Dimeitry Marilyn
Editor: Alexander Haryanto