tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga praktik pungutan liar (pungli) yang terjadi di rumah tahanan lembaga antirasuah dilakukan agar para tahanan mendapatkan fasilitas tertentu yang sebenarnya dilarang saat mendekam di rutan.
"Sebagaimana kita ketahui bahwa rutan itu tempat yang terbatas tentang komunikasi dan fasilitas lainnya," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam keterangannya dikutip Kamis (22/6/2023).
Untuk mendapatkan fasilitas yang diinginkan, para tahanan harus mengeluarkan uang. Alhasil praktik tersebut tak terelakan.
“Untuk dapat fasilitas-fasilitas itu, ada duit masuk yang mestinya tidak boleh bawa duit, tapi untuk memasukkan duit itu butuh duit. Nah di sekitar itu pungutan liar terjadi,” kata Ghufron.
Ghufron berjanji, pihaknya akan mencari para pelaku dan menindak sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
"Personal KPK bisa salah. Namun, kami pastikan setiap kesalahan tersebut akan kami proses sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Kami memastikan insan KPK yang bermasalah akan ditindak secara tegas," ujar Ghufron.
KPK juga meminta keluarga para tahanan untuk melapor jika pernah dimintai sejumlah uang oleh pegawai rutan. Seluruh informasi yang diterima, kata Ghufron, nantinya akan ditelaah untuk membantu pengusutan kasus dugaan pungli ini.
Sebelumnya, Dewas KPK mengumumkan adanya temuan praktik pungli di lingkungan rutan KPK. Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean menyebut temuan itu didasari atas inisiatif penyelidikan yang dilakukan oleh Dewas.
"Benar, dewan pengawas menemukan dan membongkar kasus terjadinya pungli di Rutan KPK, untuk itu dewan pengawas telah menyampaikan kepada pimpinan KPK agar ditindaklanjuti dengan melakukan penyelidikan," kata Tumpak dalam konferensi pers di Gedung ACLC KPK, pada Senin,19 Juni 2023.
Tumpak mengatakan dalam temuan Dewas KPK tersebut, ada dua unsur pelanggaran yang dapat diselidiki lebih lanjut yakni dugaan pelanggaran etik dan unsur tindak pidana.
"Ini sudah merupakan tindak pidana, melanggar Pasal 12 huruf c, UU 31 tahun 1999 jo UU 20 tahun 2021. Selanjutnya tentunya dewan pengawas juga akan memeriksa masalah etiknya," ujar Tumpak.
Dalam kesempatan yang sama, anggota Dewas KPK, Albertina Ho menjelaskan, praktik pungutan liar tersebut nominalnya mencapai 4 miliar rupiah, terhitung sejak Desember 2021 hingga Maret 2022.
"Desember 2021 sampai dengan bulan Maret 2022 itu sejumlah Rp 4 miliar, jumlah sementara," ujar Albertina.
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Reja Hidayat