Menuju konten utama

KPK Duga Duit Suap Meikarta Bukan Berasal Dari Kantong Pribadi

KPK tengah mengusut sumber uang yang digunakan dalam kasus ini.

KPK Duga Duit Suap Meikarta Bukan Berasal Dari Kantong Pribadi
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata. tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata menduga asal uang yang digunakan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro untuk menyuap Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin, bukanlah uang Billy pribadi.

"Logika saja, kalau saya sebagai pengurus satu perusahaan dan bekerja atas nama dan kepentingan perusahaan, ya saya enggak mau lah keluar dari kantong sendiri, kan seperti itu," kata Alex di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (1/10/2018).

Walaupun begitu, Alex enggan menyimpulkan kalau uang tersebut berasal dari Lippo Group. Ia mengungkapkan saat ini penyidik KPK tengah mengusut sumber uang yang digunakan dalam kasus ini.

"itu nanti pasti didalami ditanyakan digali informasi itu di penyidik," ujarnya.

KPK sendiri memang tengah mendalami asal muasal uang yang digunakan Billy Sindoro untuk menyuap Neneng. Untuk itu pada Kamis (25/10/2018) KPK melakukan pemeriksaan terhadap 12 orang.

Di antara 12 saksi yang diperiksa hari itu terdapat nama Direktur PT Lippo Karawaci yang juga CEO Meikarta Ketut Budi Wijaya, dan Direktur PT Lippo Cikarang Toto Bartholomeus.

KPK sendiri menetapkan 9 orang tersangka dalam kasus dugaan suap terkait perizinan Meikarta. Dua orang di antaranya ialah Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro, dan Bupati Kabupaten Bekasi Neneng Hasanah Yasin.

Dalam keterangan persnya (15/10/2018) malam, Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif menduga Neneng telah menerima uang suap sebesar Rp7 miliar dari Billy Sindoro.

Dan uang Rp7 miliar tersebut masih sebagian dari total commitment fee yang diduga mencapai Rp13 miliar.

Diduga, pemberian suap itu terkait dengan izin-izin pembangunan megaproyek Meikarta di atas lahan seluas 774 hektare. Pemberian itu dibagi ke dalam tiga fase/tahap, yaitu fase pertama untuk lahan seluas 84,6 hektare, fase kedua 252,6 hektare, dan fase ketiga 101,5 hektare.

Lebih lanjut Laode menerangkan, uang haram tersebut disalurkan melalui sejumlah kepala dinas. Pemberian dilakukan bertahap mulai dari April, Mei, dan Juni 2018. Ia menambahkan, uang Rp7 miliar tersebut masih sebagian dari total commitment fee yang mencapai Rp13 miliar.

Dalam kasus ini KPK menetapkan pula sejumlah pegawai Lippo sebagai tersangka pemberi suap, yakni Taryudi (T) dan Fitra selaku konsultan Lippo Group dan Henry Jasmen selaku pegawai Lippo Group.

Sedangkan tersangka penerima suap lainnya adalah Jamaludin (Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi), Sahat MBJ Nahor (Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bekasi), Dewi Tisnawati (Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi), dan Neneng Rahmi (Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi).

Baca juga artikel terkait KASUS MEIKARTA atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Irwan Syambudi