tirto.id - KPK dan Mahkamah Agung (MA) saat sedang merumuskan aturan baru yang memungkinkan barang sitaan hasil korupsi bisa dilelang tanpa izin tersangka ketika perkara belum berkekuatan hukum tetap.
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan, berdasar pasal 45 ayat 1 KUHAP, selama perkara belum inkracht, penegak hukum hanya bisa melelang barang sitaan dengan izin tersangka atau terdakwa.
Pelelangan barang sitaan sebelum perkara berkekuatan hukum tetap itu dimungkinkan apabila benda tersebut mudah rusak, membahayakan atau berpotensi menelan biaya tinggi untuk penyimpanannya.
"KPK bekerja sama dengan Mahkamah Agung, kami sedang ingin mendraf sebuah peraturan MA tentang pengaturan barang rampasan dan barang sitaan yang salah satunya kami inginkan tidak perlu izin atau persetujuan [tersangka atau terdakwa] tetapi hanya pemberitahuan [untuk dilelang]," kata Laode di Gedung KPK, pada Jumat (16/3/2018).
Menurut Laode, KPK juga mengusulkan ada pembuatan akun rekening khusus untuk menyimpan uang hasil penjualan barang rampasan dari kasus yang belum berstatus inkracht. Apabila suatu perkara korupsi telah berkekuatan hukum tetap dan pengadilan memerintahkan perampasan barang, uang di akun tersebut bisa langsung masuk ke kas negara.
"Tetapi kalau misalnya [pengadilan memutuskan barang] dikembalikan kepada pemiliknya karena memang itu adalah harta yang sah, kepada yang bersangkutan [uang] akan dikembalikan," kata Laode.
Menurut Laode, usul ini beralasan mengingat KPK sering menyita barang tersangka korupsi yang sulit untuk disimpan hingga perkara berkekuatan hukum tetap. Misalnya, KPK baru saja menyita 31 kendaraan milik Bupati Hulu Sungai Tengah non-aktif Abdul Latif. Barang-barang itu diduga dibeli dari uang gratifikasi dan dilakukan untuk menyamarkan harta hasil korupsi.
Abdul Latif semula menjadi tersangka penerima suap Rp3,6 miliar terkait dengan proyek pembangunan gedung RSUD Damanhuri. Latif tertangkap dalam OTT KPK pada 4 Januari 2018. Sementara pada Jumat (16/3/2018), KPK kembali menetapkan Abdul Latif sebagai tersangka untuk dua kasus.
Pertama, Latif menjadi tersangka penerima gratifikasi Rp23 miliar yang diduga merupakan fee dari sejumlah proyek di Pemkab Hulu Sungai Tengah. Kedua, Latif menjadi tersangka pencucian uang karena diduga membelanjakan uang gratifikasi itu untuk membeli kendaraan dan aset lain.
Terkait 2 kasus itu, KPK menyita 23 mobil dan 8 motor mewah milik Latif. Detailnya adalah 1 unit mobil Mitsubishi Strada, 1 unit mobil BMW 640i Coupe, 1 unit mobil Toyota Vellfire ZG, 1 unit mobil Lexus tipe 570 4x4, 1 unit Hummer/H3 jenis Jeep, 1 unit mobil Jeep Rubicon Model COD 4 Door, 1 unit jeep Rubicon Brute 3.6 AT, 1 unit mobil Cadillac Escalade 6.2 L, 1 unit mobil Hummer/H3 jenis jeep, 3 unit mobil Toyota Hiace, 1 unit mobil Toyota Fortuner, 8 unit mobil Daihatsu Grand Max, serta 2 unit mobil Toyota Cayla. Untuk motor, KPK menyita 1 unit BMW Motorrad, 1 unit motor Ducati, 1 unit motor Husberg TE 300, 1 unit KTM 500 EXT dan 4 unit Harley Davidson.
Laode juga mencontohkan sebagian barang sitaan KPK perlu segera dijual agar nilainya tak merosot dan merugikan tersangka. Misalnya, KPK pernah menyita 30 ekor sapi milik eks Bupati Subang Ojang Sohandi. KPK pun menjual sapi-sapi itu dengan harga Rp926 juta usai Ojang menyetujuinya.
Laode memastikan KPK tak akan menjual barang tanpa melihat nilai barang di mata tersangka. Ia mencontohkan keris pusaka atau barang antik tidak akan dilelang oleh KPK sebelum kasus inkracht. Sebab barang-barang itu tak susah disimpan dan nilainya terus bisa bertambah.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Addi M Idhom