Menuju konten utama

KPK Belum Hadir, Sidang Praperadilan Miryam Terancam Ditunda

Sidang perdana praperadilan tersangka dugaan pemberi keterangan palsu Miryam S Haryani di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terancam ditunda karena pihak KPK belum juga datang, Senin (8/5/2017).

KPK Belum Hadir, Sidang Praperadilan Miryam Terancam Ditunda
Tersangka kasus dugaan memberi keterangan palsu dalam persidangan KTP-Elektronik Miryam S Haryani menggunakan rompi tahanan KPK dikawal petugas ketika keluar dari Gedung Merah Putih, KPK, Jakarta, Senin (1/5) malam. ANTARA FOTO/Reno Esnir.

tirto.id - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menggelar sidang perdana praperadilan tersangka dugaan pemberi keterangan palsu Miryam S Haryani terancam ditunda karena pihak KPK belum juga hadir dalam sidang yang dijadwalkan pagi, Senin (8/5/2017).

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, KPK tidak akan hadir dalam sidang perdana dugaan tindak praperadilan Miryam, Senin (8/5/2017). Pasalnya, KPK belum menerima panggilan sidang permohonan praperadilan Miryam S Haryani oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

"Informasi yang kami terima dari Biro Hukum, KPK belum menerima panggilan sidang tersebut," ujar Febri saat dikonfirmasi Tirto, Senin (8/5/2017).

Penasihat hukum Miryam S Haryani, Mita Mulia, menegaskan, mereka tidak mempermasalahkan ketidakhadiran KPK dalam persidangan praperadilan. Ia mengatakan, kedatangan mereka sudah sesuai dengan jadwal persidangan praperadilan.

"Yang pasti kita sudah masukkan gugatan. Dijadwalkan hari ini, jelas sudah disampaikan dan kita patuh pada panggilan saja," kata Mita di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (8/5/2017).

Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Made Sutrisna memastikan pihak pengadilan sudah mengirimkan surat kepada KPK untuk sidang praperadilan. Ia mengklaim surat tersebut setidaknya sudah dikirim seminggu sebelumnya.

"Biasanya kalau kita menetapkan hari sidang itu paling cepat seminggu sebelum persidangan sudah dipanggil para pihak. Jadi kami bisa meyakini bahwa panggilan itu sudah sampai," kata Made saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta.

Sutrisna menduga, surat tersebut mungkin sudah berada di KPK, tetapi belum masuk secara resmi ke biro hukum. Akan tetapi, Sutrisna memastikan persidangan akan tetap digelar Senin (8/5/2017). Persidangan akan dipimpin langsung oleh Asiadi Sembiring pada pukul 12.00 WIB. Apabila para pihak tidak lengkap dalam persidangan, Sutrisna mengaku persidangan akan dijadwal ulang.

"Sidang ditunda untuk dipanggil ulang," kata Sutrisna.

Pengacara Miryam: Penetapan Tersangka Miryam Tidak Sesuai Prosedur

Mita menerangkan mereka mengajukan gugatan praperadilan karena penetapan tersangka klien mereka tidak memenuhi prosedur. Menurut Mita, pasal tersebut tidak bisa disangkakan karena bersifat substantif.

"Pasal yang disangkakan itu kan pasal 22 UU Tipikor tapi kan itu pasal substantif. Namun dalam prosedur, itu kita mengacu pada hukum acara pidana kuhap nah pasal 17 bilang mengenai sangkaan seperti itu adalah wewenang majelis hakim di mana proses persidangan itu JPU minta ke majelis hakim dan ditolak," kata Mita di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (8/5/2017).

Mita mengakui bahwa UU KPK mempunyai wewenang lex specialis dalam penerapan perkara. Akan tetapi, mereka menegaskan bahwa pasal 22 tetap harus mengikuti KUHAP sebagai aturan pemidanaan. Ia beralasan substansi pasal 22 UU Tipikor bersifat sama seperti pasal 242 KUHP. Dengan demikian, penetapan pasal 22 UU Tipikor harus merujuk pada pasal 17 KUHAP. Pasal 17 mengatakan, penetapan tersangka baru bisa dilakukan apabila sudah mendapat persetujuan hakim.

Mita mengaku belum mau menanggapi tentang jumlah saksi yang akan diajukan dalam persidangan. Perempuan berkulit putih itu mengaku jumlah saksi akan mengikuti perkembangan persidangan.

"Kita juga melihat sejauh mana argumentasi kita berkembang," kata Mita.

Menanggapi pernyataan penasihat hukum, Febri menjelaskan, KPK berhak menggunakan Pasal 22 jo Pasal 35 UU Tindak Pidana Korupsi. KPK sudah pernah menerapkan pasal tersebut pada tahun 2015 kepada Muhtar Ependy terkait kasus menghalang-halangi proses hukum dalam kasus Akil Mochtar dan keterangan tidak benar di pengadilan.

"Di kasus ini KPK menerapkan Pasal 22 jo Pasal 35 juga dalam bagian dakwaan. Dan terdakwa dinyatakan bersalah sampai berkekuatan hukum tetap," kata Febri.

Saat ini, Muhtar sudah menjadi terdakwa dan divonis 7 tahun, denda 200 juta. Bahkan, Muhtar juga tidak memperoleh hak mendapat remisi dan pembebasan bersyarat.

Miryam ditetapkan sebagai tersangka setelah majelis hakim perkara dugaan korupsi proyek e-KTP meminta keterangan dalam persidangan untuk terdakwa mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil sekaligus PPK proyek e-KTP Sugiharto. Dalam persidangan, Miryam mencabut seluruh BAP saat pemeriksaan di KPK beberapa waktu yang lalu tentang korupsi proyek e-KTP. Anggota Komisi II ini pun menuding kalau penyidik mengintimidasi dirinya dalam pemeriksaan.

Akibat pernyataan Miryam di depan persidangan, KPK pun menghadirkan penyidik ke depan persidangan. Penyidik KPK membantah bertindak intimidatif dalam proses pemeriksaan Miryam. Sayang, saat dikonfrontir, politikus Hanura itu tidak bisa hadir dengan alasan sakit. Jaksa KPK pun meminta kepada majelis hakim untuk menetapkan Miryam sebagai tersangka. Majelis menolak permohonan KPK, tetapi mempersilahkan KPK untuk menentukan sesuai ketentuan KPK.

Lembaga antirasuah langsung bergerak cepat. Mereka meminta pencegahan bepergian kepada Ditjen Imigrasi Kemenkumham, Kamis (30/3/2017). Kemudian, KPK pun resmi menetapkan Miryam sebagai tersangka dugaan memberikan keterangan palsu dalam pengungkapan kasus dugaan e-KTP, Rabu (5/4/2017).

Anggota Komisi II DPR RI ini disangkakan melanggar pasal 22 jo pasal 35 UU 31/99 sebagaimana diubah UU 20/01 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tidak lama setelah ditetapkan sebagai tersangka, politikus Partai Hanura itu mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Selama proses pengajuan praperadilan, Miryam diduga mangkir dalam pemanggilan pemeriksaan KPK selama dua kali berturut-turut. Politisi Hanura itu masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) dan KPK meminta bantuan Kepolisian untuk mencari keberadaan Miryam.

Pada Senin (1/5/2017) dini hari, polisi menangkap Miryam di daerah Kemang, Jakarta Selatan. Lembaga antirasuah langsung menahan Miryam setelah polisi menyerahkan politikus Partai Hanura itu ke KPK.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri