tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan terhadap suami Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulana Saragih, Muhammad Al Khadziq pada Rabu, 25 Juli 2018.
Pria yang juga Bupati Temanggung terpilih tersebut akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi terkait kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-1 yang menyeret istrinya.
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka JBK [Johanes Budisutrisno Kotjo]," kata Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Rabu (25/7/2018).
Selain Al Khadziq, penyidik juga memanggil tiga saksi lainnya. Para saksi tersebut antara lain: Direktur Pengadaan Startegis 2 PT PLN (Persero) Supangkat Iwan Santoso, Tenaga Ahli DPR RI Tahta Maharaya, dan seorang karyawan swasta Audrey Ratna Justianty.
"Ketiganya juga akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka JBK," ujarnya.
Al Khadziq sempat diamankan tim penindakan KPK saat melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Eni Saragih. Namun, ia dilepas kembali setelah dilakukan pemeriksaan oleh penyidik KPK.
Dalam OTT KPK 13 Juli lalu telah diamankan Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih, pemilik saham PT Blackgold Natural Resources Johannes B. Kotjo, Tahta Maharaya (staf sekaligus keponakan Eni), Audrey Ratna (staf Johannes), Bupati Temanggung terpilih M. Al Khafidz, dan beberapa pihak. KPK juga mengamankan barang bukti berupa uang Rp500 juta.
Berdasarkan hasil pemeriksaan 1x24 usai penangkapan, KPK menetapkan dua tersangka yakni Eni Maulani Saragih dan Johannes B. Kotjo. Uang Rp500 juta tersebut diduga merupakan fee komitmen dari Johanes kepada Eni yang telah memuluskan proses kerja sama dalam proyek pelaksanaan pembangunan PLTU Riau-1.
Selain Rp500 juta, KPK menduga ada penerimaan sebelumnya, yakni pada Desember 2017 sebesar Rp2 miliar, Maret 2018 sebesar Rp2 miliar, dan Rp300 juta pada 8 Juni 2018. Semua pemberian tersebut diduga melibatkan staf dan anggota keluarga para tersangka.
Eni disangka melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 ke-1.
Sementara itu, KPK menyangka Johanes melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Yuliana Ratnasari