tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperkirakan ada risiko kerugian sebesar Rp12, triliun yang dialami Pemprov DKI Jakarta terkait swastanisasi air di Jakarta.
Hal ini disampaikan Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Jumat (10/5/2019). Persoalan ini, kata Febri, sudah disampaikan kepada Pemprov DKI Jakarta.
"Sejumlah temuan substansial perlu tetap diperhatikan agar tidak merugikan kepentingan Pemprov DKI dan masyarakat secara luas," kata Febri lewat keterangan tertulis.
Potensi kerugian terkait perjanjian kerja sama pengelolaan air bersih antara DKI Jakarta dan sejumlah perusahaan swasta seperti Aetra dan Palyja yang selama ini memperoleh hak pengelolaan.
Dugaan kerugian ini, kata Febri, juga muncul dalam sidang gugatan atas pengelolaan air bersih di Jakarta yang dilakukan oleh swasta.
Febri juga mengatakan, perwakilan Pemprov DKI Jakarta sudah datang ke gedung KPK, Jumat (10/5/2019) siang. Mereka langsung bertemu dengan Direktorat Pengaduan Masyarakat guna membahas masalah ini.
Menurut Febri, KPK sudah memperhatikan swastanisasi air di Jakarta. Penyebabnya, kata dia, ada sejumlah potensi penyimpangan bila Pemprov DKI Jakarta tak memperhatian dalam poin-poin kerja asama sejak sidang gugatan pembatalan swastanisasi air. Selain itu, masalah air bersih dinilai penting bagi kelangsungan warga Jakarta.
Oleh karena itu, kata Febri, KPK berharap Pemprov DKI dapat menerapkan prinsip akuntabilitas serta integritas dalam pengelolaan air di Jakarta.
"Hal ini penting dilakukan agar meminimalisir risiko terjadinya korupsi di masa mendatang," ujar dia.
Diketahui, Pemprov DKI Jakarta telah mengambilalih pengelolaan air di DKI Jakarta. Sebelumnya, air bersih di Jakarta dikelola Aetra dan Palyja.
Aetra telah menjalin kerja sama dengan BUMD DKI Jakarta, PAM Jaya. Sedangkan Palyja belum meresponsnya. Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, menilai Palyja tak kooperatif.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Zakki Amali