tirto.id - Rencana pernikahan selebritas yang akan disiarkan salah satu stasiun televisi swasta, RCTI, menuai kritik. Dua selebritas, Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah rencananya akan melangsungkan acara lamaran sampai pernikahan dengan disiarkan di stasiun televisi selama beberapa hari. Agenda tersebut sudah dirancang sejak Agustus 2020.
Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran (KNRP) menilai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tidak tegas menanggapi rencana itu. Pasalnya, agenda pernikahan tersebut tidak masuk ke dalam definisi kepentingan publik dalam ruang penyiaran di Indonesia.
Koalisi tergabung dari beberapa organisasi masyarakat sipil di antaranya Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA), Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI), Remotivi, hingga Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP). Ada juga sekitar 160 akademisi dan masyarakat sipil yang fokus pada isu penyiaran untuk kepentingan publik.
Perwakilan koalisi yang juga merupakan dosen LSPR Jakarta, Lestari Nurhajati mengatakan pihaknya menolak keras rencana seluruh penayangan tersebut. Kata dia, agenda pernikahan dua selebiritas tersebut tidak mewakili kepentingan publik secara luas dengan semena-mena menggunakan frekuensi milik publik.
“Koalisi menyesalkan sikap KPI Pusat yang tidak segera menghentikan kegiatan tersebut, dengan menunggu secara pasif tayangan itu hadir dan baru akan memberikan penilaian. Padahal jelas-jelas isi siaran melanggar hak-hak masyarakat untuk mendapatkan tayangan yang lebih berkualitas,” kata Lestari lewat keterangan tertulis yang diterima wartawan Tirto, Sabtu (13/3/2021).
Padahal, kata Lestari, KPI bisa langsung bertindak sesuai aturan yang berlaku. Salah satunya Pasal 11 di dalam Pedoman Perilaku Penyiaran yang menyebut, “Lembaga Penyiaran wajib memperhatikan kemanfaatan dan perlindungan untuk kepentingan publik.”
Ada juga aturan Standar Program Siaran, khususnya di Pasal 13 Ayat 2, yang menyatakan: “Program siaran tentang permasalahan kehidupan pribadi tidak boleh menjadi materi yang ditampilkan dan/atau disajikan dalam seluruh isi mata acara, kecuali demi kepentingan publik.”
Lestari menuding KPI abai terhadap berbagai keberatan dan kritik masyarakat melalui media sosial. Koalisi juga menilai KPI terlalu pasif dengan hanya menunggu aduan di saluran pengaduan resmi.
“Bukankah seharusnya KPI yang mewakili kepentingan masyarakat tidak perlu menunggu aduan resmi publik apabila secara nyata dan jelas-jelas melihat pelanggaran frekuensi publik di depan mata?” kata dia.
Lestari menambahkan "di tengah situasi pandemi Covid-19, banyak warga negara kesulitan ekonomi, media penyiaran tidak pantas menayangkan acara selebriti yang menghamburkan uang. Lebih tidak pantas lagi, dan mengecewakan publik bila KPI tidak menghentikan acara ini. Publik makin kehilangan keterwakilannya di lembaga ini."
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Abdul Aziz