tirto.id - Setiap tanggal 26 Juni diperingati sebagai Hari Anti Penyiksaan Dunia. Namun, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) masih menemukan kekerasan di sejumlah Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak (LPKA) sepanjang tahun 2018.
Wakil Ketua KPAI Rita Pranawati mengatakan, lembaganya menemukan 26,8 persen anak penghuni LPKA masih menjadi korban kekerasan.
"Itu kan situasinya ada banyak [anak di dalam lapas] kemungkinan gesekan itu sangat tinggi apalagi kalau ada yang senior," kata dia di Komnas HAM, Jakarta Pusat pada Selasa (25/6/2019).
Rita merincikan, 81,3 persen dari mereka mengalami kekerasan fisik, 70 persen mengalami kekerasan psikis dan 9,1 persen mengalami kekerasan seksual. Angka itu masih sangat mungkin berkembang karena banyak kasus yang tidak dilaporkan.
Selain itu, anak di dalam lapas pun harus hidup dalam ruangan yang kelebihan kapasitas (overcrowded). Rita bercerita, di LPKA Palu satu ruangan bisa diisi hingga 8 anak.
"Saya pernah ke Palu, itu satu kamar bisa 8 orang yang sampai meringkuk," ujarnya.
Rita pun menyoroti proses hukum terhadap anak di kepolisian. Ia katakan, pada dasarnya anak yang berhadapan dengan hukum tidak harus ditahan. Namun, katanya, masih banyak anak yang harus menjalani masa penahanan.
"Itu yang berpotensi adanya kekerasan dengan penahanan lebih tinggi dibanding saat ada di orang tua," kata Rita.
Di sisi lain, lima lembaga seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan, KPAI, Ombudsman, dan LPSK juga menemukan masih terjadi praktik penyiksaan di Lapas sepanjang 2011-2018.
"Masih ada bentuk-bentuk penyiksaan dan perlakuan kejam lainnya serta merendahkan martabay yang terjadi di tempat-tempat penahanan di Indonesia," kata Komisioner Komnas HAM Sandrayati Moniaga di lokasi yang sama.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Alexander Haryanto