Menuju konten utama

Korupsi Pengadaan Solar, Mantan Dirut PLN Rugikan Negara Rp188 M

Mantan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), Nur Pamudji, telah ditetapkan sebagai tersangka.

Korupsi Pengadaan Solar, Mantan Dirut PLN Rugikan Negara Rp188 M
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo (kedua kiri) bersama Direktur Tindak Pidana Korupsi Mabes Polri Brigjen Pol Djoko Purwanto (kedua kanan) menunjukkan barang bukti saat ungkap kasus Tindak pidana korupsi dalam pengadaan BBM jenis High Speed Diesel (HSG) pada PT PLN Tahun Anggaran 2010 di Bareskrim, Mabes Polri, Jakarta, Jumat (28/6/2019). ANTARA FOTO/Reno Esnir/foc.

tirto.id - Polisi menetapkan mantan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), Nur Pamudji, sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan bahan bakar minyak jenis high speed diesel (HSD) atau solar.

“Pemberitahuan hasil penyidikan perkara tindak pidana korupsi atas nama Nur Pamudji sudah lengkap (P-21),” ujar Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Mabes Polri, Kombes Pol Djoko Poerwanto, di gedung Bareskrim Mabes Polri, Jumat (28/6/2019).

Kasus bermula ketika Nur Pamudji bertemu dengan Presiden Direktur Trans-Pacific Petrochemical lndotama (TPPI), Honggo Wendratno, pada tahun 2010. Mereka bertemu sebelum lelang tender, membahas pengadaan HSD.

Djoko melanjutkan, proses pengadaan yang dilakukan oleh panitia pengadaan di PT PLN atas perintah dari Nur Pamudji untuk memenangkan Tuban Konsorsium (PT TPPI selaku leader) menjadi pemasok HSD.

Bahan bakar itu untuk disuplai ke Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Tambak Lorok dan PLTGU Belawan periode tahun 2010.

“Tuban Konsorsium ditetapkan sebagai pemenang lelang untuk Lot II PLTGU Tambak Lorok dan Lot IV PLTGU Belawan walaupun Tuban Konsorsium tidak layak dan tidak memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai pemenang,” jelas Djoko.

Kontrak empat tahun antara PT PLN dan Tuban Konsorsium untuk jangka waktu 10 Desember 2010 hingga 10 Desember 2014. Namun TPPI hanya mampu memasok 11 bulan, alasannya, kata Djoko, karena mereka tidak mampu melanjutkan proses pemasokan.

Ketika ditanya apakah ketidakmampuan karena kondisi keuangan TPPI, Djoko membantahnya. “Tidak, memang karena mereka tidak sanggup,” sambung dia. Nur Pamudji memutus kontrak pasokan itu secara sepihak.

PT TPPI tidak mampu memasok HSD di kedua PLTGU tersebut, sehingga PT PLN harus membeli dari pihak lain dengan harga yang lebih tinggi dari nilai kontrak dengan Tuban Konsorsium yang mengakibatkan PT PLN mengalami kerugian. “Sehingga pasokan itu jadi tanggung jawab PT PLN,” terang Djoko.

Kerugian negara berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 9/LHP/XXI/02/2018 tanggal 2 Februari 2018, kerugian negara dalam perkara tersebut mencapai Rp188.745.051.310,72.

Penyitaan berupa dokumen dokumen dan uang dari PT TPPI yakni:

1) 6 Maret 2018 sebesar, Rp140.715.151.524,79

2) 24 Mei 2018, Rp8.784.695.405,06

3) 24 mei 2018, Rp23.869.855.743,00

Jadi total uang yang berhasil disita mencapai Rp173.369.702.672,85

Nur Pamudji disangkakan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga artikel terkait KORUPSI PLN atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Irwan Syambudi