tirto.id - Korea Utara lagi-lagi dijatuhi sanksi oleh Uni Eropa terkait pelaksanaan uji coba nuklir dan rudal balistik yang bertentangan dengan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Keputusan yang dikeluarkan pada Senin (27/2/2017) sebagai penerapan resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa pada November, terbit saat Korea Utara menjadi sorotan internasional setelah pembunuhan Kim Jong-nam, kakak tiri pemimpin negara tersebut Kim Jong-Un, di bandara Kuala Lumpur, Malayisa.
Dewan Eropa, yang beranggotakan 28 negara anggota Uni Eropa, menyatakan sanksi baru tersebut mencakup pembatasan perdagangan batu bara, besi dan bijih besi serta larangan impor tembaga, nikel, perak dan seng dari Korea Utara.
Penjualan helikopter dan kapal baru ke Korea Utara juga dilarang dan kontrol lebih ketat diterapkan di sektor transportasi, keuangan, dan properti.
Negara anggota Uni Eropa juga akan membatasi kegiatan pengajaran, pelatihan atau kerja sama ilmiah yang berpotensi menguntungkan program nuklir dan rudal balistik Pyongyang, demikian bunyi sanksi tersebut seperti yang dikutip dari Antara, Selasa (28/2/2017).
Untuk diketahui, sanksi Uni Eropa terhadap Korea Utara diterapkan sejak 2006 dan merupakan bagian dari upaya internasional untuk membalikkan program nuklir dan rudal yang diyakini para ahli akan memberi Pyongyang kemampuan untuk mencapai daratan Amerika Serikat.
Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pekan lalu menyatakan banyak negara gagal menerapkan sanksi secara efektif karena Korea Utara mengakalinya dengan menggunakan jasa perantara dan perusahaan lokal negara-negara lain, utamanya di Malaysia dan Cina.
PBB juga mengingatkan bahwa dua uji nuklir dan 26 peluncuran rudal Korea Utara tahun lalu "menandai tonggak teknologi dalam kemampuan senjata pemusnah massal dan seluruh indikasi menunjukkan laju ini akan berlanjut."
Cina, mitra datang dan sekutu utama Korea Utara, menangguhkan seluruh impor batu bara dari Korea Utara pekan lalu namun analis mengatakan itu kemungkinan berkaitan dengan pembunuhan Kim Jong-nam, yang punya hubungan erat dengan Beijing, dari pada rezim sanksi.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari