tirto.id - Korban gempa bumi di Kota Palu, Kabupaten Donggala dan Sigi, Sulawesi Tengah antre di sejumlah SPBU di wilayah itu hingga 24 jam untuk mendapatkan bahan bakar minyak (BBM).
"Saya sudah antre sejak jam 10 pagi Senin (1/10/2018). Hari ini Selasa (2/10/2018), sudah mau jam 11 siang kami belum terlayani juga," kata Adip Ridwan, warga Jalan Kedondong, Palu, Selasa (2/10/2018).
Adip dan keluarganya saat ini mengungsi ke Birobuli, Palu Selatan, karena rumah keluarganya di Jalan Kedondong dan Palola rusak berat akibat gempa sehingga tidak layak lagi dihuni.
Untuk memenuhi kebutuhan BBM dan penerangan listrik, Adip terpaksa harus mengantre di SPBU Tanah Runtuh karena dari sejumlah SPBU di Kota Palu hanya SPBU itu yang melayani penjualan dengan jumlah terbatas.
Selama antrean, Adip dan ratusan pengantre lainnya terpaksa makan dan tidur di dekat SPBU, sebab jika meninggalkan lokasi dipastikan akan memulai lagi dari awal antrean tersebut.
"Kemarin katanya minyak akan tiba dari Gorontalo pukul 21.00 WITA. Informasi berubah lagi ke pukul 24.00. Tapi sampai menjelang siang ini minyak belum juga tiba," katanya.
Hal yang sama juga dirasakan Dirwan, warga Kabonena. Dia bahkan mengikuti antrean di SPBU sudah lebih dari 24 jam.
"Kalau tidak ada BBM, maka kita tidak bisa makan, karena harus menyedot air untuk pakai masak dan mencuci. Dan itu memanfatkan bensin," katanya.
Dia mengatakan, warga korban gempa ini sangat membutuhkan BBM, khususnya premium/pertalite untuk kebutuhan kendaraan dan penerangan.
"Bahan bakar sekarang sudah menjadi bahan pokok. Tidak ada BBM kita tidak bisa jalan cari yang lain untuk kebutuhan di pengungsian," katanya.
Dirwan mengatakan selain untuk mencari kebutuhan pokok selama di pengungsian, kendaraan juga digunakan mengangkut sebagian barang-barang penting yang masih bisa diselamatkan dari rumah ke tempat yang lebih aman karena umumnya rumah penduduk sudah rusak akibat amukan bumi.
"Harapan kami ke pemerintah bagaimana agar BBM bisa tersedia," katanya.
Pascagempa seluruh SPBU di Kota Palu berhenti beroperasi sehingga kebutuhan masyarakat akan BBM tidak terlayani.
Sebagian besar SPBU terpaksa dibongkar warga dan mengambil BBM yang masih tersisa di tangki-tangki penimbunan di SPBU tersebut.
Pengambilan BBM tersebut dilakukan warga dengan caranya sendiri seperti menimba menggunakan wadah botol. Sebagian dilakukan dengan cara menggunakan mesin penyedot. Warga kemudian antri memasang jerigen mereka untuk mendapatkan jatah BBM.
Sebagian SPBU seperti SPBU Tanah Runtuh dan SPBU Maluku sejak hari ketiga pascagempa akhirnya melayani masyarakat dengan jatah yang terbatas.
Kebutuhan BBM juga mendesak untuk pemerintah daerah karena kepentingan operasional seperti distribusi bantuaN dan pencarian korban yang tertimbun bangunan atau tanah.
Penulis: Yantina Debora
Editor: Yantina Debora