tirto.id - Mahkamah Agung (MA) resmi mengumumkan delapan calon hakim yang lolos seleksi hakim HAM, Senin (25/7/2022). Hal tersebut tertuang dalam surat pengumuman seleksi hakim HAM ad hoc dengan nomor 004/Pansel-HAM7/2022 yang ditandatangani Wakil Ketua MA bidang non-yudisial Andi Samsan Nganro dan Sekretaris Ridwan Mansyur pada 25 Juli 2022 lalu.
Kedelapan nama tersebut antara lain eks Komisioner Komnas HAM Siti Noor Laila, Robert Pasaribu, Sofi Rahma Dewi dan Anselmus Aldrin Rangga Masih sebagai calon hakim ad hoc pengadilan HAM tingkat pertama.
Sementara itu, empat nama lain adalah Mochamad Mahin, Fenny Cahyani, Florentia Switi Andari dan Hendrik Dengah. Mereka menjadi calon hakim ad hoc pengadilan HAM tingkat banding.
"Peserta yang dinyatakan lulus sebagaimana tersebut di atas diwajibkan mengikuti pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan Badan Litbang dan Diklat Kumpul Mahkamah Agung," Bunyi poin tiga surat tersebut sebagaimana dilihat Tirto, Selasa (26/7/2022).
Meskipun sudah ada pengumuman, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengkritik soal pengumuman hakim. Mereka khawatir pengumuman akan berdampak pada penanganan kasus HAM Paniai.
"KontraS melihat adanya kejanggalan yang berpotensi membuat jalannya Pengadilan HAM untuk Peristiwa Paniai 2014 tidak berjalan dengan optimal," Kata Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti dalam keterangan, Selasa (26/7/2022).
Fatia menyoroti kejanggalan penundaan pengumuman diikuti dengan jumlah hakim yang lolos untuk tiap tingkatan. Mereka menyoalkan hanya 8 hakim yang lolos sementara pansel lewat Andi Samsan sebelumnya mengatakan ada 12 calon hakim yang akan dilantik.
Mereka masih menilai kualifikasi calon hakim yang ada saat masih 33 kandidat banyak yang belum layak. Sebagai catatan, KontraS menilai hanya 2 kandidat calon hakim HAM layak dari total 33 kandidat yang masih diseleksi sebelum pengumuman 8 kandidat.
"Jika memang Panitia Seleksi berargumen bahwa pendeknya waktu menuju Pengadilan HAM untuk Peristiwa Paniai 2014 di tingkat pertama, kami berpendapat bahwa seharusnya maksimal empat saja nama hakim yang dinyatakan lulus untuk bertugas di tingkat pertama, meski hanya ada dua nama yang memenuhi kualifikasi berkaca pada hasil pemantauan langsung kami di proses wawancara," kata Fatia.
Fatia menjelaskan, kualifikasi yang mereka lihat berbasis pada pengetahuan kandidat hakim dalam unsur pelanggaran HAM berat dan konsep rantai komando dalam pengadilan HAM.
Selain itu, mereka juga mendeteksi bahwa ada kandidat hakim yang berpotensi melanggar konflik kepentingan karena ada beberapa hakim adalah purnawirawan TNI.
Hal ini akan berdampak pada kasus Paniai yang melibatkan IA, terdakwa kasus Paniai. Oleh karena itu, MA penting untuk memilih hakim ad hoc yang memenuhi kualifikasi terlepas jumlah minimal yang diatur sebagaimana pasal 28 UU 26 tahun 2000.
KontraS juga mengingatkan bahwa keberadaan hakim HAM bisa bertugas hingga 10 tahun jika mengacu pasal 28 ayat 3 UU 26 tahun 2000.
Oleh karena itu, hakim HAM berkualitas penting untuk ada, apalagi hakim ini berpotensi akan mengadili perkara HAM berat dari penanganan Kejaksaan Agung. Oleh karena itu, kebutuhan hakim HAM ad hoc berkualitas setidaknya 12 hakim menjadi penting untuk seleksi hakim di masa depan.
"Situasi yang dihadapi MA dan Panitia Seleksi kali ini menunjukkan ketergesaan sehingga proses pencarian Hakim Ad Hoc Pengadilan HAM tidak berjalan secara maksimal. Kondisi ini juga buah dari lambatnya respons Mahkamah Agung yang tidak segera menindaklanjuti pengumuman tindak penyidikan Peristiwa Paniai 2014 yang sudah diumumkan oleh Kejaksaan Agung sejak Desember 2021. Pengumuman rekrutmen Hakim Ad Hoc Pengadilan HAM baru dilansir oleh Mahkamah Agung pada 20 Juni 2022," Kata Fatia.
Oleh karena itu, Fatia meminta MA mempersiapkan para kandidat dalam seleksi hakim HAM ad hoc hingga bisa menggelar pengadilan HAM untuk peristiwa Paniai.
Terpisah, Komisi Yudisial menegaskan bahwa kewenangan pemilihan hakim berada sepenuhnya di tangan Mahkamah Agung. Mereka hanya membantu proses seleksi dan tidak terlibat dalam pemilihan hakim.
"Seleksi ini sepenuhnya ada di MA. KY sudah memberikan informasi rekam jejak para hakim sesuai dengan permintaan MA," kata Juru Bicara Komisi Yudisial Miko Ginting dalam keterangan, Senin (25/7/2022).
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Bayu Septianto