tirto.id - Boyband asal Irlandia, Westlife baru saja menuntaskan konser pertama mereka di Indonesia, setelah bubar pada tahun 2012. Namun, penampilan dari Shane Filan, Mark Feehily, Kian Egan, dan Nicky Byrne yang diselenggarakan di ICE BSD, Tangerang pada tanggal 6 dan 7 Agustus 2019 ini ternyata memunculkan kekecewaan penonton.
Para penonton yang kecewa itu menumpahkan kekesalannya kepada panitia penyelenggara dalam unggahan poster konser di akun Instagram Full Color Party. Alasannya beragam, seperti tata letak yang kacau, penonton kelas Diamond (kelas dengan harga tertinggi di konser ini) yang mendapat kursi duduk setara platinum, pertunjukan yang terlambat, hingga protes dari orang dengan disabilitas yang tidak mendapat bangku khusus selama konser.
Protes penonton semakin kencang ketika pihak promotor menghapus salah satu unggahan yang diisi kekecewaan dari para pemuja westlife.
Akses Buruk Bagi Pelanggan Disabilitas
Andreas, 28 tahun, adalah salah satu penonton konser yang kecewa dengan pertunjukan kali ini. Andreas adalah orang dengan disabilitas. Ia menumpahkan kekesalan melalui akun Instagram-nya. Hal yang paling ia keluhkan adalah karena tempat duduknya yang bercampur dengan penonton lainnya.
Saat dihubungi Tirto, pengusaha kaos ini mengungkapkan buruknya pelayanan promotor terhadap penonton.
“Jadi saya cerita garis besarnya saja, dari pembelian tiket kan saya sudah mencoba untuk menjelaskan ke promotornya [tentang kondisinya], karena saya biasa dengan nonton konser, biasanya orang dengan disabilitas tempat duduknya dipisah. Mereka mengatakan akan nyaman, akan kelihatan,” ujar Andreas kepada Tirto, Jumat (9/8/2019).
Nyatanya, saat pertunjukan berlangsung, ia tak bisa melihat dengan baik performa Westlife. Penonton di depannya lebih tinggi dari dia, serta mampu berdiri. Itu jelas menghalangi dirinya.
Menurut Andreas, konser ini memiliki pelayanan yang kurang ramah terhadap orang dengan disabilitas. Andreas tahu betul bagaimana seharusnya penyelenggara melayani para penonton disabilitas, sebab ia sudah berkali-kali menyaksikan pertunjukan musik.
“Pernah nonton Justin Bieber, Ariana grande, Selena Gomez, Taylor Swift, dan Shane sudah pernah ketemu dua kali dan di konser kedua dia, sempat saya lihat [penonton] berdiri semua, tapi waktu itu dari satpam pengertian, yang kursi roda boleh di depan. Ini enggak boleh, kursi roda harus di tempat,” ungkap Andreas.
Selama konser, ia hanya berhasil mengabadikan aksi panggung Westlife dalam empat gambar. Itupun kualitasnya tak memuaskan.
“Karena pengalaman nonton konser, ada tempat khususnya buat kursi roda. Kayak kemarin Ed Sheeran, ada tempat khususnya. Walaupun jauh, tapi ada tempat khusus,” kata Andreas.
Menanggapi keluhan penonton, Managing Director Full Color Party, David Ananda mengklaim bahwa pihaknya telah menyediakan tempat khusus bagi orang dengan disabilitas. Ia mengaku ada dua lokasi yang disediakan untuk orang dengan disabilitas.
“Cuma problemnya, kemarin itu ramai banget. Kan banyak orang banget, karena banyak orang, sistem masuk pelan-pelan. Cuma begitu petugas kita lihat orang disabilitas, kita perlakukan istimewa dan emang kita sudah ada standar prosedurnya untuk diperlakukan istimewa dan dibawa ke tempat khusus disabilitas,” ujar David.
Meski begitu, David tak mengetahui detail tata letak untuk penyandang disabilitas, sebab dia bukanlah pelaksana lapangan.
Klaim Lebih Baik dari Konser 2011
Meski menimbulkan beragam kekecewaan dari para penggemar Westlife, akan tetapi menurut David, konser kali ini lebih baik ketimbang konser Westlife Gravity Tour pada tahun 2011.
Menurut laporan Gadis, konser kala itu sempat terhenti 30 menit karena banyaknya penonton yang terdorong dan tergencet. Saat konser tersebut, personel Westlife sempat marah dan mengancam enggan melanjutkan konser bila penonton tidak tertib.
David menuturkan, insiden yang terjadi pada 2011 lalu membikin personel Westlife trauma untuk menyelenggarakan konser secara festival, sehingga pihak manajemen artis itu meminta penyelenggaraan konser dengan cara duduk. David mengungkapkan, lokasi konser di ICE BSD sebenarnya bukan lokasi ideal untuk konser dengan model duduk.
“Tapi waktu itu pilihannya cuma dua, kalau saya pilih di Istora Senayan, saya bakal bikin pingsan orang lagi [seperti 2011]. Jadi akhirnya kita pilih di ICE, duduk semua. Tapi kita punya pilihan satu lagi di SICC [Sentul International Convention Centre], tapi tahu sendiri buat masuk ke sana itu butuh effort, sedangkan ICE BSD lebih mudah,” ungkapnya.
David mengklaim, pihaknya telah membuat sistem berundak, tapi hanya pada kelas Gold dan Silver. “Jadi di Gold itu empat bangku, ada undakan, empat bangku ada undakan. Problemnya pada berdiri gitu [penontonnya],” ujar David.
David mengaku, ia kesulitan untuk mengatur banyaknya penonton konser, ditambah kondisi yang bising.
Selain itu, promotor juga mengklaim sudah mengomunikasikan ihwal kondisi arena konser, termasuk lebar panggung. Hanya saja, manajemen menyampaikan kepada promotor kalau mereka sudah punya kriteria khusus pertunjukan.
“Kita juga sorry banget, kita enggak bisa bikin penonton kita happy, tapi itu sudah the best juga,” kata David.
Konser-Konser Buruk yang Pernah Terjadi
Pertunjukan musik yang buruk bukan hanya terjadi pada konser Westlife. Seperti diberitakan The Guardian, bulan Mei 2019 lalu, para penggemar Spice Girl memilih hengkang dari lokasi pertunjukan yang diselenggarakan di Croke Park, Dublin.
Bagi para pemirsa, “balik badan” adalah pilihan yang tepat sebagai bentuk protes atas burukya tata suara konser. Para penonton tak bisa mendengar dengan jelas lagu-lagu yang disuguhkan. Salah satu personel Spice Girl, Mel B pun mengungkapkan harapan kepada promotor agar bisa memberikan kualitas audio yang jauh lebih baik di penampilan berikutnya.
Di Indonesia, pertunjukan musik mancanegara tak hanya sekali saja menuai kritik. Konser BigBang, salah satu Boyband asal Korea Selatan, yang diselenggarakan tahun 2015 juga membuat kesal penonton. Hal itu diungkap melalui akun Twitter Fanbase BingBang Indonesia.
Pada hari konser, penggemar kecewa karena rusuhnya antrean. Promotor dinilai tak bisa mengatur kekacauan itu, bahkan cenderung angkat tangan. Selain itu, para pemegang tiket VIP merasa dibohongi karena harga mahal yang mereka bayarkan tak setimpal dengan fasilitas yang didapat.
Tahun 2016 lalu, TheJakarta Post pernah melaporkan kegeraman para fans EXO terhadap para petugas keamanan. Para penonton yang berusia sekitar 20 hingga 30 tahun itu mengaku pengamanan konser yang diselenggarakan di ICE BSD terlalu berlebihan. Saking ketatnya, petugas keamanan dianggap melakukan pelecehan terhadap penonton.
“Ketika saya melewati pos pemeriksaan keamanan, saya terkejut, karena petugas menyentuh payudara saya dan menarik bra saya,” ungkap Alia kepada The Jakarta Post.
Meski petugas pemeriksa kala itu adalah perempuan, akan tetapi pemeriksaan itu dilakukan di depan petugas pria, sehingga memicu kemarahan tersebut. Penggemar Exo lainnya bahkan mengaku, petugas keamanan telah menyentuh selangkangan mereka.
Para fans geram, tapi ketika mereka protes, petugas keamanan menganggap mereka berlebihan karena penyelenggara menganggap bahwa petugas pemeriksa adalah sesama perempuan, bukan laki-laki.
Bisakah Penonton Meminta Uang Kembali?
Dalam kolom komentar di Instagram Full Color Party, para penonton menuntut penyelenggara untuk mengembalikan uang tiket yang mereka bayarkan. Bisakah hal itu diwujudkan?
The Guardian pernah mengulas tentang pertunjukan musik yang buruk dan mungkin tidaknya promotor mengembalikan uang tiket itu.
Harapan penonton yang tinggi dalam sebuah pertunjukan musik tentu sangat masuk akal, sebab uang yang mereka keluarkan tak sedikit untuk mendapat hiburan yang sempurna. Mereka bahkan rela berebut tiket dengan penggemar lainnya, memantau layar gawai, dan antre berjam-jam untuk menukar tiket.
Menurut Ahli Hukum Konsumen Jonathan Silverman dari firma hukum London Laytons, pengunjung konser yang tak puas terhadap pertunjukan itu berhak mendapat imbalan.
“Ketika Anda telah membayar untuk pergi ke konser, ada harapan yang masuk akal bahwa Anda harus dapat mendengarnya. Ketika Anda telah membayar £ 170 untuk tiket, harapan itu semakin besar. Jika promotor gagal memberikan konser yang dijanjikannya dengan pelayanan dan keterampilan yang mumpuni, pengunjung konser berhak untuk mendapat imbalan,” kata Silverman kepada The Guardian.
Untuk melancarkan tuntutannya, Silverman mengungkap bahwa penonton harus membawa sebanyak mungkin bukti obyektif, misalnya unggahan media sosial atau ulasan pers. Jika menang, pengadilan akan memberikan proporsi kompensasi tiket yang dibayarkan.
Namun, langkah itu tak mudah, sebab penilaian dalam pertunjukan musik adalah hal yang sangat subyektif. Setiap orang punya penilaian berbeda-beda.
Managing Director Full Color Party, David Ananda mengungkapkan bahwa protes keras dari penonton itu karena ada rumor yang disebarkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab bahwa tiket konser akan dikembalikan jika banyak protes.
“Jujur banyak yang komplain karena banyak rumor yang beredar, katanya ini bisa refund, aku mau bilang itu rumor, enggak akan bisa refund, karena kita sudah deliver show yang oke, yang the best, walaupun kita banyak kekurangan, tapi show udah jalan,” tuturnya.
Jika penonton tak puas dengan pertunjukan di ICE BSD, David mengungkapkan bahwa penggemar bisa membeli tiket Westlife yang diselenggarakan di kota lain, sebab setelah ini Westlife masih tampil di Palembang, Semarang, dan Magelang.
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti