tirto.id -
Kepala Kepolisian Resor Flores Timur, AKBP Deny Abraham, ketika dikonfimasi Antara dari Kupang, Kamis sore, membenarkan adanya konflik antarwarga tersebut.
“Iya betul ada konflik antarwarga di Desa Sandosi, Kecamatan Witihama di Pulau Adonara bagian timur,” katanya.
Dia mengatakan konflik antarwarga tersebut terjadi akibat perebutan lahan, namun belum diketahui seperti apa kronologis munculnya peristiwa.
“Ratusan personel BKO dari berbagai daerah seperti Lembata, Sikka, dan dari Polda NTT diterjunkan untuk menjaga situasi kamtibmas di Sandosi,” kata Deny Abraham ketika dihubungi ANTARA dari Kupang, Jumat (6/3/2020).
Dia mengatakan hal itu berkaitan dengan pengerahan personel keamanan untuk mengamankan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) di Desa Sandosi, Kabupaten Flores Timur, NTT akibat konflik berdarah memperebutkan tanah.
Deni menjelaskan, para personel yang melakukan pengamanan di lapangan saat ini terdiri dari aparat kepolisian dari Polres Flores Timur dan jajaran Polsek sebanyak 1 SSK (Satuan Setingkat Kompi) berjumlah sekitar 100 orang.
Sementara personel polisi BKO dari daerah lain di antaranya Kabupaten Lembata sebanyak 1 SST (Satuan Setingkat Peleton) berjumlah 30 orang, Kabupaten Sikka 1 SST, Dalmas Polda NTT 1 SST, serta personel Brimob dari Sikka 1 SKK. Bantuan pengamanan situasi juga dilakukan personel TNI dari Komando Distrik Militer (Kodim) setempat sebanyak 1 SST.
Peristiwa "perang tanding" antarwarga dua suku di Desa Sandosi pecah pada Kamis (5/3/2020) pagi di wilayah perkebunan Wulen Wata dan menewaskan enam orang.
Korban tewas di antaranya dari suku Kwaelaga masing-masing berinisial MKK (80), YMS (70), YOT (56), dan SR (68), sedang dari Suku Lamatokan adalah YH (70) dan WK (80).
Warga Adonara Diminta Tak Terprovokasi
“Kami meminta masyarakat agar jangan sampai terprovokasi dengan konflik antarwarga yang terjadi Sandosi Kamis (5/3) pagi tadi,” katanya saat dihubungi Antara dari Kupang.
Dia mengatakan sudah meminta seluruh camat se-daratan Pulau Adonara serta para kepala desa agar mengimbau dan menahan masyarakatnya jika memiliki niat membantu suku-suku yang lagi bertikai.
Hal ini penting karena di Adonara secara budaya Lamaholot (sebutan untuk suku bangsa yang berdiam di sebagian wilayah Kabupaten Flores Timur, Lembata, Alor) dikenal yang namanya nara atau sekutu lintas desa atau wilayah.
“Jadi jangan ajak nara atau sekutu, biarkan pemerintah dan aparat keamanan yang menyelesaikan masalah yang ada,” katanya menegaskan.
Agustinus juga meminta masyarakat agar tidak membuat postingan di media sosial berisi hal-hal yang provokatif yang dapat memperuncing keadaan.
“Jika ada yang posting bernada provokatif kami berharap aparat Kepolisian segera bertindak untuk mengamankan,” katanya.
Pihaknya mengajak seluruh masyarakat Flores Timur untuk mendoakan agar masalah tersebut segera diselesaikan dan tidak ada lagi korban jiwa.
“Pemerintah tentu juga turut berduka cita atas tragedi kematian saudara-saudara kita di Sandosi,” katanya.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Abdul Aziz