tirto.id - Komunitas Perempuan Berkebaya Indonesia menggelar diskusi bertajuk 'Indonesia Berkebaya', auditorium basement gedung B Museum Nasional, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (16/7/2019).
Terdapat 200 perempuan pecinta kebaya dari bemacam-macam organisasi dan organisasi perkumpulan istri.
Mereka datang dengan mengenakan kebaya dan kain sarung tradisional, sebagian lagi memilih kebaya kasual yang dipadupadankan dengan aksesori kekinian.
Pendiri Komunitas Perempuan Berkebaya, Rahmi Hidayati, acara diskusi digelar Hari Selasa sesuai dengan gerakan Selasa Berkebaya yang digagas oleh komunitas ini sejak 2014.
"Dukungan ini menunjukan gerakan berkebaya yang kita gaungkan. Terutama yang digaungkan oleh Komunitas Perempuan Berkebaya sejak tahun 2014 diterima secara luas," kata Rahmi.
Acara tersebut mendapat dukungan dari berbagai pihak, khususnya dari organisasi-organisasi perempuan ibu kota, mahasiswa Universitas Pelita Harapan (UPH), Museum Nasional dan Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbud.
Rencananya, Komunitas Perempuan Berkebaya Indonesia akan memperjuangkan aspirasinya dengan mengusulkan penetapan hari berkebaya nasional kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Rahmi mengimbau para perempuan pecinta kebaya untuk melestarikan sekaligus mensosialisasikan kebaya kepada generasi muda. Caranya, kata dia, dengan mendidik anak-anak putri melalui gerakan kebaya masuk sekolah.
Salah satu pembicara, Musa Widyatmodjo mengamini gagasan desainer busana Indonesia itu.
"Sosialisasi itu penting. Salah satunya melalui pendidikan. Kita orang Indonesia tetapi tidak pernah diajarkan menjadi orang Indonesia," kata Musa.
Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid mengatakan, jika ingin agar kebaya lestari maka pemerintah dan organisasi-organisasi lain harus lebih banyak membuat even.
"Dengan demikian, masyarakat memiliki alasan untuk membiasakan diri mengenakan busana nasional," ujar dia.
Penulis: Indira Ardanareswari
Editor: Zakki Amali