tirto.id - Hari ini tepat 206 hari pasca-peristiwa penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan. Namun sampai saat ini, proses pengungkapan kasus ini belum menemui titik terang. Pimpinan KPK mempertimbangkan untuk pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) guna mengungkap pelaku penyerangan Novel.
Menanggapi hal tersebut, Komisioner Kompolnas Poengky Indarti menyatakan persetujuan untuk membentuk TGPF sepanjang itu mendukung polisi dalam mengungkapkan kasus ini. "Negara ini kan negara hukum, ujung-ujungnya nanti balik ke polisi," ujar Poengky di Gado-Gadi Boplo, Jakarta, Sabtu (4/11/2017).
Ia berkaca pada kasus yang terjadi pada Munir yang saat itu juga dibentuk TGPF. Saat TGPF Kasus Munir bekerja, sempat ada kendala karena status TGPF yang tidak formal secara hukum. "Waktu itu kami mengalami kesulitan saat akan memeriksa intelijen," tutur Poengky.
Kasus ini, menurutnya, dapat diselesaikan oleh kepolisan. Jika ada masukan dari masyarakat atau tokoh yang mengetahui fakta terkait kasus ini, hal itu bisa disampaikan kepada penyidik/penyelidik. Ia juga menyebutkan perlu kerja sama dengan Novel perihal pemberian keterangan dan informasi.
"Kita memang harus hati-hati menangani kasus ini," tegas Poengky.
Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak justru dengan tegas mengatakan pembentukan TGPF untuk kasus ini harus segera dilakukan. "Kasus-kasus besar yang melibatkan kepolisian sering kali enggak tuntas. Apalagi ini. Sebab itu kita butuh pihak ketiga, yaitu TGPF ini," ujar Dahnil.
Ia menilai, jika Presiden Joko Widodo membentuk TGPF, masyarakat sipil akan memiliki peran untuk membantu. Dicontohkannya seperti LBH, KontraS, Pemuda Muhammadiyah dan keluarga Novel. "Mereka pasti turut membantu memberi data dan fakta," imbuhnya.
Secara teknis, menurut Dahnil, kasus ini bisa diungkap sesegera mungkin. Namun baginya, masalah yang dihadapi bukan lagi masalah teknis. "Tapi masalah politik, political will, mau atau tidak. Itu saja," jelasnya.
Ketua Divisi Advokasi Muhammad Isnur menyebutkan hal senada. Ia menilai, perlu adanya secondopinion lewat TGPF dalam pengungkapan kasus Novel. Hal ini didasari oleh riwayat panjang serangan terhadap Novel Baswesan, juga alasan Novel yang tidak percaya pada polisi.
"Kita harus ingat rangkaian serangan Novel tidak hanya sejak April 2017, tapi sejak 2012," jelas Isnur.
Menurutnya, jika kasus ini dibiarkan lama, sanksi dan bukti akan semakin sulit dicari dan kasus ini akan semakin kabur untuk diselesaikan. Ia menilai, pembentukan TGPF akan sama dengan Tim Delapan yang dibentuk SBY pada 2012 silam.
"Terbukti, sekarang sampai 206 hari belum ada pembuktian," ujar Isnur.
Pada 2012, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono pernah membuat Tim Delapan untuk kasus serupa Novel. Jokowi juga pernah membuat Tim Sembilan untuk kasus Budi Gunawan.
"Jokowi harus beri target yang jelas. Kami juga percaya Kapolri, kalau punya niat yang sungguh-sungguh, pasti bisa," ucap Isnur.
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra