tirto.id - Komite Rakyat Alternatif (KRA) melakukan aksi di depan Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta Pusa. Mereka menuntut agar ruang demokrasi di Indonesia diperluas
"Sekarang kan ruang demokratisnya diperkecil," kata Humas KRA, Herman Abdurrahman, kepada reporter Tirto saat ditemui di depan Gedung KPU, Jakarta Pusat, pada Jumat (8/3/2019).
KRA terdiri dari sejumlah organisasi di antarnya Partai Rakyat Pekerja (PRP), Konfederasi Serikat Nasional (KSN), Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR), Kongres Politik Organisasi (KPO), Konfedarasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI), serta Sentral Gerakan Buruh Nasional (SGBN).
Sejumlah organisasi yang tergabung dalam KRA itu sepakat menyebut bahwa adanya sejumlah partai politik yang telah memenui syarat formal hanya dijadikan dalih untuk menyatakan Indonesia sudah. demokratis
"Sekarang ruang demokrasinya, partai yang masuk, telah memenuhi syarat formal dan sebagainya. Lalu itu dijadikan dalih bahwa sudah demokratis," kata Herman.
Padahal, menurut Herman, Pemilihan Umum 2019 justru masih jauh dari nilai demokrasi. Partai-partai yang ada, serta pilihan presiden dan calon presiden yang ada, malah tidak mewakili kepentingan rakyat, terlebih buruh.
"Pemilu 2019," ujar orator, Akbar, dalam demonstrasi tersebut.
"Bukan pemilu rakyat," balas massa demonstrasi.
Herman menjelaskan bahwa pemilu dianggap bukan untuk kepentingan rakyat. Pasalnya, pemilu seolah hanya untuk kepentingan elit atau penguasa.
Melalui demonstrasi tersebut, mereka juga menyatakan pilihan untuk Golput.
"Politik kami adalah golput kawan-kawan. Golput hadir dari kami karena rezim yang ada tidak pernah menunjukan sikap baik ke kami. Satu dan dua adalah sama," ujar Herman dalam orasinya.
Pernyataan golput pun sebelumnya telah disuarakan oleh sejumlah organisasi maupun lembaga yang menarih perhatian di isu Hak Asasi Manusia (HAM).
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Irwan Syambudi