Menuju konten utama

Komisi XI DPR RI Nilai Kenaikan SRUT Bisa Kejar Target PNBP

Komisi XI DPR RI optimistis kenaikan biaya Penerbitan Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT) di Indonesia akan meningkatkan Penghasilan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada 2017.

Komisi XI DPR RI Nilai Kenaikan SRUT Bisa Kejar Target PNBP
Warga antre untuk memperpanjang Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) di Samsat, Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (5/1/2017). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan.

tirto.id - Biaya Penerbitan Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT) di Indonesia mengalami peningkatan pada tahun 2017 semenjak terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2016. Komisi XI DPR RI mendukung keputusan tersebut karena kenaikan ini bisa meningkatkan Penghasilan Negara Bukan Pajak (PNBP) Indonesia.

Anggota Komisi XI DPR, Andreas Susetyo optimistis penerbitan SRUT ini bisa menunjang kenaikan penerimaan PNBP Indonesia.

“Ya bagus, karena kan ini nantinya bisa mencapai target PNBP yang telah kita (Komisi XI) tetapkan dalam APBN,” ujar Andreas di Gedung DPR RI, Jakarta pada Kamis (23/2/2017).

Sebetulnya, Komisi XI DPR RI sudah menurunkan target PNBP tahun ini, sebesar 1,9 persen, dibanding pencapaian APBN-P 2016 yang sebesar 240,4 triliun rupiah. Namun, ia berharap, dengan terbitnya PP Nomor 15 Tahun 2016, penghasilan PNBP bisa meningkat drastis.

Ia juga menjelaskan bahwa kenaikan ini dirasa wajar. Baginya, sudah lebih dari 5 tahun biaya kepengurusan SRUT, termasuk STNK dan BPKB, tidak pernah naik dan sekarang adalah waktu yang tepat menaikkannya.

Hanya saja, menurut Andreas, pemerintah seharusnya menaikannya secara bertahap dan tidak menyeluruh.

“Saya kira itulah yang memang harus dikhawatirkan oleh pemerintah. Masalahnya apa saja yang ingin naik dan sektor apa saja yang perlu naik,” ujar dia.

Adapun, Ketua Komisi XI DPR RI, Melchias Marcus Mekeng menilai sebenarnya biaya pajak yang dibebankan pada STNK tidak mengalami kenaikan. Kenaikan hanya terjadi di biaya administratif saja.

Dari segi tersebut, ia menilai bahwa kenaikan ini juga sangat wajar. Senada dengan Andreas, menurut dia, kenaikan ini sudah lama tidak dilakukan, jadi publik seharusnya bisa menerima.

“Protes mah biasa di dalam demokrasi, toh akhirnya masyarakat melihat yang dinaikin bukan pajaknya, (biaya) administrasinya,” ujar dia.

“Karena 35.000 (besar biaya SRUT per 1 kendaraan) sejak tahun berapa itu? Kalau sudah kelamaan harus diadjust dengan kekinian dong.”

Menurut dia, selama harga kenaikan tidak terlalu tinggi, maka hal itu lazim ditetapkan pemerintah.

“Daripada bertahap-tahap dan menjadi isu terus? Mending sekaligus dinaikan,” tuturnya.

Sedangkan untuk pembahasan RUU PNBP sendiri baru akan dimulai lagi dari awal setelah masa reses usai pada pertengahan Maret mendatang.

Melchias mengaku Panja RUU PNBP sudah bekerja sampai mendalami masalah daftar inventarisasi masalah (DIM). Namun, karena banyak institusi yang belum dipanggil, pembahasan harus dikaji ulang.

“Ada beberapa institusi negara yang mendapat PNBP yang belum kita panggil. Jadi mau kita panggil biar ketahuan PNBP ini kayak gimana. Kehakiman belum dipanggil, kemarin ‘kan dipanggil PNBP kehutanan segala macam,” kata Melchias.

Ia sendiri mengaku belum bisa memastikan berapa lama lagi RUU PNBP ini akan selesai. Ia berkeras bahwa bila RUU masih dianggap kurang, maka tidak akan disahkan dan akan terus dibahas. Pembahasan akan dimulai lagi dari rapat dengar pendapat umum.

“Ya masih masuk RDPU, abis ini masuk kembali ke RDPU, baru jalan,” ujarnya.

Baca juga artikel terkait TARIF STNK atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Politik
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Addi M Idhom