tirto.id - Anggota Komisi VIII DPR RI Rahayu Saraswati menyatakan bahwa selama satu tahun ke depan akan sulit untuk melakukan pembahasan terkait revisi UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 7 ayat (1). Revisi tersebut merupakan perintah yang dibacakan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) yang ditujukan ke DPR.
"Sayangnya, sangat kecil kemungkinan pembahasan dilakukan satu tahun ke depan ini karena penyelenggaraan pemilu dan waktu yang terbatas sebelum periode ini berakhir," kata Rahayu kepada Tirto pada Jumat (14/12/2018) siang.
Sebelumnya, MK mengabulkan tuntutan yang dilakukan oleh tiga orang yakni Endang W, Maryanti, dan Rasminah. Mereka menggugat karena undang-undang perkawinan masih dianggap diskriminatif terhadap perempuan.
Selain itu, pasal tersebut dinilai melegalkan pernikahan anak karena batas usia terendah perempuan boleh menikah adalah 16 tahun.
"Memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk dalam jangka waktu paling lama tiga tahun, melakukan perubahan terhadap UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan," kata Anwar Usman selaku Ketua Majelis saat membacakan hasil keputusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (13/12/2018).
Terkait revisi atas UU tersebut, pihak DPR kemungkinan akan menyerahkannya ke kepengurusan selanjutnya.
"Sehingga harapan kami, siapa pun yang akan berkuasa nanti harus memiliki political will untuk mendorong percepatan pembahasan perubahan UU Perkawinan ini guna memastikan pengurangan angka perkawinan anak yang dampaknya sangat luas dari peningkatan angka KDRT, [angka kematian ibu dan bayi] AKI dan AKB, sampai penurunan kontribusi pembangunan dari anak-anak yang mengalami perkawinan anak," kata politisi Gerindra tersebut.
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian tuntutan atas gugatan uji materi UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 7 ayat 1 terkait batas usia perkawinan, Kamis (13/12/2018).
Dalam Undang-Undang Perkawinan saat ini diatur bahwa usia minimal perempuan untuk menikah adalah 16 tahun, sedangkan laki-laki adalah 19 tahun. MK memutuskan bahwa pasal tersebut bermasalah dan harus segera direvisi dengan batas paling lama tiga tahun oleh pembentuk undang-undang.
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Maya Saputri