tirto.id - Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyetujui pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Hukum Acara Perdata.
Hal itu disampaikan dalam rapat kerja, yang dipimpin Wakil Ketua Komisi III DPR Adies Kadir, bersama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (16/2/2022).
Seluruh fraksi di Komisi III DPR memberikan pandangan umum dan menyetujui RUU Hukum Acara Perdata untuk dibahas di DPR. RUU Hukum Acara Perdata tersebut akan dibahas di tingkat panitia kerja (panja) dengan 1.239 daftar inventarisir masalah (DIM), demikian Antara melaporkan.
"Berdasarkan hasil kompilasi dari masing-masing fraksi, maka dapat kami sampaikan DIM RUU tentang Hukum Acara Perdata sebanyak 1.239 DIM. Banyak juga nih, Pak Menteri," kata Adies di Jakarta, Rabu.
Rincian DIM RUU Hukum Acara Perdata tersebut ialah 930 bersifat tetap, 172 bersifat redaksional, 137 bersifat subtansi, serta 83 bersifat subtansi baru.
"Rapat selanjutnya yaitu pembahasan tingkat panja yang akan dilakukan pada masa sidang empat Tahun Sidang 2021 2022, dengan agenda-agenda pembahasan DIM," tambahnya.
Adies Kadir, dari fraksi Partai Golkar, dipilih menjadi Ketua Panitia Kerja RUU Hukum Acara Perdata, berdasarkan keputusan rapat internal Komisi III DPR RI pada 11 Januari 2022.
"Telah diputuskan bahwa yang akan menjadi Ketua Panja Rancangan Undang-Undang tentang Hukum Acara Perdata yaitu Adies Kadir. Untuk itu, kami meminta persetujuan kembali apakah dapat menyetujui?" kata Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi PAN Pangeran Khairul Saleh.
"Setuju," kata para anggota Komisi III DPR yang hadir secara hybrid.
Sementara itu, Yasonna memaparkan sejumlah poin penambahan dan penguatan terkait RUU Hukum Acara Perdata
"Sebagai penyempurnaan, terdapat norma penguatan dalam RUU Hukum Acara Perdata," kata Yasonna.
Poin penambahan dan penguatan dalam RUU Hukum Acara Perdata tersebut antara lain mengenai pihak yang menjadi saksi dalam melakukan penyitaan, jangka waktu pengiriman permohonan kasasi, memori kasasi, kontra-memori kasasi, dan kepastian waktu pengiriman salinan putusan kasasi ke pengadilan negeri.
Poin selanjutnya ialah kepastian waktu pengiriman salinan putusan kasasi ke para pihak, syarat kondisi ketika Mahkamah Agung (MA) ingin mendengar sendiri para pihak atau saksi dalam pemeriksaan kasasi, serta penguatan batas waktu pengiriman berkas perkara Peninjauan Kembali (PK) ke MA.
Termasuk juga mengenai reformulasi pemeriksaan perkara dengan acara singkat, pemeriksaan perkara dengan acara cepat, dan reformulasi jenis putusan, tambah Yasonna.
"Penambahan norma muncul atas adanya kebutuhan hukum yang sesuai dengan kesadaran hukum masyarakat," ujarnya.
Hal itu meliputi pemanfaatan teknologi dan informasi serta pemeriksaan perkara dengan cara cepat.