tirto.id - Komisi III DPR RI mempertanyakan pengelolaan barang sitaan korupsi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPR, Senin (11/9/2017). Komisi III menganggap KPK abai terhadap barang sitaan yang berada di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan).
Anggota Komisi III Juminart Girsang mempertanyakan aset milik Tubagus Chairil Wardana alias Wawan. Juminart menyebut mobil dan motor mewah milik Wawan tidak ada di garasi Rupbasan.
"Itu disita pada 20 Januari 2014, lalu dititipkan di Rupbasan pada 25 Januari 2016. Selama dua tahun itu dimana?" kata Juminart di Komplek DPR Senayan, Senin (11/9/2017).
Politisi PDIP ini juga menyebut KPK telah menyita kembali 14 mobil pada 27 Januari, tapi juga tidak ditemukan di Rupbasan.
"Lalu ke mana total 47 mobil ini?" kata Juminart.
Tidak hanya Juminart, anggota Komisi III Adies Kadir juga mempertanyakan mobil Porsche warna kuning milik Ratu Atut Chosiyah yang sempat viral karena masih bisa berada di jalanan setelah diblokir KPK.
"Disebut barang blokiran, kalau itu kita harus berapa banyak yang diblokir. Jangan sampai yang seliweran mobil blokiran KPK. Ini yang saya tanyakan," kata Adies di DPR, Senin (11/9/2017).
Sementara, anggota Komisi III lainnya, Masinton Pasaribu dan Misbakhun mempertanyakan pengelolaan terhadap aset-aset M Nazarudin yang mencapai Rp550 miliar. Termasuk gedung yang sudah dihibahkan kepada pemerintah.
"Kenapa hibahnya atas nama Nazarudin? Bukan atas nama pemerintah dari aset negara yang disita dari tangan Nazarudin?" kata Misbakhun di DPR.
KPK Alami Kendala Pengelolaan Barang Sitaan
Menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyatakan barang-barang sitaan tersebut memang mengalami kendala dalam pengelolaan, khususnya yang berupa mobil.
Menurut Laode, garasi di Rupbasan tidak cukup untuk menampung mobil-mobil sitaan tersebut. Akhirnya, barang-barang itu sebagian dititipkan di Kemenkumham.
Selain itu, masalah perawatan bulanan barang-barang tersebut, menurut Laode, juga terkendala dalam hal biaya. Karena, mobil-mobil mewah tersebut relatif membutuhkan biaya perawatan yang besar.
"Menurut peraturan Kemenkeu, barang-barang tersebut baru boleh dilelang setelah inkracht. Sedangkan, yang dalam bentuk mobil, nilainya semakin lama semakin menurun," kata Laode di DPR, Senin (11/9/2017).
Hal ini berbeda dengan yang berbentuk aset tanah dan bangunan. Menurut Laode, seperti aset rumah milik Djoko Susilo telah dihibahkan kepada Pemkot Solo untuk dijadikan museum.
Meskipun, menurutnya, KPK juga masih kesulitan untuk mengelola aset rumah di luar negeri, seperti dua rumah milik Wawan di Perth dan Melbourne, Australia.
Selanjutnya, menanggapi soal hibah yang dipertanyakan oleh Misbakhun dan Masinton dari aset Nazarudin, Laode juga menyatakan itu kewenangan penuh dari Kemenkeu.
"Itu ada di Peraturan Menkeu Nomor 3 tahun 2011," kata Laode.
Dalam peraturan itu, kata Laode, hibah dilakukan setelah ada keputusan hukum tetap dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu melakukan penilaian atas barang tersebut.
Sehingga, menurut Laode, tugas KPK sebenarnya hanya menyita dan memfasilitasi penyimpanan barang-barang tersebut melalui kerjasama dengan Rupbasan.
"Gedung milik Nazarudin itu dihibahkan langsung oleh Menkeu ke ANRI," kata Laode menjawab pertanyaan Komisi III soal aset-aset M Nazarudin yang mencapai Rp550 miliar, termasuk gedung yang dihibahkan ke pemerintah.
Laode pun menyatakan KPK bersedia bila DPR ingin memeriksa langsung data-data barang sitaan tersebut. Sebab, menurutnya, semua data terkait itu tercatat dengan baik oleh KPK.
"Agar kami tidak jawab normatif, silakan dicek. Kami sudah membentuk unit khusus untuk ini. Unit Labuksi pada 2011," kata Laode.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Maya Saputri