tirto.id - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat ada setidaknya 524.834 total akun bermuatan negatif yang terdata di 11 platform media sosial di Indonesia.
Platform tersebut antara lain Facebook, Instagram, Twitter, Google, Youtube, Telegram, Line, BBM, Bigo, Live Me, dan Metube. Di antara kesebelas yang terdata itu, Kominfo mendapati jumlah akun bermuatan negatif di Twitter adalah yang paling banyak: 521.530 akun.
Menteri Kominfo Rudiantara menyatakan penerapan take down (menghapus) konten negatif di Twitter telah dilakukan 99,9 persen atau sebanyak 521.431 akun. Dengan begitu, tersisa 1 persen akun konten negatif yang masih lolos.
Pada tahun 2017, Rudiantara menjelaskan, platform media sosial yang ada di Indonesia semakin koperatif membersihkan konten bermuatan negatif di setiap akun lamannya dibandingkan pada 2016.
"Kami punya catatan siapa yang koperatif dan tidak koperatif,” ungkap Rudiantara di Kominfo Jakarta pada Rabu (7/3/2018).
Rudiantara menyebutkan sejauh ini Facebook, Twitter, Google, dan Youtube, yang ia nilai kurang koperatif untuk menghapus konten negatif di platform mereka masing-masing. Ia menambahkan, di antara platform media sosial tersebut Facebook paling tidak koperatif.
Pada 2017, ada 806 akun Facebook yang diminta Kominfo untuk dihapus, tapi hanya dilakukan sebanyak 529 akun. Ada 277 akun yang masih belum dihapus atau tersisa 34 persen.
Sementara Google dan Youtube, dari 163 akun yang diminta di-take down, baru 109 akun yang ditindak. Jadi, masih ada 33 persen yang belum dihapus. Kondisi ini menurut Rudiantara berkebalikan dengan Telegram yang menghapus seluruh konten negatifnya.
"Telegram diblokir persis 2017. Pada saat itu, kami minta 110 akun Telegram take down, dan Telegram bersihin 110 akun. Telegram ini sangat koperatif," katanya menjelaskan.
Sementara, Line, BBM, Bigo, Live Me, Metube, dikatakannya tidak mengandung konten negatif. Kecuali pada 2017, BBM dan Line didapati berkonten negatif masing-masing sebanyak 5 akun dan 1 akun.
"Kalau yang enggak koperatif saya tolong minta dukungan mau diblokir atau didiamkan. Jadi, jangan salahin saya terus dan temen-temen kalau nge-blokir," terangnya.
Lalu, dia menambahkan bahwa platform yang belum koperatif ini sering kali berkeliatnya dengan beralasan mengacu pada hukum di Amerika Serikat.
"Bilangnya di AS persoalan itu dibawa ke pengadilan dulu. Nah, lu bisnis di Indonesia tapi pengadilan di AS, enak amat. Aturan wajib ikuti cara Indonesia-lah," jelasnya.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Semuel Abrijani mengatakan pemblokiran ini telah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, yaitu Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No.19/2014 tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif.
Pemerintah, ia melanjutkan, memiliki hak memblokir, tapi yang melakukan teknis pembersihan di jaringan dilakukan oleh Internet Service Provider (ISP). Sehingga, ia memproyeksikan pemerintah kan merevisi dua peraturan menteri.
"Ada dua Permen (peraturan menteri) yang harus jadi satu, tapi satu lagi itu adalah haknya ISP, pemerintah cuma minta ISP untuk yang block aja," ungkap Semuel.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Yuliana Ratnasari