tirto.id - Sampai saat ini Tumblr belum memberikan klarifikasi terkait surat yang dilayangkan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sejak 28 Februari 2018. Alhasil, pemerintah pun memblokir platform mikroblog ini pada 5 Maret 2018.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkominfo, Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan pemblokiran ini telah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, yakni Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No.19/2014 tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif.
"Kalau ada konten ilegal dan bisa dibuktikan hukum kita pasti akan lakukan take down atau pemblokiran. Kita enggak bisa blokir tanpa ada dasar hukum, karena kita bisa dituntut. Pemerintah sekarang enggak kebal hukum kayak dulu," ungkap Semuel di kantor Kominfo Jakarta pada Rabu (7/3/2018).
Ia menjelaskan bahwa pemerintah memiliki hak blokir, tapi yang melakukan teknis pembersihan di jaringan tetap dilakukan oleh Internet Service Provider (ISP). Sehingga, ia memproyeksikan akan merevisi dua peraturan menteri (Permen). "Ada 2 Permen yang harus jadi satu, tapi satu lagi itu adalah haknya ISP, pemerintah cuma minta ISP untuk block yang aja," ungkap Semuel.
Sebelum melakukan pemblokiran, pihaknya sudah mengantongi bukti penyelidikan digital. "Kalau mereka sudah hapus (buktinya) kami, masih ada keterangan tanggal, nama file, dan lain-lain. Ada forensik digitalnya," ujar Semuel.
Tumblr mendapatkan sikap keras dari pemerintah karena banyak masyarakat yang melaporkan adanya konten bermuatan asusila di dalamnya. "Kemudian kami melakukan pengecekan, ditemukan 360 konten yang tergolong asusila," kata dia.
Semuel menjelaskan bahwa pihaknya memang pernah memblokir Tumblr, tapi yang second domain. "Tapi, sekarang udah masuk ke aplikasi. Selama dia membersihkan itu (konten asusila) kita bisa buka lagi. Setelah semua persyaratan dipenuhi 2 kali 24 jam pemerintah wajib buka lagi," jelasnya.
Ia menyebutkan sepanjang Januari 2018 sudah ditemukan 100 ribu konten pornografi dalam website dan sudah diblokir. Temuan ini lebih tinggi dibanding sepanjang 2017 lalu, yakni sebesar 19 ribu.
"Hanya 19 ribu sepanjang 2017 dilihat satu-satu secara manual. Kemarin satu bulan saja dengan ala deteksi udah 100 ribu," ungkap Semuel.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Alexander Haryanto