Menuju konten utama

Komentar PBNU dan MUI Soal Polemik Puisi Sukmawati

PBNU dan MUI mengimbau umat Islam menyikapi polemik tentang puisi karangan Sukmawati dengan tenang dan mengedepankan tabayyun atau klarifikasi.

Komentar PBNU dan MUI Soal Polemik Puisi Sukmawati
Sukmawati Soekarnoputri. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja.

tirto.id - Puisi berjudul “Ibu Indonesia” karya Sukmawati Soekarnoputri, yang dinilai oleh sebagian pihak menghina agama Islam, ditanggapi oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Puisi itu memicu polemik dan berujung pada pelaporan Sukmawati ke kepolisian.

Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini mengaku memilih berbaik sangka terhadap Sukmawati. Helmy menilai Sukmawati belum tentu berniat menghina agama Islam saat membacakan puisi tersebut.

"Saya berkeyakinan tidak ada niatan dari Sukmawati untuk melecehkan Islam,” kata Helmy kepada wartawan di Jakarta, pada Rabu (4/4/2018) seperti dikutip Antara.

“Terkait puisi Sukmawati, hendaknya kita mengedepankan tabayyun [klarifikasi], karena mungkin pemahaman atau penyampaian Bu Sukmawati terhadap makna syariat Islam tidak utuh," Helmy menambahkan.

Sukmawati telah meminta maaf atas puisinya itu, pada hari ini. Ia menegaskan tidak berniat menghina agama Islam. Dia membacakan puisi itu di acara peragaan busana "Sekarayu Sriwedari" untuk memperingati 29 tahun perancang Anne Avantie berkarya di Indonesia Fashion Week, 29 Maret lalu.

Menurut Helmy Faishal, verifikasi dan klarifikasi adalah langkah penting sebagai bagian dari kehati-hatian dalam menyikapi polemik sehingga semua pihak bisa lebih jernih dalam melihat persoalan.

Helmy mengimbau polemik mengenai puisi Sukmawati itu diselesaikan terlebih dahulu melalui dialog dan silaturahmi, dan tidak harus langsung dibawa ke ranah hukum. Ia meminta masyarakat tetap tenang menyikapi polemik ini dan tidak melakukan tindakan yang justru akan memperkeruh keadaan.

"Mari tetap kita sikapi dengan tenang dan kepala dingin," kata dia.

Kendati demikian, Helmy berpendapat para tokoh masyarakat sebaiknya lebih berhati-hati dalam memilih kalimat atau diksi saat berinteraksi di ruang publik. Menurut dia, penggunaan kalimat yang dapat berpotensi mengganggu kerukunan dan bangunan ke-Indonesiaan perlu dihindari.

"Menjadi Indonesia seutuhnya adalah bagian dari bersyariah. Seluruh nilai Pancasila adalah Islami. Maka, tak perlu dipertentangkan,” kata Helmy.

“Banyak yang tidak utuh memahami makna syariah. Syariah tidak identik dengan khilafah (negara agama). Menjadi warga negara Indonesia yang taat itu juga sudah bersyariah," dia melanjutkan.

MUI Minta Sukmawati Lebih Bijak Saat Mengarang Puisi

Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga berkomentar mengenai polemik puisi Sukmawati. Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid Saadi meminta Sukmawati lebih bijak saat mengarang dan membaca puisi.

Dia menilai puisi berjudul “Ibu Indonesia” karangan Sukmawati menyangkut hal yang sensitif yaitu tentang ajaran agama.

"Seharusnya beliau lebih bijak dalam memilih diksi dalam mengungkapkan narasi puisinya sehingga tidak membuka ruang interpretasi yang dapat menimbulkan kesalahpahaman dan ketersinggungan pihak lain, khususnya umat muslim," kata Zainut di Jakarta, pada hari ini.

Zainut juga meminta umat Islam tetap tenang menyikapi polemik ini dan tidak terpengaruh untuk melakukan tindakan-tindakan melanggar hukum. Islam, menurut dia, mengajarkan kepada umat muslim untuk melakukan proses tabayyun atau klarifikasi dalam setiap menerima kabar.

"Islam mengajarkan kepada umat muslim untuk menolong saudaranya yang berbuat zalim dan juga yang dizalimi. Dan ajaran Islam juga mengajarkan kepada kita semuanya untuk saling berwasiat dan menasihati dalam masalah kebaikan dan kesabaran," kata dia.

Baca juga artikel terkait KASUS UJARAN KEBENCIAN

tirto.id - Sosial budaya
Sumber: antara
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom