Menuju konten utama

Koalisi Sipil Somasi Menkes Agar Cabut Aturan Vaksin Berbayar

Aturan vaksin berbayar bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan UU tentang kesehatan.

Koalisi Sipil Somasi Menkes Agar Cabut Aturan Vaksin Berbayar
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin melihat ponselnya saat akan mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Komplek Parlemen, Jakarta, Kamis (8/4/2021). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/rwa.

tirto.id - Koalisi masyarakat sipil melayangkan surat somasi terbuka kepada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin agar segera mencabut peraturan mengenai vaksin berbayar. Aturan itu dinilai bertentangan dengan konstitusi.

Koalisi yang melayangkan somasi itu di antaranya Lapor COVID-19, YLBHI, ICW, LBH Masyarakat, LBH Jakarta, Lokataru, Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Pusat Studi Hukum HAM Fakultas Hukum Universitas Airlangga, dan Forum Bantuan Hukum Untuk Kesetaraan (FBHUK).

"Memberikan somasi kepada Menteri Kesehatan RI untuk segera mencabut dan/atau membatalkan ketentuan Pada Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Kesehatan No. 19 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), yang mengatur tentang vaksin berbayar," tulis surat tertanggal 29 Juli 2021 tersebut.

Surat somasi ini dikonfirmasi oleh Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati. Ia menyebut somasi sebagai bentuk protes melalui jalur hukum.

"Karena kalau hanya [protes] lisan, secara hukum [aturan] tetap berlaku dan bisa sewaktu-waktu diberlakukan bahkan tanpa diketahui masyarakat," kata Asfinawati saat dihubungi reporter Tirto, Jumat (30/7/2021).

Sejumlah alasan somasi ini dilayangkan di antaranya bahwa pada angka 5 Pasal 1 Permenkes No. 19 Tahun 2021, berbunyi: Vaksinasi Gotong Royong adalah pelaksanaan vaksinasi COVID-19 kepada individu/ orang perorangan yang pendanaannya dibebankan kepada yang bersangkutan, atau pelaksanaan vaksinasi COVID-19 kepada karyawan/ karyawati, keluarga atau individu lain terkait dalam keluarga yang pendanaannya ditanggung atau dibebankan pada badan hukum/ badan usaha.

Kemudian bahwa dalam masa pandemi COVID-19 vaksin merupakan salah satu intervensi pengendalian pandemi yang berperan besar dalam menyelamatkan nyawa manusia. Akan tetapi, ketika ketersediaan vaksin COVID-19 masih terbatas, maka itu adalah barang publik, sehingga tidak etis jika pemerintah menerbitkan kebijakan vaksin mandiri atau berbayar.

Selain itu, ketersediaan vaksin saat ini pun masih belum menjangkau seluruh target yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yaitu sebanyak 208.265.720 penduduk.

Oleh karena itu, aturan tersebut dinilai bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya, yakni kewajiban memenuhi hak atas kesehatan warga negara yang dalam hal itu diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan kewajiban melindungi hak warga negara untuk sehat yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Vaksin berbayar juga dinilai makin memberatkan beban ekonomi masyarakat yang sudah terpuruk akibat pandemi COVID-19.

Oleh karena itu, koalisi masyarakat sipil meminta agar Menkes segera mencabut aturan mengenai vaksin berbayar dalam waktu 7x24 jam.

"Jika dalam waktu tersebut tidak dipenuhi kami akan melakukan langkah-langkah hukum dan konstitusional sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku," tulis somasi tersebut.

Baca juga artikel terkait VAKSIN BERBAYAR KIMIA FARMA atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Gilang Ramadhan