tirto.id - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengklaim kerusakan ekosistem akibat pembuangan limbah tailing PT Freeport Indonesia (PTFI) sudah diantisipasi.
Hal itu disampaikan Inspektur Jendral KLHK Ilyas Assad untuk mengklarifikasi surat Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) tentang jasa ekosistem sebagai kerugian dari limbah tailing PTFI senilai Rp185 triliun. CERI, lembaga masyarakat sipil bidang energi, mengirimkan surat itu kepada KLHK pada 30 Desember 2018.
“Dampak tambang PTFI sudah diperhitungkan sejak 1997 dengan prediksi limbah 160 ribu ton per hari, sehingga solusinya dibuat penampungan limbah,” ucap Ilyas kepada wartawan di gedung KLHK, Rabu (9/1/2019).
Pada 1997, kata Ilyas, KLHK sudah menerbitkan Amdal 300K, dokumen yang menjadi acuan pengelolaan dan pemantauan lingkungan di area kerja PTFI. Realisasinya PTFI membuat penampungan limbah seluas 230 kilometer persegi bernama Modified Ajkwa Deposition Area (ModADA). Limbah dialirkan dari lokasi penambangan ke ModADA melalui sungai Ajkwa dan Aghawagon.
Ilyas menuturkan bahwa pembuangan limbah memang seharusnya dilakukan pada ModADA daripada dialirkan laut. Sebab, imbuh Ilyas, kedalaman laut Arafuru di dekat tambang 100 meter, sedangkan kebutuhan lokasi pembuangan 1.000 meter.
Mengenai tudingan CERI yang menyebut limbah sudah mencapai laut, Ilyas mengklaim bahwa PTFI telah membuat tanggul di sisi barat dan timur sepanjang 54 kilometer dan 52 kilometer berjarak 4-7 kilometer dari laut. Hal itu menurut Ilyas juga membuktikan bahwa ModADA telah diperhitungkan dalam Amdal.
Selain itu, Ilyas menilai tidak persoalan penggunaan sungai Ajkwa dan Aghawagon. Hal itu mengacu izin dari Pemprov Papua dengan SK Gubernur Provinsi Irian Jaya nomor 540/2102/set. Dasar lainnya, SK Bupati Mimika nomor 4 tahun 2005 tentang pemanfaatan sungai tersebut di Kabupaten Mimika.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Zakki Amali