tirto.id - Tudingan Agus Harimurti Yudhoyono terbukti setelah melewati berminggu-minggu. Eks mayor infranteri ini menuduh Moeldoko, pensiunan jenderal TNI bertemu kader Demokrat dan menyiapkan kudeta untuk merebut Partai Demokrat yang dipimpinnya. Moeldoko berkali-kali menampiknya. Panglima TNI di era ayah AHY berkuasa ini bahkan menuding balik mantan bosnya baperan, dan pertemuannya dengan kader Demokrat hanya ngopi-ngopi. Namun, orang-orang eks kader yang menamakan diri sebagai penggagas Kongres Luar Biasa Partai Demokrat pada Jumat (5/3/2021). Mereka meminang Moeldoko sebagai ketua umum, dan dari ujung telepon ia mengiyakannya.
Moeldoko tidak hadir ketika ratusan orang berkumpul menyatakan diri memilihnya. Ia berada di kantornya, Istana Presiden Jakarta, Jumat (5/3) siang. Dalam komunikasi telepon, Moeldoko semula menanyai prosedur legal menetapan ketua umum partai. Mereka berpendapat semua asas legal terpenuhi. Setelah dianggap cukup, Moeldoko menyatakan kesediaannya dan mengucapkan terima kasih kepada peserta KLB. Moeldoko baru menunjukkan diri di area KLB pada Jumat malam, dan menyampaikan pidato kemenangan sembari tersenyum setelah merebut Demokrat dari keluarga SBY.
Beruntun terjadi konferensi pers dari AHY dan SBY usai KLB Partai Demokrat tersebut.
“[Moeldoko] selama ini selalu mengelak, kini sudah terang benderang. Tentu ini meruntuhkan seluruh pernyataan yang telah diucapkan sebelumnya. Yang katanya ia tidak tahu menahu, tidak terlibat, bahkan mengatakan semua itu permasalahan internal Partai Demokrat,” kata AHY dalam konferensi pers usai Moeldoko terpilih secara aklamasi dalam KLB Partai Demokrat di Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, Jumat (5/3/2021).
AHY menyematkan semua hal buruk dalam aksi kudeta politik Moeldoko sebagai KLB ilegal, KLB bodong, KLB tidak sah, KLB abal-abal, KLB inkonstitusional.
“Hanya 7 persen pemilik suara yang hadir pada KLB ilegal tersebut. Itu pun mereka sudah kami PLT-kan sebelum KLB ilegal dimulai. Mereka telah dibayar, diiming-imingi uang, posisi dan mimpi menggenggam kekuasaan dengan cara-cara yang tidak terpuji,” sergah AHY.
Susilo Bambang Yudhoyono, ayah AYH sekaligus Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat sedih dengan kudeta, dan mengingatkan kembali diabaikannya surat dari anaknya kepada Presiden Joko Widodo untuk menjatuhkan sanksi kepada Moeldoko sebagai Kepala KSP karena akan memakai cara inkonstitusional untuk merebut Demokrat darinya. Hingga menjelang detik-detik KLB, sekali lagi AHY meminta pemerintahan Jokowi bertindak mencegah Moeldoko, tetapi permintaannya itu tidak berbalas. Kepolisian mengakui KLB tidak berizin, tapi tidak membubarkan seperti keinginan AHY dan SBY. Dua kali permintaan bantuan diacuhkan oleh pemerintahan Jokowi membuat SBY yakin ada peran orang dalam lingkaran penguasa.
“Partai Demokrat berkabung, sebenarnya bangsa Indonesia juga berkabung, berkabung karena akat sehat telat mati [...] Moeldoko bersekongkol dengan orang dalam benar-benar tega dan dengan darah dingin melakukan kudeta ini,” kata Presiden ke-6 Indonesia ini dari kediamannya di Puri Cikeas, Bogor, Jumat (5/3).
Bencana Bagi Demokrasi
Kudeta politik Moeldoko banyak menuai kecaman dari analis politik dan politikus. Direktur Eksekutif Voxpol Research Center and Consulting, Syarwi Pangi Chaniago menyebut ada pihak eksternal bermain mencari kendaraan politik untuk persiapan pemilihan umum tiga tahun mendatang. Untuk mengetahui orang paling diuntungkan dari kudeta politik Demokrat akan tampak dari pemetaan keterlibatan aktor dalam menggelar KLB. Menempuh cara ilegal menduduki partai, kata dia, akan berpengaruh terhadap kualitas demokrasi Indonesia, demikian melansir Antara.
Dugaan serupa diungkapkan analis politik dari Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun, bahwa pemaksaan KLB makin menguatkan dugaan ada kepentingan untuk melemahkan Demokrat pada pemilu 2024.
“Kalau kita analisis siapa yang paling diuntungkan dengan melemahnya Partai Demokrat, lalu kita hubungkan dengan pencapresan 2024, kita bisa melihat benang merahnya," kata Ubedilah, melansir Antara.
Kemelut Demokrat menyita perhatian Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Surya Paloh. Nasdem menjadi partai pertama yang berkoalisi dengan pemerintahan Jokowi yang mengeluarkan pernyataan sikap mengecam kudeta Demokrat dan menyayangkan seharusnya tidak terjadi, karena Demokrat punya kedaulatan sendiri sebagai partai sesuai asas demokrasi Indonesia.
“Partai Nasdem menyatakan keprihatinannya yang mendalam atas kemelut yang terjadi atas Partai Demokrat. Kami berharap segala kemelut dan masalah yang menyertainya bisa segera diselesaikan dengan baik, elegan, dengan tetap menjaga kehormatan partai,” kata Paloh.
Editor: Rio Apinino