tirto.id - Gejolak di internal Partai Demokrat usai Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menuding ada kader yang ingin mengkudeta dirinya dari kursi ketua umum pada awal Februari lalu masih berlanjut. Badan Pembina Organisasi Kaderisasi dan Keanggotaan (BPOKK), Dewan Kehormatan, dan Mahkamah Partai masih terus memeriksa kader-kader yang dicurigai membelot bahkan telah memecat beberapa di antaranya.
Selasa (23/2/2021) lalu, Partai Demokrat memecat Ketua DPC Blora Bambang Susilo dan Ketua DPC Tegal Ayu Palaretin. Mereka dituding berkhianat karena setuju dengan penyelenggaraan kongres luar biasa (KLB), yang bertujuan menggulingkan AHY. “Jateng harus satu suara solid mendukung AHY. Bersama membesarkan partai dan mengabdi kepada masyarakat,” ujar Wakil Ketua DPD Partai Demokrat Jateng Joko Haryanto.
Kepada wartawan Tirto, Kamis (25/2/2021) siang, Ayu Palaretin bercerita awalnya ia dipanggil oleh DPD Partai Demokrat Jateng untuk mengklarifikasi beberapa hal-hal. Salah satunya mengenai tudingan bahwa ia menerima uang dari pihak yang akan menyelenggarakan KLB. Ia menolak tudingan tersebut. “Saya sama sekali tidak pernah menerima. Bahkan untuk Partai Demokrat, saya pernah diminta meminjami uang sebesar Rp500 juta ke Ketua DPD Jateng untuk kemenangan Pilkada Kota Magelang. Saya pinjami tanpa syarat dan tanpa tanda terima,” kata Ayu.
Namun klarifikasinya tak membuatnya selamat. Dia mengatakan DPD Partai Demokrat Jateng bulat memecat dia dan posisinya akan diganti dengan pelaksana tugas.
Dia belum pernah dipanggil oleh Dewan Kehormatan atau Mahkamah Partai, namun pernah dihubungi oleh BPOKK DPP Partai Demokrat. Ia menjawab semua pertanyaan sesuai dengan jawabannya ke DPD.
“Jadi sampai sekarang saya dipecat tiba-tiba. Surat resmi saya belum terima. Saya tahu dipecat, ya, dari media,” akunya. “Saya heran, salah saya di mana?”
Selain membantah tudingan, dia juga mengaku masih mendukung dan loyal kepada AHY. “Secara logika, masak saya mau kehilangan uang Rp500 juta demi hal yang belum jelas? Loyalitas saya sama PD tanpa batas,” kata dia.
Desakan untuk memecat kader-kader yang diduga sepakat dengan KLB tak hanya inisiatif pusat. Ia juga muncul dari pengurus partai di tingkat daerah yang pro-AHY. Beberapa hari lalu, 34 Ketua DPD Partai Demokrat se-Indonesia kompak meminta partai untuk memecat segelintir kader yang ingin mengambil alih partai.
Ketua DPD Partai Demokrat Sulawesi Selatan Ni’matullah mengatakan deklarasi seluruh ketua DPD tersebut bermaksud untuk menihilkan agenda KLB. Karena, menurut dia, KLB hanya bisa dilaksanakan antara lain dengan persetujuan dua per tiga dari total ketua DPD sebagai pemilik suara—sesuai AD/ART partai. “Bertekad untuk melawan para pelaku gerakan pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat, termasuk meminta DPP untuk melakukan pemecatan terhadap kader yang berkhianat,” kata dia saat konferensi pers.
Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra mengatakan pemeriksaan terhadap kader-kader yang diduga berkhianat masih terus berlanjut sebagaimana pesan dari AHY. Pemecatan, katanya, berdasarkan fakta dan data yang diverfikasi oleh BPOKK, Dewan Kehormatan, dan Mahkamah Partai.
“Ada aturan dan mekanisme untuk para pengkhianat yang berkomplot dengan pihak eksternal dalam usaha mengambil alih kepemimpinan ini secara paksa. Sanksi tegas sudah pasti akan diberikan kepada siapa pun yang terlibat. Pemecatan memang sanksi terberat yang akan kami berikan. Tunggu saja infonya dalam beberapa hari ke depan. Keputusannya akan keluar,” kata dia dalam keterangan tertulis.
Hingga Jumat siang (26/2/2021) lalu pemecatan baru menyasar kader tingkat cabang. Untuk kader level pusat atau provinsi masih nihil.
Pemecatan Bikin Ribut di Internal Makin Menguat?
Politikus senior Partai Demokrat Marzuki Alie menyayangkan tindakan main pecat ini. Kata dia, pola pemecatan tanpa ada mekanisme yang jelas malah menunjukkan kepemimpinan partai “otoriter [dan] tidak profesional.”
Saat dihubungi wartawan Tirto, Kamis siang, Marzuki mengaku dia berada di sisi dua kader yang dipecat, termasuk Ayu. Kata dia, Ayu sudah menjadi kader DPC sejak 2005 lalu dan selalu loyal kepada SBY. “Saya ikut bersuara karena Ayu itu sering kerja sosial dengan saya,” kata dia. “Saya membela kader-kader yang dulu saya rekrut dan mereka orang baik. Mereka loyal dengan partai.”
Marzuki menilai memecat kader untuk menangani konflik hanya akan memperuncing polarisasi di tubuh partai. Kata dia, seharusnya partai mengedepankan cara kekeluargaan. “Yang namanya kader itu anak kita sendiri, cobalah dipanggil. Jauh lebih baik daripada pecat memecat,” katanya.
Menurutnya, jika ini terus berlangsung, “akhirnya kader-kader yang berkualitas di partai ini akan habis karena hanya untuk mempertahankan kekuasaan.”
Ketua BPOKK Partai Demokrat Herman Khaeron menepis anggapan pemecatan tak sesuai mekanisme. Menurutnya Ayu telah dipanggil tiga kali tapi tak datang.
Herman mengklaim satgas telah membuka ruang seadil-adilnya untuk para kader, tak hanya Ayu. Bahkan, kata dia, satgas pun bisa meminta maaf jika memang kader terbukti tidak bersalah. “Pemeriksaan dilakukan secara silang dan saling membuka informasi, jadi kami juga dapat informasi dari pihak lainya. Justru tidak adil jika kader yang loyal dan taat aturan diperlakukan sama dengan yang tidak loyal dan melanggar aturan dan etika partai,” kata Herman saat dikonfirmasi wartawan Tirto, Kamis malam.
Ia juga menepis tudingan pemeriksaan dan pemecatan tanpa lewat mekanisme dan prosedur yang jelas terhadap seluruh kader yang terdampak. Sejauh ini, partai sudah membentuk sebuah tim satuan tugas (satgas) yang isinya adalah orang-orang dari BPOKK, Dewan Kehormatan, dan Mahkamah Partai. “Kami sangat hati-hati dan menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah,” klaimnya.
Per Kamis, Herman mengaku satgas telah menginvestigasi dan melakukan klarifikasi terhadap belasan orang.
Ia tak menjawab tegas apakah satgas akan menindak para kader yang berada di level provinsi maupun pusat jika diketahui melanggar aturan partai. Dia hanya mengatakan sanksi pasti diberikan bagi “siapa pun yang melanggar konstitusi dan etika Partai Demokrat.” “Hanya tinggal tunggu waktu saja,” katanya.
Benih-benih keretakan di internal Partai Demokrat sebenarnya sudah muncul sejak nama AHY disebut-sebut akan menggantikan SBY. Pada Juni 2019, segelintir orang sempat mengkritik SBY sekaligus AHY yang saat itu baru sekadar isu bakal naik jadi ketua umum. Mereka tak setuju dengan itu karena tak ingin Partai Demokrat berubah menjadi partai keluarga.
Salah satu yang vokal adalah Max Sopacua. Ia mendesak KLB diselenggarakan dengan dalih menurunnya suara partai pada Pemilu 2019.
Perlawanan kembali menguat setelah AHY resmi memimpin partai per Maret 2020. Kali ini para senior kembali menggaungkan KLB dengan alasan pemilihan AHY sebagai ketua umum melanggar AD/ART. Mereka menganggap hasil kongres dipaksakan dan cacat hukum.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino