Menuju konten utama

KKJ Kecam Pengancaman Jurnalis yang Diduga Pengawal Airlangga

Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) menilai ancaman yang diduga dilontarkan pengawal Airlangga merupakan tindak pidana yang mencederai kemerdekaan pers.

KKJ Kecam Pengancaman Jurnalis yang Diduga Pengawal Airlangga
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kanan) berjalan memasuki ruangan saat akan menjalani pemeriksaan di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (24/7/2023). ANTARA FOTO/Reno Esnir/tom.

tirto.id - Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) mengecam aksi pengancaman yang diduga dilakukan pengawal Menko Perekonomian Airlangga Hartarto di Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Senin (24/7/2023).

Dugaan pengancaman itu terjadi ketika Airlangga menuju ke mobilnya selepas memberikan keterangan kepada awak media usai diperiksa sebagai saksi kasus korupsi izin ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO).

Koordinator Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Erick Tanjung menilai ancaman dari orang yang diduga pengawal Airlangga tersebut merupakan tindak pidana yang mencederai kemerdekaan pers.

Dia menyebut tindakan pengancaman itu bisa dijerat Pasal 18 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Dalam pasal ini, pelaku diancam hukuman 2 tahun penjara atau denda Rp500 juta. Selain itu, bisa juga dijerat Pasal 369 Ayat (1) KUHP.

Komite Keselamatan Jurnalis menyatakan sejumlah sikap akibat ulah yang diduga pengawal Airlangga itu. Pertama, mengecam ancaman tembak yang disampaikan orang yang diduga pengawal Airlangga terhadap jurnalis yang meliput.

"Kedua, mendesak aparat penegak hukum untuk menangkap pelaku dan mengadili hingga ke pengadilan," kata Erick dalam pernyataan resminya, Rabu (27/7/2023).

Ketiga, mengimbau kepada semua pihak agar tidak melakukan intimidasi terhadap jurnalis saat melakukan peliputan. Kerja-kerja jurnalistik dilindungi undang-undang Pers, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 1999.

"Keempat, mengimbau semua pihak, untuk ikut menjaga kebebasan Pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia," tutur Erick.

Dugaan ancaman yang dialami sejumlah jurnalis itu bermula ketika Airlangga menuju mobilnya seusai memberikan keterangan kepada awak media.

Ketum Partai Golkar itu mendapat pengawalan ketat dari beberapa orang dengan perawakan berbadan tegap. Mereka ada yang mengenakan batik dan berkemeja putih.

Saat itu, Airlangga yang diperiksa 12 jam didekati awak untuk mengajukan sejumlah pertanyaan karena dia hanya memberikan keterangan singkat.

Namun, ketika pintu mobilnya terbuka dan Airlangga bersiap untuk masuk mobil, para wartawan mendapat ancaman dari orang diduga pengawalnya.

Di antara pengawalnya, terdengar perintah untuk membuka jalan untuk Airlangga dan terdengar ancaman akan menembak.

"Buka jalan! Buka jalan! Gue tembak! Tembak lo," kata pengawal itu kepada para wartawan yang berkerumun mendekati Airlangga untuk berupaya melontarkan pertanyaan.

Ketua Umum Partai Golkar itu keluar dari ruang pemeriksaan pada Senin sekitar pukul 21.08 WIB. Raut wajahnya tampak lelah meskipun masih berusaha melempar senyum ke awak media.

Airlangga mengaku dicecar puluhan pertanyaan. Namun, ia enggan menjelaskan detail pertanyaan yang ditanyakan penyidik Kejagung.

“Saya telah menjawab 46 pertanyaan. Mudah-mudahan dijawab sebaik-baiknya," kata Airlangga kepada wartawan, Senin malam.

Pemeriksaan Airlangga terjadi di tengah gonjang-ganjing isu desakan Dewan Pakar Golkar untuk menggantikan Airlangga dari posisi ketua umum.

Mereka yang menamakan diri Pemrakarsa Penggerak Kebangkitan Partai Golkar mengeluarkan sejumlah rekomendasi nama untuk menggantikan Airlangga. Salah satu nama yang senter menjadi kandidat pengganti posisi Airlangga ialah Luhut Binsar Pandjaitan.

Di sisi lain, Dewan Pakar juga mendesak agar lekas melakukan Munaslub Partai Golkar. Mereka berdalih elektabilitas Golkar cenderung menurun menjelang perhelatan Pilpres 2024.

Baca juga artikel terkait MENKO PEREKONOMIAN AIRLANGGA HARTARTO atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Gilang Ramadhan