tirto.id - Kivlan Zen sepertinya terlahir sebagai peramal sakti dan tak terbantahkan. Ketika jutaan orang Indonesia di abad ke-21 tidak melihat lagi eksistensi PKI, yang sudah puluhan tahun dilarang, Kivlan memperingatkan adanya hantu-hantu komunisme PKI yang ingin bangkit kembali.
Pada 2016 Kivlan menyebut PKI punya 15 juta anggota. Kehebatan PKI pun membuat Kivlan ketakutan, karena di tahun 2018 jumlah anggotanya melonjak empat kali lipat menjadi 60 juta. Jika PKI ikut Pemilu Legislatif pada 2019 ini, maka PKI bisa jadi partai nomor satu di Indonesia.
Begitulah terawangan Kivlan Zen. Hanya dia dan Tuhan yang tahu.
Senior Prabowo yang Setia
Kivlan Zen sering dikaitkan dengan Prabowo Subianto. Maklum, Kivlan adalah senior Prabowo di Akabri Magelang. Mereka berdua tak bisa bertemu lama di Akabri. Kivlan sudah keburu lulus pada 1971. Prabowo baru lulus tiga tahun setelahnya, pada 1974. Seharusnya Prabowo lulus pada 1973. Belakangan, sepanjang masa dinasnya, Kivlan adalah saksi atas perjalanan karier juniornya itu.
“Ada nama saya. Di kantor PKI di Medan,” kata Kivlan di acara Mata Najwa—barangkali mengenang masa lalunya yang penuh ketakutan kepada PKI.
Pengakuan itu bisa jadi pertanda betapa berpengaruhnya Kivlan muda sebelum masuk akademi militer. Kivlan pernah aktif di Pelajar Islam Indonesia (PII) waktu sekolah (1962-1965) dan menjadi Sekretaris di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) kala kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (1965-1968). Dua organ Islam ini pada 1960-an dikenal sebagai musuh besar PKI.
Di masa-masa itu Kivlan, yang lahir di Aceh pada 24 Desember 1947, numpang hidup di Medan. Kivlan muda tahu bagaimana caranya melawan ketakutan, yakni jadi tentara. Tak heran jika dia akhirnya angkat kaki dari kampus kedokteran. Dia masuk Akademi Militer Nasional di Magelang pada 1968.
Tahun-tahun pertama kariernya sebagai perwira, dari 1972 hingga 1983, Kivlan ditempatkan di Papua (kala itu disebut Irian Jaya), di Kodam Cendrawasih. Mulai dari sebagai komandan peleton hingga komandan kompi.
Setelah berpangkat mayor, Kivlan berdinas di Kostrad. Dia pernah menjadi Komandan Batalyon Infanteri 303 dari 1986 hingga 1988 di Garut. Pernah juga dia menjadi komandan brigade infanteri 6 Divisi II Kostrad di Surakarta dan kemudian menjadi kepala staf divisi I Kostrad di Cilodong. Selain jabatan komandan brigade, jabatan komandan yang pernah diampunya adalah komandan Kontingen Garuda ke Filipina dan komandan resimen candradimuka Akademi Militer.
Uniknya, Kivlan adalah jenderal yang tak pernah menjadi Panglima Kodam. Dia hanya pernah menjadi Kepala Staf Kodam Wirabuana (Sulawesi) antara 1996-1997. Prabowo juga tak pernah menjadi Panglima Kodam. Terakhir kali Kivlan menjadi panglima adalah sebagai Panglima Divisi II Kostrad.
Jabatan penting di militer yang terakhir disandangnya adalah Kepala Staf Kostrad, dengan pangkat mayor jenderal. Kala itu yang bertindak sebagai Panglima Kostrad adalah Letnan Jenderal Prabowo Subianto.
Kivlan adalah tipikal abang yang setia bagi Prabowo Subianto. Bahkan sampai hari ini. Di masa-masa Prabowo berseberangan dengan Jenderal Benny Moerdani (Panglima ABRI 1983-1988), Kivlan ada buat Prabowo. Ia menjadi kolega penting Prabowo yang sesama perwira menengah. Selain Kivlan ada pula Sjafrie Sjamsoeddin, Glen Kairupan, dan Ismed Yuzairi. Sebelum 1985 mereka semua berpangkat mayor. Namun, lantaran bertugas di tempat berbeda sekaligus gara-gara Moerdani jadi Pangab, mereka semua tak bisa selalu bersama.
“Mayor Kivlan Zen sendiri terputus hubungan dengan Prabowo Subianto sejak akhir Desember 1985 hingga awal Januari 1988 karena ditugaskan ke daerah Operasi Timor Timur,” catat Kivlan Zen dalam bukunya, Konflik dan Integrasi TNI AD (2004: 72).
Prabowo sendiri kala itu menjadi komandan Batalyon Infanteri 328, yang reputasinya dikenal sebagai pasukan penggempur. Kata Kivlan, kala itu Prabowo sedang dibuang oleh Benny Moerdani.
Jika dikaitkan dengan ABRI Merah-Putih vs ABRI Hijau, mengaku atau tidak, Kivlan lebih berada di lingkaran ABRI hijau. Bukan hanya karena Kivlan beragama Islam, tapi juga karena dia jauh dari lingkaran Benny Moerdani.
Kivlan bukan Luhut Binsar Panjaitan, seniornya di Akabri (angkatan 1970). Waktu Benny panglima, perwira macam Luhut bagus kariernya. Tapi setelah pengaruh Benny hilang, orang macam Feisal Tanjung bisa jadi panglima. Di masa-masa ini karier perwira macam Kivlan dan Prabowo tentu saja naik.
Dalam bukunya (hlm. 79), Kivlan mengaku dialah yang menghubungi Pangdam Brawijaya Mayor Jenderal Hartono atas permintaan Prabowo. Tujuannya untuk menghadapi jika ada bahaya Benny Moerdani yang sudah tak di militer lagi. Setelah Hartono sempat berada dalam “kotak mati” karena dijadikan komandan Sesko ABRI, maka Kivlan menjadi orang yang menyarankan kepada Panglima ABRI pilihan mereka, Jenderal Feisal Tanjung, agar Hartono menjadi Gubernur Lemhanas.
Setelah jabatan itu, Hartono menjadi Kasospol, lalu jadi Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad). Kala dua orang pilihan Kivlan dan kawan-kawan jadi Panglima ABRI dan Kasad, maka Kivlan bersama Prabowo dan beberapa perwira lain yang sama-sama berpangkat letnan kolonel mendirikan lembaga think tank Center for Policy and Development Studies (CPDS). Mereka berharap organ ini mampu bersaing dengan CSIS yang terkait dengan Moerdani.
Menjelang jatuhnya Soeharto, Feisal digantikan oleh Wiranto sebagai Panglima ABRI. Sementara itu abang Prabowo yang lain, Subagyo H.S., menjadi Kasad. Waktu itu Prabowo menjadi Pangkostrad dengan Kivlan sebagai Kepala Staf. Sementara itu kawan mereka, Sjafrie Sjamsoeddin, sudah menjabat Panglima Kodam Jaya, yang punya kuasa atas keamanan ibu kota Jakarta. Di mata Kivlan, Wiranto adalah sosok yang anti-Islam dan dekat dengan Moerdani.
Jatuh Bersama Prabowo, lalu Bikin Pam Swakarsa
Ketika tekanan untuk Soeharto agar mundur makin kuat, Jakarta menjadi tidak aman. Tak heran jika pasukan Kostrad dari daerah digerakkan ke Jakarta. Seperti diceritakan Kivlan, sempat ada telepon untuknya dari Letnan Jenderal Fachrul Rozi, yang memberi perintah agar tidak ada penggerakan pasukan. Kivlan berkilah bahwa itu bukan pergerakan pasukan melainkan persiapan untuk membantu Kodam Jaya yang dianggap kekurangan pasukan.
Ketika Mabes ABRI tidak memberikan pesawat Hercules, maka Kostrad pun mencarter pesawat komersil untuk mengangkut pasukan Kostrad dari Makassar (Mandala) dan dari Jawa Timur (Garuda Indonesia).
Ketika Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 dan B.J. Habibie menggantikannya sebagai Presiden RI, malamnya pukul 23.00 Letnan Jenderal Prabowo bersama Danjen Kopassus Mayor Jenderal Muchdi Purwoprandjono mendatangi Habibie di rumahnya, Patra Kuningan. Mereka membawa konsep susunan kabinet untuk diajukan kepada Habibie. Kivlan mengaku dalam bukunya, konsep itu dia yang mempersiapkan (hlm. 89).
Esok paginya, 22 Mei 1998, Prabowo dan kawan-kawan mendatangi Jenderal Besar Abdul Haris Nasution. Kala itu laki-laki yang pernah jadi Kasad terlama di Indonesia ini sedang sakit keras. Dari Nasution, seperti diakui Kivlan, muncullah surat kepada Habibie yang intinya agar jabatan Menteri Pertahanan Keamanan dan Panglima ABRI dipisah. Surat itu ditandatangani Nasution, tapi Kivlan Zen yang menuliskannya.
Surat itu kemudian sampai ke Habibie yang belum seminggu jadi Presiden. Kivlan dan Muchdi lah yang mengantarnya. Waktu Wiranto juga datang ke istana, Kivlan dan Muchdi pun melipir ke kantor Kostrad. Prabowo dan kawan-kawan sempat membujuk Habibie lewat Fanny Habibie, adik Habibie, agar jabatan Menhankam dan Pangab dipisah.
Apa yang terjadi kemudian adalah Prabowo malah dicopot sebagai Pangkostrad oleh Habibie.
Wiranto sebagai panglima tentu tahu apa yang dilakukan bawahannya. Wiranto pun tahu apa yang dilakukan Kivlan pada 22 Mei 1998. Kivlan terekam oleh Wiranto dalam mengerahkan massa yang hendak masuk Gedung DPR/MPR.
Prabowo pun hilang taring dengan dijadikan Komandan Sesko ABRI di Bandung. Kivlan juga dicopot dari jabatan Kepala Staf Kostrad sebulan setelahnya. Begitu pula Muchdi. Tapi Kivlan pernah diberi perintah penting oleh Wiranto pada sore 4 November 1998 di Mabes ABRI Merdeka Barat.
“Kiv, kok orang anti SI (sidang Istimewa) semua. Saya dengar kamu bisa mengerahkan massa untuk masuk di (Gedung) MPR. Nah, sekarang kamu kerahkan lagi mendukung SI. Ini juga perintah dari Presiden Habibie,” kata Wiranto.
Kivlan sempat membalas, “[...] dulu Bapak copot saya, saya sudah tidak punya jabatan sekarang. Mengapa saya dipanggil?”
“Ah itukan kehendak (Mayor Jenderal) Djamari Chaniago. Sudahlah, kamu kerahkan massa lagi, nanti saya kasih jabatan kalau selesai,” kata Wiranto meyakinkan Kivlan. Kata Kivlan, musisi-pengusaha Setiawan Djodi memberi dana bagi dukungan sidang istimewa itu.
Berkat Kivlan, muncullah massa pendukung SI yang berjumlah 30 ribu-an dan berasal dari luar Jakarta. Kala itu belum disebut Pam Swakarsa. Istilah Pam Swakarsa berasal dari Kapolda Metro Jaya Nugroho Jayusman.
Kivlan tak pernah dapat jabatan penting lagi. Belakangan dia hanya jadi komisaris perusahaan, bukan di ketentaraan. Karier militer Kivlan seperti Prabowo juga akhirnya: remuk setelah Soeharto jatuh.
Editor: Ivan Aulia Ahsan