tirto.id - Saat usianya baru beberapa bulan, James (bukan nama sebenarnya) mengalami pelbagai gejala diabetes. Ia kesulitan menggerakkan kaki dan mulut. Menginjak lima tahun, meski telah mampu menggerakkan kaki, komunikasinya tak kunjung berkembang. Ia akhirnya dirawat intensif di rumah sakit. James divonis mengalami kerusakan genetik di dalam protein tubuh bernama kanal K(ATP).
Kanal ini bertugas membuka dan menutup katup pori-pori sel yang mensekresi--proses zat diproduksi dan dikeluarkan dari sel--insulin, juga otak dan otot. Ketika katup tertutup, sel yang mensekresi insulin, sel beta pangkreas, dapat merilis hormon peptida berupa insulin untuk kebutuhan tubuh. Sebaliknya, saat K(ATP) menginstruksikan katup terbuka, proses perilisan insulin tak dapat dilakukan.
Kerja krusial dalam tubuh ini, sebagaimana dipaparkan Frances Ashcroft, Profesor pada Laboratorium Fisiologi Oxford University, dalam The Spark of Life: Electricity in the Human Body (2012), dilakukan K(ATP)--kanal yang berada tepat di membran atau selaput yang membungkus sel beta--dengan memanfaatkan listrik: energi alamiah yang pada 1889 didefinisikan Thomas Alva Edison sebagai "mode gerak, sistem getaran."
Jika listrik yang digunakan pelbagai gawai elektronik dihasilkan oleh elektron, partikel subatomik yang membawa muatan negatif dan positif, maka listrik dalam tubuh timbul dengan jalan berbeda, yakni melalui ion.
Tak seperti elektron, sumber listrik yang terkandung dalam sodium, potasium, kalsium, hidrogen (proton), serta klorida tubuh manusia dan seluruh makhluk hidup, tak memerlukan interaksi muatan negatif dan positif. Secara alamiah, ion merupakan atom bermuatan listrik. "Maka, cukup bergerak dalam tubuh, ion menghasilkan listrik [dengan sendirinya]," tulis Ashcroft.
Dalam kasus James, K(ATP) mengunci katup secara permanen atas ketiadaan ion. Ketiadaan listrik yang memadai bagi sang kanal untuk melakukan kerja buka dan tutup pori-pori sel beta pangkreas memasok insulin akhirnya membuat level gula darah tinggi.
"Ya, senada dengan perangkat elektronik, segala sel, segala organ tubuh manusia [serta semua makhluk hidup] membutuhkan listrik untuk bekerja," tegas Ashcroft.
Listrik singkatnya merupakan pemercik kehidupan. Namun di tangan manusia, listrik juga menjadi alat perenggut nyawa.
Simbol dan Spirit Modernitas
Dipercik kekaguman masyarakat Yunani Kuno terhadap ambar (resin pohon atau getah yang menjadi fosil), untuk pertama kalinya manusia berinteraksi langsung dengan listrik statis. Hal ini timbul manakala fosil yang dinamai "electrum" atau "yang bercahaya" oleh bangsa Yunani, digosok-gosokan dengan kain wol.
Lalu melalui kecakapan Otto von Guericke pada tahun 1663 dengan menciptakan Great Balls of Fire, energi yang tadinya hanya muncul melalui kekuataan alamiah, berhasil direkacipta. Dan hampir satu abad kemudian, berhasil pula disimpan menggunakan "kapasitor jadul" bernama Jarring Shock atas kreasi Ewald Jurgen von Kleist serta Pieter van Musschenbroek.
Listrik kala itu dianggap sebagai "cairan ajaib yang sangat berbahaya nan misterius". Anggapan ini timbul akibat penelitian yang dilakukan Luigi Galvani dan keponakannya yang mencoba menggerakan mayat dengan listrik. Juga ditakut-takuti karya fiksi bernama Frankenstein serta ketidaktahuan tentang eksistensi sub-atomik bernama elektron.
Namun kemudian listrik perlahan menjadi simbol dan spirit modernitas, khususnya setelah Thomas Alva Edison dan George Westinghouse menciptakan arus searah (DC) dan arus bolak-balik (AC), sejak 1890.
Mereka merevolusi dunia dengan memunculkan pelbagai perangkat elektronik, dan hampir seabad kemudian memungkinkan lahirnya mobil listrik yang berlalu-lalang dalam jumlah sekitar sepertiga kendaraan di Amerika Serikat. Buah dari dibangunnya Pembangkit Listrik Tenaga Air di Niagara pada 1886.
Sebagaimana dipaparkan Nicholas Ruddick dalam "Life and Death by Electricity in 1890: The Transfiguration of William Kemmler" (1998), listrik kemudian tak hanya digunakan bagi alat-alat elektronik, tetapi juga untuk membunuh manusia sebagai alat eksekusi terpidana mati dalam yuridiksi AS.
Dicetuskan oleh Dr. Albert Southwick, ide menghabisi terpidana mati dengan disetrum listrik muncul karena hukum gantung dianggap sebagai perilaku barbar. Ia mencoba menghilangkan unsur-unsur kekuatan Kerajaan Inggris dari tanah Amerika. Southwick juga tak ingin serupa dengan Prancis, guillotine dianggap tidak membawa nilai-nilai demokratis serta hanya buah dari tekanan massa.
Jatuhnya "Energi Bermartabat"
Hukuman mati menggunakan listrik--menurut argumen kala itu--diyakini lebih higienis dan ilmiah, yang dapat membunuh terpidana dengan cepat dan diklaim tanpa menghasilkan rasa sakit.
Klaim ini muncul karena pada 2 September 1889, seorang warga AS bernama Darwin A. Henry--menurut laporan polisi--tewas seketika, tanpa mengeluarkan suara, setelah terpeleset dan tak sengaja menggenggam terminal switchboard yang sedang diperbaiki.
Kematian Henry yang seolah tanpa rasa sakit tentu hanya isapan jempol. Listrik merenggut nyawa manusia dengan kejam. Namun saat itu, kekejaman tersebut tidak ada tentangan terhadap eksekusi mati menggunakan listrik.
Merujuk wawancara yang dilakukan Scientific America terhadap Edison (The First Electronic Execution, 1890), tentangan justru terpercik oleh keyakinan bahwa listrik merupakan "energi bermartabat" yang menjadi simbol utama kecerdasan manusia. Dan karenanya, mencabut nyawa seseorang dengan listrik, cetus Edison, "mendegradasi ilmu yang mulia ini jika digunakan sebagai pembunuh penjahat."
"Ide buruk," tegas Edison menolak rencana eksekusi mati menggunakan listrik. Jika negara tetap ngotot menggunakan listrik untuk menghilangkan nyawa penjahat, maka Edison melarang ciptaannya, arus searah (DC), digunakan. Ia justru merekomendasikan arus listrik bolak-balik (AC) ciptaan Westinghouse.
Meskipun dianggap sebagai superstar, penolakan Edison tak didengar negara. Terlebih, Dr. Southwick memiliki banyak koneksi di Pemerintahan AS yang ia gunakan untuk meloloskan idenya. Maka, pada 1 Januari 1889, aturan pertama di dunia tentang eksekusi terpidana mati menggunakan listrik pun lahir.
Lalu pada 6 Agustus 1890, tepat hari ini 132 tahun silam, William Kemmler menjadi orang pertama di dunia yang dieksekusi mati dengan disetrum listrik di penjara negara bagian di Auburn, Syracuse, New York.
Kemmler atau ia sebut dirinya sebagai "John Hart", dieksekusi menggunakan "energi bermartabat" setelah diputus bersalah karena membunuh Matilda Ziegler, istrinya tanpa pernikahan (sui iuris). Pembunuhan itu terjadi pada 28 Maret 1889. Kemmler menghabisi istrinya dengan kapak usai bertengkar hebat sambil dipengaruhi minuman beralkohol.
Merujuk arsip The New York Times tanggal 9 Oktober 1890, Kemmler disetrum listrik dengan kekuatan 1.000 volt selama 17 detik. Ketika listrik dimatikan, ia dinyatakan meninggal dunia oleh dokter yang berjaga, Edward Charles Spitzka.
Namun, seorang saksi melihat Kemmler masih bernapas hingga membuat sang dokter menganulir keputusannya dan menyatakan sang terpidana masih hidup. Hal ini membuat algojo menekan kembali tombol "on" dengan menambah daya aliran hingga 2.000 volt. Akibatnya, tak seperti keyakinan Dr. Southwick, Kemmler meninggal dengan sangat mengenaskan: gosong, berdarah, dan mengeluarkan bau tak sedap.
Pada hari saat Kemmler dieksekusi, martabat listrik sebagai energi alamiah simbol modernitas dan pemercik kehidupan, jatuh dan hancur berantakan.
Editor: Irfan Teguh Pribadi