tirto.id - Istri salah satu penumpang pesawat Lion Air JT-610 yang jatuh Senin (29/10/2018) pagi, berteriak dan menangis setelah melihat Surat Izin Mengemudi yang ditemukan Badan SAR Nasional milik suaminya, Darwin Harianto.
Perempuan itu sudah berada di Jakarta sekitar pukul 13.00. Tujuan pertamanya adalah posko antemortem Rumah Sakit (RS) Polri Kramat Jati, Jakarta Timur. Di sana para korban–yang sudah ditemukan—dibawa untuk diidentifikasi.
Meski belum jelas bagaimana kabar suaminya, tapi perempuan ini tetap tak bisa menahan sedih.
Untuk keperluan identifikasi, pihak penjaga posko antemortem RS Polri meminta keluarga mengisi formulir, termasuk informasi soal kartu keluarga dan ijazah. Sayang kala itu sang istri tak membawanya.
Beruntung ada teman kantor Darwin, Priyatmoko namanya, yang mengambilkan ijazah dan KK. Setelah itu barulah pihak rumah sakit memberikan barang-barang yang ditemukan Basarnas. Dari situ dipastikan Darwin adalah salah satu korban.
"Jenazah belum ada. Tapi dia jadi korban," kata Priyatmoko.
Perempuan itu keluar dari ruangan posko. Menangis sendu. Saya mengamatinya dari dekat.
Menurut Priyatmoko, Darwin menaiki pesawat bersama dua kawan lain. Dia bekerja di divisi riset sebuah perusahaan. Ia naik pesawat nahas itu untuk mengawasi salah satu kebun kelapa sawit di Bangka Belitung.
"Rencananya dia menginap sehari di Pangkalpinang, langsung pergi ke Bangka Belitung. Tapi kan begini," kata Priyatmoko dengan nada lemas.
Darwin sudah bekerja di perusahaannya saat ini selama kurang lebih 18 tahun. Hanya dia satu-satunya karyawan yang sudah belasan tahun bekerja. Kedua rekannya yang lain terhitung masih baru.
***
James Sianturi (57) tak kuasa menahan sedih. Anak keduanya, Jan Efriyanto Sianturi (26), adalah salah satu penumpang Lion Air.
"Saya lihat data penumpang pesawat di layar. Nomornya 43," kata James di halaman Crisis Center Lion Air, Terminal 1B Bandara Soekarno-Hatta.
James lemas setelah melihat nomor tersebut. Ia pun keluar dari ruangan. Anak pertamanya, Haris, dan sang istri masih berada di dalam, termenung melihat layar. Keduanya tidak mendampingi James, sibuk dengan pikiran masing-masing.
Efri, begitu korban biasa dipanggil, adalah karyawan BNI Pangkalpinang, setelah sebelumnya mengikuti pelatihan di Bandung.
Mata James berkaca-kaca ketika bercerita tentang anaknya. Malam sebelum berangkat, James sempat bicara soal pernikahan Efri.
"Sebenarnya mau menikah bulan 5 tahun 2019. Calon menantu saya, Yolanda, bekerja di Jakarta," kata James.
Meskipun belum ada kabar, pria yang tinggal di Jambi itu tetap berharap sang anak selamat. Ia menyerahkan semua kepada Yang Maha Kuasa.
"Mudah-mudahan Tuhan memberikan mukjizat karena dia satu-satunya anak saya yang mati-matian saya perjuangkan sampai jadi."
***
Lion Air JT-610 tujuan Jakarta-Pangkalpinang lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta pukul 06.20. 13 menit berselang, pesawat hilang kontak. Posisi terakhir pesawat tercatat berada di koordinat 05 46.15 S - 107 07.16 R KMA. Lokasi itu berada di wilayah Perairan Tanjungbungin, Karawang, Jawa Barat.
Beberapa jam kemudian Badan SAR Nasional memastikan kalau pesawat jatuh.
Ada 189 orang ada di dalam pesawat itu. Istri Darwin dan James hanya dua dari ratusan orang yang menunggu kepastian kabar dari keluarga.
Ketika berita ini ditulis, tim SAR sudah menemukan beberapa serpihan pesawat, juga ponsel, juga kartu identitas, juga potongan tubuh yang entah milik siapa.
Badan SAR Nasional memastikan kalau proses evakuasi akan berlangsung selama tujuh hari ke depan. Jika dibutuhkan, evakuasi akan diperpanjang seminggu lagi. Belum ada kesimpulan soal penyebab pesawat nahas yang hilang kontak dan kemudian jatuh ini.
Penulis: Rio Apinino
Editor: Mufti Sholih