Menuju konten utama

Kisah Klasik PKL-Satpol PP Kucing-kucingan di Tanah Abang

Rabu kemarin, PKL di bawah skybridge Tanah Abang dua kali ditertibkan, dan dua kali pula mereka kembali lagi untuk berdagang.

Kisah Klasik PKL-Satpol PP Kucing-kucingan di Tanah Abang
Satpol PP Tanah Abang lakukan penertiban terhadap PKL yang berjualan di bahu jalan, Rabu (14/11/2018). FOTO/Rizra

tirto.id - “Kabur...” teriak beberapa pedagang di bawah skybridge yang terhubung dengan Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat. Mereka berhamburan ketika melihat petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) berdiri di ujung Jalan Jatibaru Raya, Rabu (14/11/2018) kemarin.

“Ke dalem, ke dalem,” teriak pedagang lainnya mengarahkan.

Pedagang baju langsung mengangkat dagangannya yang tergantung di besi. Pun dengan yang lain.

Jalanan mendadak sepi, lengang dari barang dagangan. Kebanyakan pedagang memantau dari pagar, menanti kapan Satpol PP pergi. Hanya angkot, bajaj, mobil, dan sepeda motor pribadi yang lalu lalang.

Ketenangan di jalan tersebut hanya bertahan sekitar sepuluh menit.

“Ora sido, mbalik meneh,” teriak Ucep, salah seorang pedagang celana dengan logat Jawa ngapak. Ia memberi kode kepada rekannya yang lain ketika melihat Satpol PP pergi.

“Mbalik, mbalik,” sahut pedagang lainnya.

“Memang biasa begitu, mas, [kode itu] supaya bisa menyelamatkan barang dagangan,” cerita Ucep kepada saya.

Pedagang yang bersembunyi balik lagi ke bahu jalan seperti tidak terjadi apa-apa. Segala jenis suara bisa didengar di kawasan ini. Mulai dari suara pedagang menawarkan barang dagangan, klakson kendaraan, bising mesin motor, suara kereta api, sirene, bunyi dari pekerjaan pembangunan skybridge¸ serta pembicaraan orang-orang yang terdengar seperti dengungan lebah.

Ragam bahasa juga banyak terdengar, ada yang bercakap-cakap dengan bahasa Minang, Jawa, Sunda, dan Batak.

Sebelah kanan dari pintu keluar Stasiun Tanah Abang dipadati tukang ojek. Mereka berbaris di dekat tangga keluar stasiun. Motor berbagai merek dan jenis terparkir, menutupi hampir sepertiga jalan. Sepertiga lainnya diisi penjual minuman dan jajanan keliling. Sisanya untuk kendaraan yang hendak lewat.

Bagian kiri seberang stasiun didominasi pedagang pakaian, sandal, sepatu, busana muslim, tas, rumah makan, pedagang minuman, pernak-pernik, dan buah. Kondisi jalan di bagian sini sama saja dengan sebelahnya, pedagang menjalar ke jalanan hingga memakan sepertiga badan jalan.

Berbagai jenis bau makanan dan minuman menguar, bercampur dengan semerbak wewangian dari para pejalan kaki yang memakai beraneka jenis parfum.

Kucing-kucingan dengan petugas adalah hal biasa, bahkan jadi hiburan tersendiri bagi pedagang. Ketika ada Satpol PP yang hendak menertibkan, pedagang yang tak digusur biasanya bakal ikut riuh, teriak menyuruh sembunyi, bahkan akan merapat ke pagar untuk melihat kejadian.

Itulah yang dilakukan Tinah (51), pedagang makanan di tepi trotoar. Tinah tak was-was karena ia berjualan bukan di areal yang jadi prioritas penertiban. Ia bercerita, petugas biasanya sering datang, tapi tidak menertibkan dan hanya memantau. “Udah lama enggak ada penertiban, baru ini, lah,” katanya.

Belasan menit berlalu sejak Tinah cerita tentang dagangannya, sebuah mobil biru putih tanpa bak milik Satpol PP lewat. Namun pedagang yang di pinggir jalan biasa saja, tak ada keributan seperti sebelumnya. Mereka ribut kembali ketika dua mobil bak milik Satpol PP muncul. Kali ini lebih riuh dibanding yang pertama tadi.

Dua mobil mendekat. Satu bak besar, satu lagi bak kecil. Pedagang yang di bahu jalan berhamburan, segera merapikan barangnya. Pedagang yang barangnya digelar dengan terpal kerepotan mengemas, sementara pedagang di trotoar menonton dan sibuk memberi instruksi untuk segera berkemas.

“Lari, lari. Itu barang langsung, aja, dibawa.”

“Wah, itu barang emak kena, cepetan.”

“Langsung, aja, buru, masukin semua,”

Begitulah. Teriakan silih berganti.

Kasatpol Tanah Abang Aries Cahyadi yang saat itu berada di lokasi mengatakan selama pembangunan skybridge, anggotanya tiap hari memantau keadaan sekitar. "Kami tidak ingin pembangunan ini terhambat gara-gara ada pelanggaran oleh PKL di Jatibaru ini,” kata Aries kepada saya.

Aries tahu betul pedagang memang selalu kucing-kucingan dengan petugas. Jika ada petugas datang mereka akan pindah, begitu petugas pergi mereka kembali. “Pedagang selalu beralibi urusan perut. Jangankan tidak berdagang sehari, tidak berdagang sejam saja itu sudah masalah bagi mereka.”

Jika pedagang yang berjualan di bahu jalan tertangkap, barang dagangannya akan disita Satpol PP. Barang tersebut langsung dikirim ke gudang Cakung. Setelahnya, pelanggar akan di-BAP dan disidang. Pedagang yang tertangkap itu akan mengikuti prosedur dan didenda dengan nominal variatif. “Jika pedagang sudah membayar denda, barang bisa dikembalikan,” kata Aries.

Aries mengatakan ketika skybridge rampung, para pedagang akan diizinkan berdagang di sana. Sebelum itu, mereka diminta tak berjualan di lokasi itu.

“Mereka harusnya sadar itu. Sabar. Kalau mereka tidak mendukung program Pemprov DKI, berarti mereka menghambat pekerjaan sehingga pembangunan terhambat. Kan, itu untuk mereka juga,” katanya.

Pembangunan skybridge mulanya ditargetkan selesai Jumat, 9 November lalu, dalam rangka mengurai kepadatan di sekitar Stasiun Tanah Abang yang tak kenal waktu. Namun, hingga hari ini proyek belum juga rampung. Durasi pengerjaan diperpanjang hingga dua minggu ke depan.

Direktur Utama PD Pembangunan Sarana Jaya Yoory C. Pinontoan mengakui salah satu faktor keterlambatan karena masih banyaknya pedagang.

“Lahan kerja itu bukan area kosong. Itu tempat orang lalu lalang. Pedagang juga masih berjualan. Itu mempersempit area kerja kami,” kata Yoory, Senin (12/11/2018) pagi.

Baca juga artikel terkait PENATAAN TANAH ABANG atau tulisan lainnya dari Rizky Ramadhan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Rizky Ramadhan
Penulis: Rizky Ramadhan
Editor: Rio Apinino