tirto.id - Karen Agustiawan, mantan Direktur Umum PT Pertamina (Persero) akhirnya dijatuhi hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp1 miliar, pada Senin (10/6/2019). Mejelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan Karen bersalah dalam kasus korupsi terkait investasi Pertamina di Blok Basker Manta Gummy (BMG).
Majelis hakim beranggapan, Karen terbukti telah memperkaya orang lain atau korporasi dalam investasi Pertamina di BMG, yakni PT Roc Oil Company Limited (ROC, Ltd). Karen dinilai telah menyalahgunakan wewenang karena memutuskan Pertamina melakukan investasi Participating Interest (PI) di Blok BMG tanpa pembahasan dan kajian lebih dulu.
Karen dkk juga dinilai telah menyetujui investasi PI di Blok BMG tanpa due deligence (Uji Tuntas) serta tidak disertai analisa risiko. Majelis hakim menyatakan, dalam kegiatan investasi itu, penandatanganan Sales Purchase Agreement (SPA) dilakukan tanpa ada persetujuan dari bagian legal dan Dewan Komisaris PT Pertamina. Karen pun dianggap merugikan negara hingga Rp568 miliar.
Namun, hakim beranggapan Karen tidak melanggar pasal 2 ayat 1 sebagaimana tuntutan jaksa, melainkan melanggar pasal 3 UU Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 sebagaimana dakwaan subsider.
Dalam pertimbangan hakim yang memberatkan hukuman, Karen dianggap tidak mendukung pemberantasan korupsi, dan ia tidak merasa bersalah. Sementara hal yang meringankan adalah Karen bersikap sopan dalam persidangan serta belum pernah dihukum.
Selain itu, dalam sidang Karen ini, Anwar selaku hakim anggota memberikan dissenting opinion. Ia menilai dampak dari keputusan Karen dalam investasi Pertamina di Blok BMG sebagai bentuk risiko bisnis. Dia menganggap Karen tidak melakukan penyalahgunaan wewenang karena kewenangan pengambilan keputusan memang ada pada direksi Pertamina, bukan komisaris.
“Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, maka hakim anggota berpendapat bahwa Galaila Karen Kardina alias Karen Galaila Agustiawan alias Karen Agustiawan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primer maupun dakwaan subsider,” kata hakim Anwar saat membacakan dissenting opinion.
Terkait putusan ini, Kepala Tim Kuasa Hukum Karen, Soesilo Aribowo menyatakan banding. Mereka meminta kepada hakim untuk segera memberikan salinan putusan demi kepentingan membuat memori banding.
“Secara tegas menyatakan banding, karena proses banding ini kami memerlukan salinan putusan mohon kalau bisa dengan hormat kalau bisa secepatnya agar kami bisa membuat memeori banding,” kata Soesilo dalam persidangan.
Jejak Karen di Pertamina
Kasus korupsi yang menyeret Karen dalam kasus ini membuat banyak pihak kaget. Sebab, saat menjadi nakhoda perusahaan pelat merah yang bergerak di sektor migas itu, Karen terbilang cukup sukses.
Pada 2013, misalnya, ia bahkan pernah membawa Pertamina masuk dalam jajaran 500 perusahaan dunia terbesar. Catatan tersebut tentu membanggakan. Sebab, baru pertama kalinya Pertamina masuk dalam daftar FORTUNE Global 500 ---ajang tahunan yang dilakukan Majalah Fortune sejak 1955.
Bagi sebuah perusahaan, masuk dalam daftar FORTUNE Global 500 ini merupakan simbol keberhasilan korporasi karena mencerminkan pengakuan dunia, apalagi Pertamina merupakan perusahaan Indonesia yang pertama masuk dalam daftar bergengsi dunia itu.
Pada 2014, Pertamina yang berada di posisi 123 mengalahkan beberapa perusahaan dunia lain, seperti PepsiCo yang ada di peringkat 137, Unilever di peringkat 140, Google yang ada di posisi 162 dan Caterpillar yang ada di peringkat 181.
Keberhasilan Pertamina tak lepas dari cemerlangnya kinerja keuangan perseroan. Pada tahun fiskal 2013, misalnya, Pertamina memang berhasil membukukan total pendapatan sebesar 71,1 miliar dolar AS. Sementara laba bersih pada 2013 meningkat 11 persen menjadi 3,07 miliar dolar AS dari tahun sebelumnya, yaitu 2,77 miliar dolar AS, kendati masih mengalami rugi sebesar Rp5,7 triliun pada bisnis elpiji non subsidi 12 kilogram (kg).
Di bawah kepemimpinan Karen ini, Pertamina juga terlihat aktif berekspansi bisnis migas di sejumlah negara. Salah satu prestasi besarnya adalah pembelian aset milik Conoco Phillips di Aljazair pada Desember 2012.
Saat itu, Karen mengatakan akusisi itu dapat menambah produksi Pertamina secara signifikan dalam waktu cepat dengan minyak mentah berkualitas tinggi. Target peningkatan produksinya sebesar 35.000 bopd, yang efektif pada 1 Juli 2013.
Selain sukses membawa Pertamina ke level internasional, perempuan lulusan Teknik Fisika, Institut Teknologi Bandung (ITB) ini juga pernah tercatat menempati urutan teratas daftar 50 wanita pelaku bisnis paling kuat di Asia versi majalah bisnis Forbes pada 2011.
Ia juga tercatat sebagai wanita pertama yang menduduki jabatan Dirut Pertamina pada 2009.
Dalam sejarah Pertamina, Karen juga tercatat sebagai dirut paling lama, yaitu periode 2009-2014 (lima tahun)–setidaknya hingga saat ini. Ia menggantikan Ari Hernanto Soemarno sebagai dirut Pertamina periode 2006-2009.
Pada Agustus 2014, Karen memutuskan diri untuk mundur sebagai dirut Pertamina. Keputusan Karen itu sempat menjadi sorotan publik karena dikabarkan ada tekanan politik dari pihak tertentu, meskipun kabar tersebut ditepis Dahlan Iskan yang saat itu menjabat sebagai Menteri BUMN.
Setelah mengundurkan diri sebagai dirut Pertamina, Karen benar-benar hijrah ke Amerika dan mengajar di Harvard University. Ia pun tak pernah lagi muncul di media massa dalam waktu yang cukup lama.
Namun, namanya mulai disebut-sebut kembali seiring dengan kasus dugaan korupsi investasi Pertamina di BMG Australia tahun 2009 yang diusut Kejaksaan Agung. Dan perempuan kelahiran Bandung, 19 Oktober 1958 ini akhirnya divonis 8 tahun penjara oleh majelis hakim.
Akankah Karen lolos dari kasus ini saat banding nanti?
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Jay Akbar