tirto.id - Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengkritik langkah Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo yang membolehkan 30 kapal ikan berbasis cantrang melaut di perairan Natuna. Kiara menilai keputusan itu bakal merugikan nelayan Natuna.
"Kebijakan yang membolehkan penggunaan kapal cantrang asal Jawa Tengah untuk menangkap ikan di Natuna adalah bentuk ketidakadilan perikanan yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terhadap nelayan setempat. Ini adalah bentuk kemunduran KKP," ucap Sekretaris Jenderal KIARA Susan Herawati dalam keterangan tertulis yang diterima reporter Tirto, Minggu (23/2/2020).
Susan mengatakan ada sekitar 7.000 nelayan tradisional di Natuna yang bakal terdampak dari kebijakan Edhy. Pertama-tama mereka akan kesulitan menangkap ikan karena peralatannya kalah jauh dibanding nelayan dari Jawa Tengah.
Di sisi lain, penggunaan cantrang, menurutnya, terbukti merusak biota laut serta mengakibatkan kehancuran habitat ikan di perairan Indonesia. Efek kerusakan lingkungan ini pun sudah diatur dalam Permen KP No. 71 Tahun 2016 merupakan penyempurnaan dari Permen KP No. 2Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets).
Susan juga mengingatkan Edhy sebagai Menteri kelautan juga belum melakukan revisi apa-apa terkait aturan yang masih berlaku itu. Dengan kata lain, Susan menilai kebijakan ini menabrak aturan.
Susan menyarankan pemerintah memperkuat lebih dari 7 ribu nelayan lokal di Natuna untuk mengelola sumber daya perikanan di sana. Menurutnya, cara ini lebih patut alih-alih mengirim nelayan dengan peralatan cantrang dari luar Natuna.
"Penerbitan izin 30 kapal cantrang membuktikan KKP sebagai pelanggar hukum. Izin tersebut akan mendorong eksploitasi sumber daya perikanan dan hanya memposisikan nelayan Natuna bukan sebagai pelaku utama perikanan,” ucap Susan.
Seraya dengan Susan, keputusan Menteri Edhy ini juga mendapat penolakan dari nelayan Natuna sejak Januari 2020 lalu. Waktu itu nelayan Natuna sudah menolak kedatangan sekitar 120 nelayan Pantura yang sudah menyatakan bersedia melaut di sana untuk menyikapi klaim pemerintah kalau peningkatan aktivitas di sana bakal menangkal masuknya kapal pencuri ikan ilegal dari Cina.
Namun, Menteri Kelautan dan Perikanan bersikukuh. Ia menyatakan kalau kebijakan ini lebih baik dari pada ikan di Natuna diambil kapal asing.
"Mau diambil orang asing atau diambil orang kita? Jadi kita jangan berdebat dengan diri kita sendiri," ucap Edhy kepada wartawan di kantor Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, Jakarta, Kamis 19 Februari 2020.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti