Menuju konten utama

Kian Digemari Dunia, Alpukat Bikin Konflik Air di Latin Amerika

Pengusaha Alpukat Chile mencuri sumber air lokal demi profit semata. Warga sekitar perkebunan sudah lama mengalami kelangkaan air bersih.

Kian Digemari Dunia, Alpukat Bikin Konflik Air di Latin Amerika
Pedagang alpukat di Mexico City, Meksiko. AP Photo/Nick Wagner.

tirto.id - Provinsi Petorca berjarak kurang lebih tiga jam perjalanan dari Santiago. Mayoritas bentang alamnya berupa pegunungan berkontur tak rata, di mana lereng hingga ke lembah tertutup oleh pepohonan alpukat varietas Hass.

Sinar matahari yang bersinar cerah dan tanah yang subur menyulap Petorca sebagai penghasil buah alpukat terbesar di Chile.

Dari kejauhan, kontras dengan warna hijau, adalah bekas sungai yang berdebu. Dulu airnya mengalir deras dan jernih. Kemudian datang perkebunan alpukat yang meluas secara bertahap. Sungai tersebut menjadi sumber utama pengairan, dan eksploitasi berlebihan lama-kelamaan membuatnya kering.

Veronica Vilches adalah salah satu aktivis yang bertanggung jawab terhadap sistem Rural Potable Water (APR). Kepada Alicee Fachhini dan Sandra Laville dari Guardian ia mengungkapkan bahwa para pemodal memasang sumur dan pipa air ilegal untuk mengalirkan air sungai ke kebun mereka.

Warga lokal jadi korban kekeringan dan kini menggantungkan sumber air dari truk-truk. Air dari truk dijatah hanya 50 liter per orang dan dikeluhkan sebab, pertama, jumlahnya tidak mencukup kebutuhan harian.

Kedua, menurut penelitian APR dan kesaksian warga, kualitasnya buruk. Warnanya kekuningan, kadang berlumpur, dan berbau klorin. Kandungan bakteri coliform yang biasa hidup di feses melebihi ambang batas legal.

“Orang-orang jadi sakit karena kekeringan ini. Kami dipaksa memilih antara memasak atau mencuci, buang air besar di kamar mandi atau di kantong plastik, sementara bos-bos agribisnis dapat keuntungan lebih dan lebih,” katanya pada pertengahan Mei 2018.

Vilches tak membual. Fenomena ini sudah jadi sorotan otoritas penanggung jawab air Chile, Direccion General de Aguas, sejak tahun 2011.

Kala itu mereka menerbitkan laporan investigasi yang menunjukkan sedikitnya 65 pipa bawah tanah ilegal. Beberapa pemodal juga pernah dihukum atas kasus penyalahgunaan air ini.

Alpukat adalah salah satu tanaman yang membutuhkan air dalam paling banyak di antara tanaman lain. Dua ribu liter air dibutuhkan untuk membutuhkan satu kilogram alpukat.

Jumlah ini empat kali lebih banyak dari air yang dibutuhkan untuk memproduksi satu kilo jeruk, atau 10 kali lipat dari kebutuhan air untuk satu kilogram tomat.

Ahli agronomi sekaligus aktivis lingkungan dari organisasi Modatima, Rodrigo Mundaca, mengatakan kebutuhan air perkebunan alpukat di Petorca bisa lebih banyak lagi. Pasalnya Petorca adalah daerah kering yang tak pernah hujan.

“Jadi untuk hektar lahan yang dipanen membutuhkan 100.000 liter air per hari, atau setara dengan jumlah air yang dikonsumsi oleh ribuan orang per harinya,” imbuhnya.

Vilches mengklaim kekeringan tak hanya melanda sungai-sungai, namun juga akuifer atau lapisan bawah tanah yang berfungsi menampung air.

Lembaganya, APR, punya tugas untuk mendistribusikan air di San Jose yang terdiri dari sekitar seribu rumah tangga. Ia dan aktivis lain menyesalkan masalah ini sebab turut berdampak secara sosial maupun kultural.

Sebab hampir mustahil untuk petani dan penggembala kecil menjalankan pekerjaannya, orang-orang di Petorca memilih hidup di tempat lain. “Penduduk di sini mengalami penuaan sebab yang muda pergi ke kota untuk cari kerja di sektor tambang di daerah utara.” kata Rodrigo.

Menurut Vilches, biang keladi dari permasalahan ini adalah supermarket besar Inggris yang haus akan penjualan alpukat dari Petorca (dan yang berasal dari berbagai wilayah di Amerika Latin). Beberapa di antaranya adalah Tesco, Morrisons, Waitrose, Aldi dan Lidl.

British Retail Consortium, korporasi yang merepresentasikan supermarket-supermarket tersebut, melalui juru bicaranya menyatakan tahu jika ada tuduhan yang dilayangkan ke mereka.

Mereka mengklaim akan menerjunkan tim investigasinya sendiri untuk menguji kebenaran tuduhan tersebut. Ada perhatian yang ditujukan kepada kesejahteraan masyarakat setempat, kata mereka. Mereka bilang ingin jadi “korporasi yang bertanggung jawab”.

Empat tahun lalu Deutsche Welle melaporkan kasus serupa terjadi di La Ligua, ibukota Provinsi Petorca. Laporan tersebut mengukuhkan sedikitnya dua hal pokok.

Pertama, bencana di wilayah tersebut sudah terjadi sejak lama. Kedua, pemerintah belum mengambil sikap tegas baik dalam bentuk regulasi maupun penegakan hukum. Bahkan pemerintah bisa dibilang lebih pro-investor alpukat ketimbang fokus menyelamatkan air untuk warga La Ligua.

Ledakan Gaya Hidup dari Generasi Milenial

Dunia memang sedang menggilai alpukat dalam beberapa tahun terakhir. Statista mencatat pertumbuhan produksi alpukat skala global terjadi secara konstan sejak tahun 2008.

Pada 2008 jumlahnya berkisar 3,4 juta metrik ton, lalu pada 2011 sudah di angka 4,2 juta tron metrik, pada 2014 mencapai 5 juta ton metrik, dan pada 2016 sudah hampir di angka 6 juta ton metrik.

Chile memproduksi 137.370 ton alpukat pada tahun 2016, dan dua tahun berselang sudah melampauinya. Dalam urutan sepuluh besar, Chile berada di urutan kesembilan atau satu posisi di atas Cina yang memproduksi 122.940 ton alpukat.

Namun keduanya belum ada apa-apanya dengan Meksiko selaku penghasil alpukat terbesar di dunia. Pada 2016 jumlahnya mencapai 1.889.350 ton. Di posisi kedua ada Republik Dominika dengan 601.350 ton, lalu Peru dengan 455.390 ton dan Kolombia dengan 309.940 ton. Indonesia berada di posisi keempat dengan 304.940 ton.

Brook Larmer dari New York Times melaporkan produksi Meksiko mayoritas masuk ke pasar Amerika Serikat. Pada tahun 2017 jumlahnya mencapai lebih dari 750.000 ton. Rata-rata jenis Hass, dan melampaui pisang yang sebelumnya tercatat sebagai buah impor paling diminati masyarakat AS.

Pada 1994 masyarakat AS hanya mengonsumsi 0.45 kg alpukat per orang per tahun. Ini pun hanya berasal dari pertanian di sekitar California, hasil panen tiap musim panas. Kini konsumsinya mencapai 3 kg per orang per tahun dari hasil pertanian sepanjang tahun di Amerika Tengah dan Selatan.

Gaya hidup mengonsumsi alpukat berasal dari komunitas masyarakat Latin di AS. Trennya menyebar bak api menjilat padang kering usai bintang-bintang Hollywood mempromosikannya sebagai diet sehat. Konsumennya rata-rata kalangan kelas menengah atau atas, untuk segmen generasi milenial atau generasi Z.

Melihat tingginya permintaan di negara-negara lain, gaya hidup mengonsumsi berbagai olahan alpukat bisa dibilang sudah mencapai skala global. Bulan Januari kemarin CNBC melaporkan tren ini sudah mencapai Cina sejak beberapa tahun belakangan.

Penjualan alpukat ke Cina diperkirakan akan bertambah dua kali lipat pada tahun ini dibanding tahun lalu. Konsumennya lagi-lagi dari kalangan kelas menengah yang tumbuh pesat akibat pertumbuhan ekonomi nasional yang juga pesat.

Mereka tinggal di daerah urban seperti Shanghai, Beijing, dan Guangzhou. Cina bisa jadi pasar potensial selanjutnya setelah AS sebab konsumen Cuna dikenal mau membayar harga yang lebih tinggi asal dapat barang kualitas premium.

Ramon Paz selaku penasihat untuk Asosiasi Produsen dan Pengepakan Ekspor Meksiko mengatakan bahwa permintaan alpukat juga tinggi di Jepang dan negara-negara Asia lain, juga dari sejumlah negara di Eropa. Maka, produksi pun kian digenjot di Chile, Peru, Meksiko, Kolombia, hingga Guatemala.

Namun sekali lagi booming buah yang dijuluki “emas hijau” itu juga punya dampak kemanusiaan. Selain konflik air, kembali mengutip New York Times, perang antar-geng kembali merebak di Meksiko. Pangkalnya: perebutan keuntungan dari bisnis alpukat.

Infografik Alpukat

Satu geng bernama La Familia Michoacana membangun reputasinya dengan menyingkirkan lima geng lain sekitar satu dekade lalu di Kota Uruapan. Knights Templar merangsek kemudian, dan keduanya jadi rival sejati. Perebutan lahan kemudian melahirkan aksi-aksi pemerasan dan penculikan terhadap para petani.

Otoritas keamanan setempat dan pemilik lahan mencoba melawan mereka, namun kartel-kartelnya terpecah dan berkembang biak. Ketakutan menyebar termasuk di antara pemilik perkebunan dan pengusaha bisnis dari AS. Salah satunya adalah Steve Bernard, pemilik pabrik pengepakan alpukat di Uruapan.

“Terlalu berbahaya untuk berkendara di jalanan. Para pemilik perkebunan harus sangat berhati-hati jika tak ingin diculik,” ungkapnya.

Alpukat bak jadi narkoba baru bagi para kartel Meksiko. BBC News melaporkan, di daerah penghasil alpukat bernama Tancitaro para pemilik kebun bahkan meminta bantuan kepolisian bersenjata lengkap untuk menjaga tanamannya. Selama penduduk dunia masih menggilai alpukat, situasi ini diperkirakan akan terus bertahan.

Baca juga artikel terkait IMPOR BUAH atau tulisan lainnya dari Akhmad Muawal Hasan

tirto.id - Bisnis
Reporter: Akhmad Muawal Hasan
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Windu Jusuf