tirto.id - Kementerian Pertanian menutup impor buah rockmelon (cantaloupe) yang berasal dari Australia. Keputusan itu diambil menyusul terjadinya kontaminasi bakteri Listeria monocytegenes pada rockmelon yang menyebabkan 4 orang di Australia meninggal setelah mengkonsumsinya.
Keputusan tersebut tertuang pada SK Menteri Pertanian Nomor 207/Kpts/Kr.040/3/2018 dan mulai diberlakukan sejak 6 Maret 2018. Poin utamanya, Indonesia tidak akan menerima rockmelon yang berasal dari Australia, baik yang dilakukan secara langsung maupun transit di negara lain.
Keputusan tersebut merupakan langkah antisipasi penularan bakteri ke Indonesia. Sejauh ini, rockmelon asal Australia tidak beredar di pasar Indonesia. Berdasarkan data sistem informasi karantina pertanian, sejak 2016 sampai saat ini belum ada ekspor rockmelon (cantaloupe) dari Australia ke Indonesia. Penelusuran comtrade sejak 2013 hingga 2017, dengan kode HS 080710 (fruit, edible, melons (including watermelons), fresh) juga menunjukkan tidak ada kegiatan ekspor-impor buah melon antara Indonesia dengan Australia.
Buah memang termasuk komoditas pertanian yang bernilai ekonomi tinggi dan diminati masyarakat. Wajar saja jika pemberitaan terkait pencemaran bakteri listeria membuat pemerintah cepat mengambil keputusan. Apalagi, tak sedikit jenis buah yang beredar di masyarakat merupakan impor dari negara lain.
Berdasarkan subsektor pertanian, produk buah termasuk komoditas hortikultura. Nilai ekspornya pada 2016 sebesar $506,89 juta atau setara dengan 1,9 persen dari total ekspor pertanian Indonesia. Nilai ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan sektor perkebunan yang menyumbang sebanyak 95,5 persen.
Di sisi lain, impor komoditas hortikultura memang lebih besar dibandingkan ekspornya. Pada 2012, nilainya sebesar $1.607,9 juta dan meningkat menjadi $1.780,4 juta. Kontribusinya pada perdagangan pertanian sebesar 11,24 persen pada 2016.
Apel merupakan komoditas utama hortikultura jenis buah-buahan yang paling banyak diimpor Indonesia pada 2016. Nilainya mencapai $206,35 juta dengan rata-rata pertumbuhan impornya sebesar 18,35 persen per tahun sejak 2012 hingga 2016.
Selanjutnya anggur yang memiliki nilai impor sebesar $206,35 juta pada 2016. Komoditas hortikultura utama yang nilai impornya paling rendah adalah semangka, sebesar $38 ribu pada 2016. Sedangkan, untuk melon, baik informasi dari Statistik Makro Sektor Pertanian 2017 maupun comtrade, tidak ditemukan data impornya.
Data impor pertanian menunjukkan bahwa melon yang beredar di Indonesia sejak 2016 berasal dari Thailand, Malaysia, Cina, dan Jepang. Nilai impor melon dan semangka Indonesia dari ke-4 negara tersebut juga tergolong rendah, mengingat melon termasuk buah yang mudah ditemui di Indonesia.
Rendahnya impor melon ini dikarenakan produksinya yang tergolong berlimpah. Sebagai jenis tanaman semusim, tanaman ini mampu memproduksi sebanyak 137.877 ton melon pada 2015 dengan luas panen 7,4 ribu hektare. Pada 2016, tercatat produksinya menurun menjadi 117.341 ton, dikarenakan penurunan lahan panen menjadi 6.859 hektare.
Tiga provinsi yang menjadi penghasil melon terbesar di Indonesia adalah Jawa Timur, Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta. Pada 2016, Jawa Timur menyumbang 40,13 persen terhadap produksi nasional. Sedangkan, Jawa Tengah dan DI,Yogyakarta secara berturut-turut menyumbang sebesar 28,58 persen dan 18,41 persen.
Cukup banyaknya produksi melon, Indonesia pun mengekspor komoditas ini. Pada 2017, nilai ekspornya mencapai $0,46 juta padahal di tahun sebelumnya tidak tercatat ada aktivitas ini dari Indonesia. Hal ini mengindikasikan buah ini mulai diminati negara lain dan menjadi potensi komoditas perdagangan Indonesia.
Tindakan pemerintah dalam menutup keran impor melon Australia memang perlu diapresiasi. Langkah preventif ini bertujuan untuk menjaga masyarakat. Apalagi, Indonesia juga tidak terlibat hubungan dagang komoditas ini dengan Australia sehingga tidak akan banyak pertimbangan untuk menutup keran impor.
Produksi yang kuat di dalam negeri jadi kunci pemerintah untuk tidak melakukan impor buah dari negara lain, khususnya jika buah itu dapat ditanam di dalam negeri
Penulis: Desi Purnamasari
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti