tirto.id - Bismillaahirrahmaanirraahiim,
Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakatuh..
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُورِ الدُّنْيَا وَالدِّينِ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ أَشْرَفِ الـمُرْسَلِينَ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْـمَـعِينَ، أَمَّا بَعْدُ
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Dengan-Nya kita meminta pertolongan dalam segala urusan dunia dan akhirat.
Salawat dan salam tercurah untuk seorang utusan yang paling mulia, keluarganya, dan semua sahabatnya, Amma ba'du.
Alhamdulillah hari ini, Jumat 7 Januari 2022 kita dipertemukan kembali dalam majelis salat dan khotbah Jumat yang insya Allah tema kali ini adalah tentang mempraktekkan penerapan hidup sederhana sesuai sunah dan anjuran Rasulullah Salallaahu 'alaihi wassalam.
Khotbah Jumat Singkat Hari Ini
Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah,
Ada cukup banyak ayat Al-Qur'an dan hadis rasul yang menyebutkan tentang pola hidup sederhana.
Salah satunya disebutkan dalam surah Al-Furqan ayat 67 berikut ini:
وَالَّذِيۡنَ اِذَاۤ اَنۡفَقُوۡا لَمۡ يُسۡرِفُوۡا وَلَمۡ يَقۡتُرُوۡا وَكَانَ بَيۡنَ ذٰلِكَ قَوَامًا
Wallaziina izaaa anfaquu lam yusrifuu wa lam yaqturuu wa kaana baina zaalika qawaamaa
Artinya: "Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih) orang-orang yang apabila menginfakkan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, di antara keduanya secara wajar."
Jika kita melihat dari artinya, maka seorang mukmin dianjurkan untuk tidak berlebih-lebihan, salah satunya dalam berinfak.
Ayat ini juga mengandung makna orang-orang yang apabila menginfakkan harta, mereka tidak berlebihan dengan menghambur-hamburkannya, perilaku ini bisa disebutkan sebagai kesederhanaan.
Jika kita menghambur-hamburkan harta, maka inilah yang sebenarnya dikehendaki setan, tetapi jangan pula kita bersifat kikir, karena selain tidak disukai Allah, kita juga akan dibenci oleh masyarakat.
Dalam mengeluarkan harta, hendaklah kita berperilaku wajar dan di tengah-tengahnya.
Sifat baik orang-orang mukmin adalah mereka dalam menafkahkan harta tidak boros dan tidak pula kikir, tetapi tetap memelihara keseimbangan antara kedua sifat yang buruk itu.
Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah,
Sifat boros pasti akan membawa kemusnahan harta benda dan kerusakan masyarakat.
Seseorang yang boros walaupun kebutuhan pribadi dan keluarganya telah terpenuhi dengan hidup secara mewah, tetap akan menghambur-hamburkan kekayaannya pada kesenangan lain, seperti main judi, main perempuan, minum-minuman keras, dan lain sebagainya.
Artinya, dia merusak diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya. Padahal, kekayaan yang dititipkan Allah kepadanya harus dipelihara sebaik-baiknya sehingga dapat bermanfaat untuk dirinya, keluarga, dan masyarakat.
Begitu pula jika kita bersifat kikir, dapat membawa kepada kerugian dan kerusakan.
Orang yang kikir selalu berusaha menumpuk kekayaan walaupun dia sendiri hidup sebagai seorang miskin dan dia tidak mau mengeluarkan uangnya untuk kepentingan masyarakat.
Kalau untuk kepentingan dirinya dan keluarganya saja, dia merasa segan mengeluarkan uang, apalagi untuk kepentingan orang lain.
Dengan demikian, akan tertumpuklah kekayaan itu pada diri seorang atau beberapa gelintir manusia yang serakah dan tamak.
Orang yang sifatnya seperti ini diancam Allah dengan api neraka sebagaimana tersebut dalam firman-Nya:
,وَيۡلٌ لِّـكُلِّ هُمَزَةٍ لُّمَزَةِ, اۨلَّذِىۡ جَمَعَ مَالًا وَّعَدَّدَهٗ, يَحۡسَبُ اَنَّ مَالَهٗۤ اَخۡلَدَهٗ, كَلَّا لَيُنۡۢبَذَنَّ فِى الۡحُطَمَةِ
Wai lul-li kulli hu mazatil-lumaza, Al-lazi jama'a maalaw wa'addadah, Yahsabu anna maalahu akhladah, Kalla layum ba zanna fil hutamah
Artinya: "Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya, dia (manusia) mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya. Sekali-kali tidak! Pasti dia akan dilemparkan ke dalam (neraka) Hu¯amah," (QS. Al-Humazah: 1-4)
Jadi jelas disebutkan bagaimana seharusnya sifat orang mukmin dalam menafkahkan hartanya. Dia tidak bersifat boros sehingga tidak memikirkan hari esok dan tidak pula bersifat kikir sehingga menyiksa dirinya sendiri karena hendak mengumpulkan kekayaan.
Keseimbangan antara kedua macam sifat yang tercela itulah yang selalu dipelihara dan dijaga.
Kalau kaya, dia dapat membantu masyarakatnya sesuai dengan kekayaannya, dan kalau miskin, dia dapat menguasai hawa nafsu dirinya dengan hidup secara sederhana.
Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah,
Kesederhaan tidak hanya tercermin dalam gaya hidup saja, tetapi juga dalam pola pikir mencari penghidupan.
Seorang yang berpikiran sederhana, seperti disebutkan dalam laman NU Online, tentunya tidak akan sampai melebihi batas kebutuhan hidup.
Tuntutan dan keinginan akan selalu disesuaikan dengan kemampuan. Sehingga tidak ada rasa ingin menguasai dan memiliki hak orang lain di luar haknya.
Sebuah perkataan yang perlu dipikirkan adalah ‘cukupkanlah hidupmu dengan penghasilanmu’.
Artinya, dalam ranah perekonomian individu dan keluarga perlu adanya strategi pendanaan yang berakar pada pengendalian nafsu berbelanja dan membeli.
Kita harus kembali belajar memilah antara perkara yang harus dibeli, yang boleh dibeli, dan yang tidak perlu dibeli.
Secara logis banyak sekali orang yang paham perbedaan yang primer dan sekunder, akan tetapi rayuan nafsu mengalahkan logika untuk memilih satu di antara dua.
Oleh karena itu, kesederhanaan mempunyai hubungan yang erat dengan permasalahan hati, nafsu dan juga tawakkal.
Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah,
Kisah kesederhanaan Rasulullah SAW terekam dalam sebuah hadis yang menceritakan betapa beliau tidak mempunyai keinginan menumpuk harta, padahal jika mau sangatlah mudah baginya.
Ketika Islam telah telah berkembang luas dan kaum muslimin telah memperoleh kemakmuran, Sahabat Umar bin Khattab RA berkunjung ke rumah Rasulullah SAW.
Ketika dia telah masuk ke dalamnya, dia tertegun melihat isi rumah beliau, yang ada hanyalah sebuah meja dan alasnya hanya sebuah jalinan daun kurma yang kasar, sementara yang tergantung di dinding hanyalah sebuah geriba (tempat air) yang biasa beliau gunakan untuk berwudu.
Muncullah keharuan muncul dalam hati Umar Ra. Tanpa disadari air matanya berlinang, maka kemudian Rasulullah saw menegurnya.
“gerangan apakah yang membuatmu menangis?”
Umar pun menjawabnya,
“bagaimana aku tidak menangis Ya Rasulallah? Hanya seperti ini keadaan yang kudapati di rumah Tuan. Tidak ada perkakas dan tidak ada kekayaan kecuali sebuah meja dan sebuah geriba, padahal di tangan Tuan telah tergenggam kunci dunia Timur dan dunia Barat, dan kemakmuran telah melimpah.”
Lalu baginda rasulullah menjawab:
“Wahai Umar aku ini adalah Rasul Allah, Aku bukan seorang Kaisar dari Romawi dan bukan pula seorang Kisra dari Persia. Mereka hanya mengejar duniawi, sedangkan aku mengutamakan ukhrawi."
Kata-kata Aku bukan Kaisar Romawi, Aku bukan Kisra Persia, tidak berarti Rasulullah tidak memiliki kesempatan, mengingat keterangan Umar bahwa di tangan Rasulullah-lah tergenggam kunci dunia Timur dan dunia Barat.
Namun niat Rasulullah saw dalam kalimat terakhir itu merupakan kata paling berharga:
“Mereka hanya mengejar duniawi, sedangkan aku mengutamakan ukhrawi.”
Apa yang diisyaratkan Rasulullah saw sangatlah jelas, bahwa tidak selamanya hidup dengan kemewahan dan gelimang harta adalah berkualitas, justru sebaliknya. Seringkali kehidupan semacam itu menjadikan hidup terasa kering dan sunyi.
Demikialah khotbah Jumat kali ini, semoga kita bisa menerapkan kesederhanaan dalam hidup dan perilaku kita sehari-hari sesuai anjuran Rasulullah. Aamiin yaa rabbal 'alamiin.
Editor: Addi M Idhom