tirto.id - Pemprov DKI Jakarta masih punya kewenangan memutus swastanisasi air meski gugatan warga (citizen law suit) kalah pada tingkat Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Kementerian Keuangan pada 2018 lalu.
Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur mengatakan, tuntutan sejumlah warga untuk pemutusan swastanisasi air di DKI Jakarta justru berasal dari kekecewaan terhadap pemerintah, karena tak juga menggunakan kewenangannya mencabut swastanisasi air.
Isnur menegaskan, Pemprov DKI Jakarta tetap memiliki kewenangan yang kuat untuk memutus bentuk swastanisasi air tersebut yang selama ini dikelola perusahaan swasta.
“Tapi kan Gubernur [Anies] kehilangan kewenangannya memutus swastanisasi? Tidak,” kata Isnur dalam konferensi pers di kantor YLBHI, Minggu (10/2/2019).
Ketua YLBHI Asfinawati menambahkan, agar Anies dapat segera mengambil langkah tersebut, meski ada tekanan. Selain itu, kekalahan gugatan warga diminta tak menyurutkan Anies untuk mengimplementasikan pemutusan swastanisasi air.
“Kami menuntut agar Gubernur DKI mengembalikan hajat air ke banyak orang,” tegas Asfin.
Asfinawati menduga ada niatan buruk dari swasta untuk melakukan sejumlah lobi ke Pemprov DKI agar, tetap mendapatkan keuntungan yang besar dari pengelolaan air di Jakarta.
Hal ini tampak dari posisi Direktur Utama Perusahaan Air Minum (PAM) JayaDKI Jakarta yakni Priyatno Bambang Hernowo. Diketahui, Bambang pernah menjabat Direktur Operasional PT Aetra Air Tangerang.
Alghifari Aqsa, pengacara publik KMMSAJ (Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta), menambahkan penunjukannya sebagai Bambang dapat melanggengkan swastanisasi air .
“Jadi berbagai manuver dilakukan oleh swasta [untuk mempertahankan swastanisasi air],” ungkap dia.
KMMSAJ mencatat ada tarif air di DKI Jakarta lebih mahal daripada di Surabaya. Hal ini dipicu pengelolaan yang dilakukan perusahaan swasta, sehingga ada keuntungan yang diambil dari tarif ditetapkan.
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Zakki Amali