Menuju konten utama

Ketua Komisi X: Omnibus Law Buat Pendidikan Jadi Pasar Bebas

Omnibus Law Cipta Kerja dianggap berpotensi membuat Indonesia menjadi pasar bebas pendidikan.

Ketua Komisi X: Omnibus Law Buat Pendidikan Jadi Pasar Bebas
Sejumlah murid antre mencuci tangannya sebelum memasuki ruang kelas di SD Negeri 6, Bekasi, Jawa Barat, Senin (3/8/2020). (ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/wsj)

tirto.id - Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda menilai pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI sangat berpengaruh ke ranah pendidikan. Pengaruh tersebut, kata Huda, ke arah negatif yakni berpotensi membuat Indonesia menjadi pasar bebas pendidikan.

“Ada beberapa pasal ranah pendidikan di RUU Ciptaker yang kontraproduktif dengan filosofi dan tujuan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Jika benar-benar diterapkan, maka RUU Ciptaker klaster pendidikan akan membawa Indonesia sebagai pasar bebas pendidikan,” kata Huda lewat keterangan tertulisnya, Jumat (11/9/2020).

Ia menjelaskan semangat pendidikan yang dibawa oleh RUU Ciptaker mengarah kepada liberalisasi ekonomi. Peran negara dibuat seminimal mungkin dan menyerahkan penyelenggaraan pendidikan kepada kekuatan pasar. Kata dia, kondisi tersebut akan memperburuk akses pendidikan.

“Kondisi ini akan berdampak pada tersingkirnya lembaga-lembaga pendidikan berbasis tradisi seperti pesantren dan kian mahalnya biaya pendidikan,” katanya.

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menjelaskan sejumlah perubahan regulasi pendidikan dalam RUU Ciptaker. Beberapa di antaranya seperti penghapusan persyaratan pendirian perguruan tinggi asing di Indonesia dan penghapusan prinsip nirlaba dalam otonomi pengelolaan perguruan tinggi.

Tak hanya itu, ada juga perubahan regulasi seperti penghapusan kewajiban bagi perguruan tinggi asing untuk bekerjasama dengan perguruan tinggi nasional.

Huda juga meneliti bahwa RUU Ciptaker juga menghapus sanksi pidana dan denda bagi satuan pendidikan yang melakukan pelanggaran administratif, tidak adanya kewajiban bagi program studi untuk melakukan akreditasi, hingga dosen lulusan luar negeri tidak perlu lagi melakukan sertifikasi dosen.

“Beberapa pasal dalam RUU Ciptaker kluster pendidikan yang mengundang polemik dapat dilihat di Pasal 33 ayat 6 dan 7, Pasal 45 ayat 2, pasal 53, pasal 63, Pasal 65, Pasal 67, Pasal 68, Pasal 69, Pasal 78, dan Pasal 90,” katanya.

Huda menilai dari berbagai aturan baru ini tampak nyata jika RUU Ciptaker memberikan karpet merah terhadap masuknya perguruan tinggi asing ke Indonesia serta kebebasan perguruan tinggi untuk memainkan besaran biaya kuliah.

Selain itu kian longgarnya aturan sertifikasi, akreditasi, hingga penghapusan ancaman sanksi denda dan pidana akan berdampak pada pengabaian asas kesetaraan mutu dari perguruan tinggi.

“Khusus penghapusan sanksi pidana dan denda akan berdampak pada lemahnya penegakan hukum pada perguruan tinggi yang terbukti melakukan pelanggaran administrasi. Bisa dibayangkan jika kondisi itu terjadi saat banyak perguruan tinggi asing banyak berdiri di sini. Mereka bisa leluasa melakukan pelanggaran administratif tanpa dibayangi sanksi pidana atau denda,” katanya.

Katanya, saat ini Komisi X telah membentuk Panitia Kerja (Panja) Peta Jalan Pendidikan (PJP) Indonesia. Panja PJP ini akan menginventarisasi berbagai persoalan pendidikan terbaru dan upaya untuk menyesuaikan arah pendidikan agar sesuai dengan kebutuhan jaman.

“Hasil Panja PJP ini akan menjadi salah satu konten untuk melakukan revisi dari UU Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jadi kami rasa akan lebih komprehensif jika perbaikan regulasi Pendidikan kita dimuat dalam perbaikan UU Sistem Pendidikan Nasional tidak sekedar menjadi bagian kecil dari RUU Ciptaker,” pungkasnya.

Baca juga artikel terkait OMNIBUS LAW atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Bayu Septianto