Menuju konten utama

Ketua FPI Jelaskan Soal Kericuhan di Kramat Lontar

Menurut Abdul, kisah penyerangan berawal dari kehadiran calon wakil gubernur petahana DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat di lingkungannya sekitar dua minggu yang lalu.

Ketua FPI Jelaskan Soal Kericuhan di Kramat Lontar
Ketua DPD FPI Jakarta Buya Abdul Majid (tengah) membenarkan adanya penyerangan di daerah Kramat Lontar, Jakarta, Selasa (18/4/2017). tirto.id/Taher

tirto.id - Ketua DPD Front Pembela Islam (FPI) Jakarta Buya Abdul Majid membenarkan adanya penyerangan di daerah Kramat Lontar, Jakarta, Selasa (18/4/2017). Buya mengatakan, penyerangan tersebut hampir mengenai rumahnya yang terletak di Jalan Kramat Lontar.

"Emang bener diserang, mendekati," ujar Abdul di kediamannya daerah Kramat Lontar, Jakarta, Selasa (18/4/2017).

Menurut Abdul, kisah penyerangan berawal dari kehadiran calon wakil gubernur petahana DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat di lingkungannya sekitar dua minggu yang lalu. Kala itu, ada warga bernama Yusdiah selaku Fatayat NU sebagai tetangganya. Ia mengatakan, salah satu putri Yusdiah bernama Ita merupakan Ketua Rela-NU. Saat itu, Ita ingin membuat tablig akbar. Akan tetapi, tablig akbar tersebut diduga tidak memiliki izin.

"Saya tanya kepada RT nggak ada izin, kepada RW pun gak ada izin, saya tanya warga pun gak ada yang tahu. Kalau buat tablig akbar dari RT, RW, Lurah Binmaspol lantas Babinsa semua ada surat pemberitahuan," ujar Abdul.

Warga sebenarnya sudah menolak kehadiran Djarot. Akan tetapi, cawagub nomor itu dua pun tetap datang ke Kramat Lontar. Warga pun bergerak untuk menolak kehadiran Djarot. Namun, kala itu, Djarot datang dengan perlindungan Banser, warga Ambon, serta polisi.

Konflik memanas setelah datang 3 truk sembako, Senin (17/4) di lingkungan Kramat Lontar. Kegiatan itu tercium saat salah satu tukang tenda saat bertanya kepada salah satu warga. Tenda tersebut diduga untuk suatu kegiatan agama.

"Di sini bikin acara tablig akbar nggak? Gak. Disebut nama saya Buya Majid. Siapa yang nyuruh? Dikejar," kata Abdul.

"Ini ada apa? Kok siap-siap buka tenda dan tukang tenda bilang. Ini akan saya pasang tenda sepanjang Kramat Lontar," lanjut Abdul.

Abdul ternyata tidak ada di tempat pada malam sebelum bentrok. Ia berangkat ke daerah Poltangan, Jakarta untuk menghadiri tablig akbar. Namun, saat di jalan, ia sempat berkoordinasi dengan pihak Polres Jakarta Pusat. Ia sempat bertanya tentang boleh-tidaknya tablig akbar selama hari tenang.

"Saya tanya Kanit Intel-nya, Pak mohon petunjuk kalau masa tenang ini ada nggak boleh gak acara istigosah atau tablig akbar atau maulid? Kalau bisa jangan Buya. Kenapa? Itu tetangga kemarin bikin lagi. Dimana tuh? Ya nanti ditindaklanjuti," ujarnya seraya menirukan dialognya dengan pihak Polres Jakarta Pusat.

Selama dirinya di luar, kelompok dari Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) dan Bang Jafar turun ke daerahnya. Saat diperiksa, mereka menemukan sejumlah pembagian sembako kepada warga luar Kramat Lontar.

"Ada wawancaranya dengan salah satunya dari Cakung, nenteng-nenteng sembako. Warga marah. Lantas apa namanya dari situ marah-marah," ujar Abdul.

Tidak lama kemudian, muncul preman-preman datang ke Kramat Lontar. Mereka berencana melaporkan kepada pihak berwajib dengan tuduhan pencemaran nama baik. Padahal, dalam proses pembuktian pembagian sembako, ACTA dan Bang Jafar dicacimaki dengan kata-kata tidak pantas.

Saat tiba di rumah, Abdul mengaku sempat berbicara dengan sang istri sebelum ada bentrokan. Ia meminta kepada sang istri untuk membuatkan kopi lantaran ada tamu. Keluarganya pun menyuruh seseorang untuk membelikan kopi. Sayang, saat hendak membeli kopi, sekelompok orang menyerang orang suruhannya. Dalam informasi yang diperoleh, pihak yang menyerang adalah Banser. Mereka datang sambil membawa senjata.

"Ada digebukin, dipukulin, lo ngapain. Bawa senjata tajam. Bahkan terlihat bawa senjata api. Nah yang pakaian Banser. Tahu dari mana pakaian Banser? Ada logonya," ujar Abdul.

Korban yang dipukuli itu mengaku kalau dirinya sempat diintimidasi untuk tidak belajar mengaji kepadanya. Merasa tidak beres, anak-anak pengajian langsung menghampiri pelaku. Sayang, para penyerang ada yang membawa senjata tajam, bahkan senjata api. Mereka sempat dipukul mundur oleh para penyerang.

"Kenapa mundur? Ini pada bawa sajam [senjata tajam] semua. Saya bilang lawan. Ada apa nih? Jadi lah lawan," tegas Abdul seraya menirukan instruksi saat itu.

Ia menegaskan bahwa warga lah yang membantu penyerangan. Ia membantah FPI terlihat dalam kegiatan ini. Ia menerangkan bahwa daerah rumahnya merupakan perbatasan Kelurahan Paseban dan Keluraham Kramat. Warga memang kesal dengan sikap Ita.

"Di sana RW 1 di sini RW 7 udah enek, udah kesel. Kenapa setiap kali bikin acara bukan untuk keberuntungan masyarakat sekitar malah untuk mudorot masyarakat sekitar," klaim Abdul.

Abdul pun langsung menghubungi Kapolres Jakarta Pusat Kombes Pol Suyudi Ario Seto untuk segera menindaklanjuti masalah tersebut. Ia pun menghubungi Kasat Intel dan Dirintelkam Polres Jakarta Pusat untuk menangani masalah mereka. Sayang, polisi baru datang ketika situasi agak mereda. Kapolres pun diajak bicara sehabis kejadian tersebut. Ia pun meminta kepada pihak Polres untuk menjaga keadaan di lapangan.

"Saya minta Pak [Kapolres] tolong disekat jangan sampe benturan lagi, dan mohon saya minta kalau bisa ntar malem Bapak mesti standby. Antisipasi. Kenapa? Karena besok Pilkada pencoblosan. Gak mau lah chaos-chaosan ada korban," jelas Abdul.

Salah satu korban, Sapta (16) membenarkan kejadian tersebut. Ia yang tinggal di Kalipasir ini mengaku, kejadian pemukulan terjadi saat dirinya membeli kopi. Kala itu, ada beberapa orang yang memaksa dirinya untuk mengeluarkan KTP. Ia mengaku, ada sekitar 10 orang yang berusaha mengintimidasinya saat itu.

"Saya dipaksa terus sampai saya dipojokin," ujar Sapta di kediaman Abdul, Jalan Kramat Lontar, Jakarta.

Sapta mengaku, dirinya sempat dipukuli oleh para pelaku. Sepengetahuannya, pelaku menggunakan pakaian hijau loreng-loreng dan hijau polos.

Beruntung saat pemukulan, pemilik warkop tempatnya membeli kopi berusaha mengamankan Sapta usai pengroyokan. Dalam kejadian tersebut ada 3 orang, termasuk Sapta yang dipukuli. Ketiganya pun langsung melaporkan ke Polres Jakarta Pusat agar tindak pemukulan tersebut diproses.

"Satu sudah pulang, satu lagi masih di-BAP," sambung Abdul.

Akhirnya, laporan tersebut diterima kepolisian dengan nomor laporan 553/K/IV/2017/Restro Jakpus‎. Dalam laporan tersebut tertulis korban bernama Ichsan Azmi di warung kopi belakang Hotel Acacia. Laporan pun ditulis dalam keadaan masih penyelidikan.

Abdul selaku Ketua DPD FPI DKI Jakarta mengutuk aksi pemukulan di lingkungannya. Ia mendesak kepolisian untuk menangkap penyerang sekaligus penyandang dana aksi tersebut. Bahkan, mereka meminta kepada KPUD DKI Jakarta untuk mendiskualifikasi paslon nomor urut dua, Ahok-Djarot.

"Menuntut KPUD untuk mendiskualifikasi paslon Ahok-Djarot karena melakukan pelanggaran berat di hari tenang dengan memaksakan penyerahan sembako dan money politics dengan pengerahan preman dengan seragam Ansor dan Banser untuk adu domba umat Islam," tegas Abdul.

Tidak lupa, Abdul mengimbau agar masyarakat siaga dalam proses Pilkada DKI Jakarta. Tidak lupa ia mengajak warga untuk menciptakan Pilkada yang kondusif. Ia pun meminta kepada para laskar dan pendekar Betawi siaga dalam menghadapi segala situasi.

"Menyerukan kepada laskar FPI dan jawara Betawi untuk lebih meningkatkan pengamanan ulama dan umat islam di Jakarta selama masa pilkada hingga situasi kondusif," ujar Abdul.

Sementara itu, saat dikonfirmasi, Kasubag Humas Polres Jakarta Pusat Kompol Suyatno membenarkan adanya tindakan tersebut. Ia mengaku polisi tengah mendalami kasus tersebut.

"Masih dilakukan pemeriksaan saksi-saksi," ujar Suyatno kepada Tirto, Selasa (18/4).

Baca juga artikel terkait FPI atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Alexander Haryanto