Menuju konten utama

Ketua DPP PDIP: Jawa Belum Tentu Jadi Kunci di Pilpres 2019

Andreas Hugo Pareira menilai kemenangan pada Pilkada Serentak di Jawa pada tahun ini belum tentu berpengaruh pada hasil Pilpres 2019.

Ketua DPP PDIP: Jawa Belum Tentu Jadi Kunci di Pilpres 2019
Petugas memindahan berkas pendaftaran partai politik peserta Pemilu 2019 di Kantor KPU Pusat, Jakarta, Selasa (17/10/2017). tirto.id/Andrey Gromico.

tirto.id - Ketua DPP PDIP Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Andreas Hugo Pareira menilai hasil Pilkada Serentak 2018 di Pulau Jawa belum tentu bisa memastikan kemenangan pada Pilpres 2019.

"Orang-orang bilang kemenangan di Jawa akan jadi indikator kemenangan di pertarungan politik 2019. Apakah itu betul? Kalau dilihat dari hasil-hasil pilkada 2008 dan 2013, jawabannya ya dan tidak," kata Andreas dalam diskusi bertema "Jawa adalah Kunci" yang digelar Voxpol Center Research and Consulting di Cikini, Jakarta, pada Kamis (11/1/2018).

Andreas mencontohkan pada Pemilihan Gubernur Jawa Tengah tahun 2008, saat itu pasangan yang diusung PDIP, yakni Bibit Waluyo - Rustriningsih memenangkan Pilkada. Namun, pasangan Megawati - Prabowo Subianto justru tersungkur di Pemilihan Presiden 2009 yang dimenangkan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono - Boediono.

"Jadi ini menunjukkan bahwa tidak selalu paralel juga dengan hasil pileg dan hasil pilpres," kata Andreas.

Namun, Andreas menilai kemenangan pada Pilkada Serentak di Jawa tahun ini akan memberikan motivasi lebih bagi partai untuk merebut kemenangan di pemilihan legislatif dan pemilihan presiden 2019.

Sebaliknya, Wakil Ketua DPP Partai Demokrat, Roy Suryo menilai kemenangan pada pilkada di Jawa akan berpengaruh besar ke hasil Pemilu Legislatif dan Pilpres 2019. Namun, ia mengakui segala hal masih masih bisa terjadi bergantung pada dinamika politik yang ada.

"Jadi artinya apakah hasilnya (Pilkada 2018 di Jawa) akan berpengaruh pada 2019? Bisa jadi. Bisa jadi juga hasil-hasil di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur itu tidak sesuai dengan perkiraan," kata Roy Suryo. "Politik di Indonesia itu amat cair, apapun bisa terjadi."

Ia mencontohkan Partai Demokrat berkoalisi dengan PDIP di beberapa daerah pemilihan. Pernyataan Roy merujuk pada peta koalisi di Pilkada Serentak 2018 memang tidak sesuai dengan dinamika politik nasional selama ini. Contoh lain, Partai Gerindra, yang selama ini menjadi oposisi, di sejumlah daerah juga berkoalisi dengan PDIP yang selama ini menyokong pemerintah.

Meskipun jumlah suara di Pulau Jawa amat besar, menurut peneliti politik LIPI Firman Noor, masih banyak faktor-faktor di luar itu yang akan berpengaruh pada Pileg dan Pilpres 2019.

"Namun demikian tentu saja tidak berarti setelah memenangkan Pilkada, partai-partai kemudian berleha-leha karena terlalu banyak faktor yang akan menentukan pula pada hari pemilihan," kata Firman.

Menurut Firman, suara yang berasal dari luar wilayah Jawa harus selalu diperhatikan oleh partai politik. Sebab, suara yang berasal dari wilayah luar Jawa tetap berpotensi membawa pengaruh besar pada hasil Pemilu dan Pilpres 2019.

Sebagai catatan, pada Pilpres 2014, pemenang di Jawa Barat adalah pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dengan angka yang cukup mutlak. Pasangan ini mengantongi 59,78 persen suara, atau setara 14 juta lebih pemilih. Sementara Joko Widodo-Jusuf Kalla hanya memperoleh 9,5 juta suara atau setara 40,22 persen. Hasil ini selaras dengan kemenangan PKS, pendukung setia Prabowo-Hatta, di Pilkada Jawa Barat setahun sebelumnya.

Demikian pula di Jawa Tengah, yang pada 2013 lalu pemenang Pilkada-nya adalah PDIP dengan pasangan Ganjar Pranowo-Heru Sudjatmoko. Setahun setelahnya, saat Pilpres 2014, Jokowi-JK menang mutlak di provinsi ini dengan mengantongi 66,65 persen suara.

Baca juga artikel terkait PILKADA SERENTAK 2018 atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Politik
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Addi M Idhom