tirto.id - Plt Juru Bicara Bidang Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri membenarkan kondisi Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean yang sedang menjalani perawatan di rumah sakit.
"Ketua Dewas KPK menjalani pengobatan di salah satu Rumah Sakit di Jakarta. Alhamdulilah kondisi beliau dalam keadaan stabil," ujar Ali dalam keterangan tertulis, Jumat (24/9/2021).
KPK, kata Ali juga memohon doa agar Tumpak lekas sembuh dan dapat kembali beraktivitas.
"Kami mohon doa dari rekan-rekan untuk kesembuhan beliau sehingga dapat kembali beraktivitas," kata Ali.
Sementara itu Anggota Dewan Pengawas KPK Syamsuddin Haris mengatakan Tumpak mengalami sakit jantung.
"Katanya pak THP serangan jantung," ujarnya kepada wartawan, Jumat.
Tumpak Hatorangan Panggabean mengawali karier bidang hukum di Kejaksaan. Ia merupakan Plt. Ketua KPK periode 2007-2011; menggantikan Antasari Azhar yang harus nonaktif dari jabatannya karena terbelit kasus dugaan pembunuhan. Tumpak lahir di Sanggau, Kalimantan Barat, pada 29 Juli 1943.
Sebagai Ketua Dewas KPK, terakhir Tumpak menyatakan Komisioner KPK Lili Pintauli Siregar bersalah secara etik karena bertemu pihak berperkara dalam kasus Tanjung Balai.
Lili diberikan sanksi karena dua alasan, yakni menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi dan berhubungan dengan seseorang yang perkaranya sedang ditangani KPK.
"Terperiksa LPS dijatuhkan sanksi berat berupa pemotongan gaji sebesar 40 persen selama 12 bulan," ujar Ketua Dewas KPK Tumpak Panggabean dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (30/8/2021).
Dewas KPK berkeyakinan Lili telah melanggar Pasal 4 ayat (2) huruf b dan a Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.
Lili terbukti telah berhubungan dengan pihak berperkara dalam penanganan kasus korupsi Tanjung Balai yakni mengintervensi penanganan perkara Wali Kota Tanjung Balai M Syahrial, mengatur kepegawaian adik iparnya Ruri Prihatini di PDAM Tirta Kualo Tanjungbalai.
Dewas KPK pun memaparkan poin hal yang memberatkan dan meringankan sebelum mereka memvonis pemotongan gaji Lili. Hal yang memberatkan adalah Lili tidak menyesali perbuatan dan tidak menjadi contoh insan pegawai KPK lain, sementara hal yang meringankan adalah mengakui perbuatan dan belum pernah dijatuhi sanksi etik.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Bayu Septianto