tirto.id - Kawasan Jakarta, khususnya wilayah di sekitar Gelora Bung Karno (GBK), diguyur hujan lebat pada Minggu (2/9/2018) sore. Baik penonton maupun penampil di acara penutupan Asian Games 2018 mesti memakai payung dan jas hujan agar tak basah kuyub.
Seperti dilaporkan Tirto, ratusan atlet pencak silat pengisi acara harus mempertunjukkan berbagai gerakan bela diri di bawah guyuran hujan saat acara preshow penutupan Asian Games 2018 dimulai. Sementara itu, Ronal Surapradja dan Tike Priatnakusumah sebagai pemandu acara pun mesti berdiri di atas panggung sambil menggunakan payung supaya tak kehujanan.
Hujan deras yang mengguyur area Senayan dan sekitarnya terjadi sejak pukul 16.30 WIB. Hingga pukul 18.30 WIB, Gelora Bung Karno masih diguyur hujan lebat. Meski hujan telah turun selama dua jam dan hanya berhenti beberapa menit, INASGOC selaku pihak panitia menegaskan tak akan mengubah jadwal pelaksanaan acara penutupan Asian Games 2018.
Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), seperti dikabarkan Antara, bulan September belum masuk ke musim penghujan, sebab musim kemarau tahun 2018 berlangsung sejak bulan April hingga Oktober. Sementara itu, hujan akan mulai muncul pada awal bulan November mendatang. Namun, mengingat bentangan wilayah Indonesia yang luas, hujan bisa turun di sebuah wilayah dengan intensitas tinggi sementara daerah lain sama sekali tak diguyur oleh hujan.
Hujan yang turun dengan intensitas tinggi bisa menjadi kondisi bagi datangnya berbagai macam penyakit. Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes, Anung Sugihantono, mengatakan air hujan menyebabkan tempat perindukan atau menetas hewan yang membawa bibit penyakit tertentu, seperti nyamuk dan lalat. Nyamuk yang hinggap dan mengisap darah manusia selanjutnya akan membuat seseorang terjangkit penyakit seperti demam berdarah, chikungunya, dan Japaneseencephalitis.
Selain itu, genangan air hujan atau banjir juga bisa menyebabkan penyakit zoonosis seperti leptospirosis dan pes muncul. Cuaca yang berubah akibat perubahan musim pun dapat membuat kondisi tubuh seseorang mengalami penurunan. Apabila hal tersebut terjadi, kuman baik yang ada dalam usus bisa menimbulkan penyakit diare. Tak hanya itu, seseorang yang mempunyai penyakit kronis pun bisa mengalami perburukan kondisi karena penurunan daya tahan tubuh.
Anung mengatakan faktor pencegahan dan pengendalian penyakit yang terdiri dari host (inang atau manusia), agent (penyebab penyakit), dan environment (lingkungan) harus dikendalikan manusia agar dirinya tak terinfeksi penyakit menular atau tak menular saat musim hujan.
“Mengendalikan orangnya berarti harus memastikan daya tahan tubuh orang baik. Daya tahan tubuh baik itu faktornya hanya dua, perilaku hidup bersih dan sehat dan gizi. Di environment kita harus memastikan tidak ada genangan air, tidak ada tempat perindukan yang muncul. Sampah yang ditumpuk dan kena air hujan jadi bau, nah, itu yang mesti kita perhatikan,” katanya.
Apa yang disampaikan Anung di atas sesuai dengan informasi yang disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kemenkes RI yang mengatakan bahwa ada tujuh penyakit yang jamak muncul ketika musim hujan terjadi. Ketujuh penyakit tersebut adalah diare, demam berdarah, leptospirosis, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), penyakit kulit, penyakit saluran cerna lain, dan perburukan penyakit kronik yang mungkin sudah diderita.
Selain di Indonesia, penyakit musiman di atas juga menyerang Filipina, yang sama-sama beriklim tropis, ketika musim hujan. Menurut National Epidemiology Center di Departemen Kesehatan Filipina, penyakit WILD atau Water-borne infectious diseases, influenza, leptospirosis, dan dengue sering muncul saat musim hujan berlangsung.
Water-borne infectious diseases merupakan penyakit yang ditularkan lewat air. Diare, kolera, dan hepatitis A adalah penyakit yang termasuk dalam water-borne infectious diseases. Sementara itu, influenza adalah penyakit yang disebabkan oleh tiga tipe virus influenza. Selain penyakit WILD, National Epidemiology Center juga mewaspadai penyakit yang ditularkan lewat makanan yang terinfeksi seperti demam tifoid.
Eduardo A. Undurraga, dkk dalam “Disease Burden of Dengue in the Philippines: Adjusting for Underreporting by Comparing Active and Pasive Dengue Surveillance in Punta Princesa, Cebu City” (2017) mengatakan kasus demam berdarah memang banyak terjadi saat musim hujan dan menjadi masalah kesehatan besar di Filipina. Mereka menjelaskan bahwa demam berdarah ditetapkan sebagai penyakit yang mesti dilaporkan pada 1958 dan semenjak itu Filipina menjadi negara dengan kasus demam berdarah tertinggi di Asia Tenggara.
National Epidemiology Center mengatakan imunisasi dan vaksinasi merupakan cara paling efektif yang bisa ditempuh agar tak terjangkit penyakit di atas. Selain itu, langkah antisipatif seperti tidak berenang ketika banjir dan memakai payung atau mantel agar tak terkena air hujan secara langsung juga bisa dilakukan. Terakhir, National Epidemiology Center menyarankan untuk mengosongkan air yang menggenang di drum atau ban tua agar terhindar dari penyakit demam berdarah.
Penulis: Nindias Nur Khalika
Editor: Maulida Sri Handayani