Menuju konten utama

Ketahuan Menguntit, Anggota Densus 88 Simpan Profiling Jampidsus

Anggota Densus 88 Polri yang melakukan penguntitan menyimpan profiling Febrie di ponsel miliknya.

Ketahuan Menguntit, Anggota Densus 88 Simpan Profiling Jampidsus
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung I Ketut Sumedana memberikan keterangan kepada wartawan atas putusan MA terhadap kasasi Ferdy Sambo di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (9/8/2023). ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/tom.

tirto.id - Kejaksaan Agung (Kejagung) tak menampik fakta terkait anggota Densus 88 Polri yang menguntit Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah. Kejagung pun telah memeriksa anggota Densus 88 Polri yang menguntit Febrie.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana menjelaskan berdasar hasil pemeriksaan, anggota Densus 88 Polri yang melakukan penguntitan menyimpan profiling Febrie di ponsel miliknya.

"Melalui penemuan fakta di lapangan dan pemeriksaan yang telah dilakukan, diketahui bahwa anggota Densus 88 tersebut menyimpan profiling Jampidsus Dr Febrie Adriansyah di dalam handphone yang bersangkutan," urainya dalam keterangan yang diterima, Rabu (29/5/2024).

Ketut mengungkapkan, Kejagung telah mengantongi identitas anggota Densus 88 yang menguntit Febrie. Namun, Kejagung menyerahkan proses tindak lanjut insiden penguntitan itu ke Mabes Polri.

"Setelah diketahui identitasnya, Kejagung menyerahkan proses selanjutnya kepada Pengamanan Internal Polri Polri," tuturnya.

Dalam kesempatan itu, Ketut juga menanggapi soal pelaporan Indonesian Corruption Watch (ICW) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan kasus korupsi yang menyeret Febrie.

Menurut Ketut, Febrie dikaitkan dengan kasus pelelangan saham PT Gunung Bara Utama (GBU). Katanya, pelelangan saham itu dilakukan oleh Pusat Pemulihan Aset Kejaksaan Agung dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan.

“Adanya proses pelelangan terkait aset PT GBU dilakukan oleh Pusat Pemulihan Aset Kejaksaan Agung dengan Dirjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan setelah adanya putusan Pengadilan dari Mahkamah Agung pada 24 Agustus 2021. Jadi, pelaporan yang ditujukan untuk Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus adalah laporan yang keliru,” urai Ketut.

Ia menyatakan, kasus pelelangan itu bermula saat PT GBU awalnya akan diserahkan ke Bukit Asam yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tetapi ditolak karena perusahaan PT GBU memiliki banyak masalah. Misalnya, terkait utang dan banyaknya gugatan.

Kemudian, Jampidsus Kejagung melakukan penyidikan yang disusul oleh upaya gugatan perdata PT Sendawar Jaya. Hasil sidang, Kejagung kalah dalam gugatan tersebut. Namun, pada tingkat banding, Kejaksaan Agung memenangkan gugatan.

Ketut melanjutkan, setelah gugatan dimenangkan di Pengadilan Tinggi, Kejagung lalu meneliti berkas dalam gugatan tersebut. Kejagung kala itu menemukan dokumen palsu sehingga seorang bernama Ismail Thomas ditetapkan sebagai tersangka yang kini sudah diadili.

Lalu, proses pelelangan PT GBU ini dilakukan penilaian dalam tiga appraisal. Pertama, yaitu terkait dengan aset atau bangunan alat bangunan yang melekat pada PT GBU dengan nilai kurang lebih Rp9 miliar. Kemudian, ada juga perhitungan oleh appraisal yang kedua terkait dengan PT GBU dengan nilai Rp3,4 triliun.

Dari kedua appraisal, dilakukan satu proses pelelangan pertama, tetapi tak ada satu pun pihak yang menawar. Ketut lalu membantah adanya kerugian sebesar Rp9 triliun dari proses pelelangan tersebut karena tidak ada yang melakukan penawaran terhadap appraisal senilai Rp9 triliun tersebut.

Baca juga artikel terkait KEJAGUNG atau tulisan lainnya dari Muhammad Naufal

tirto.id - Hukum
Reporter: Muhammad Naufal
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Maya Saputri