Menuju konten utama

Kerusuhan 22 Mei, Amnesty: Siapapun Pelanggar HAM Harus Dihukum

Amnesty International Indonesia menemui jajaran Polda Metro Jaya untuk membahas soal kerusuhan Mei 2019.

Kerusuhan 22 Mei, Amnesty: Siapapun Pelanggar HAM Harus Dihukum
Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Pol Hengki Haryadi (tengah) menunjukkan barang bukti petasan saat gelar perkara pelaku kericuhan pada Aksi 22 Mei di Polres Metro Jakarta Barat, Kamis (23/5/2019). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso.

tirto.id - Amnesty International Indonesia menemui jajaran Polda Metro Jaya untuk membahas soal kerusuhan Mei 2019. Pertemuan ini merupakan keempat kalinya bagi kedua pihak.

Peneliti dari Eksekutif Amnesty International Indonesia, Aviva Nababan, mengatakan siapapun pihak yang diduga melanggar HAM harus diproses secara hukum.

"Yang melakukan tindak pidana harus dihukum sesuai dengan standar peradilan," ujar dia di Polda Metro Jaya, Selasa (9/7/2019).

Siapapun yang melanggar HAM baik warga sipil yang merusak fasilitas dan menyerang aparat maupun anggota polisi yang menganiaya warga, dapat dihukum.

"Kami dukung kepolisian menjalankan tugas-tugasnya, namun kami berharap agar polisi bertindak sesuai standar HAM internasional dan hukum acara pidana Indonesia," kata Aviva.

Jika Polri berhasil menjunjung nilai HAM, maka akan jadi hal baik bagi Korps Bhayangkara lantaran dinilai mengikuti standar HAM dan pemolisian yang baik. Amnesty pun menekankan ihwal bagaimana proses penegakan hukum dalam penyelidikan dan penyidikan perkara ini.

"Misalnya usai menangkap [terduga perusuh], polisi tidak melakukan kekerasan secara berlebihan," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid.

Dalam pertemuan siang ini, Usman menyatakan bahwa Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Gatot Eddy Pramono mengaku ada tindakan kekerasan eksesif ketika mengamankan terduga perusuh.

"Itu dua hal yang bernbeda, tapi bisa dihubungkan dalam arti Polri berwenang menangkap mereka yang terlibat kerusuhan. Namun, dalam proses pengamanan itu apakah ada penggunaan kekuatan berlebihan [penganiayaan]," jelas Usman.

Kemarin, Usman bertandang ke Bareskrim Mabes Polri untuk menemui Tim Supervisi Mabes Polri perihal penanganan investigasi rusuh Mei yang diwakili oleh Direktur dan Wakil Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri.

Dalam pertemuan tersebut Direktur Tipiter Brigjen Pol M Fadil Imran menjelaskan bahwa Polri berkomitmen untuk menyelesaikan semua kasus dugaan penyiksaan dan perlakuan buruk lainnya oleh sejumlah anggota Brimob pada kerusuhan itu.

Secara internal Polri, mereka telah menghukum disiplin 10 personel yang telah menganiaya pemuda di area smart parking di Kampung Bali, Tanah Abang. Amnesty mengapresiasi langkah positif tersebut dan meminta Polri agar tetap profesional dalam memproses anggota yang melakukan penganiayaan.

Baca juga artikel terkait AKSI 22 MEI atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Maya Saputri